Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Manado Sulawei Utara

Dua Anak Kurang Mampu di Manado Tak Dapat Sekolah, Akademisi Soroti Sistem Zonasi dan Afirmasi

MRJF alias Ikra dan RPM alias Raisa, merupakan warga Kecamatan Singkil dan tercatat sebagai penerima Program Indonesia Pintar (PIP).

Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
Dok. Pribadi
AKADEMISI - Akademisi Unima, Ferdinand Kerebungu. Pada Selasa 15 Juli 2025 dirinya memberikan tanggapan terkait persoalan dua anak kurang mampu di Manado yang tak dapat sekolah. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Dua siswa dari keluarga kurang mampu di Kota Manado, Sulawesi Utara, gagal diterima di sekolah negeri meskipun telah mendaftar melalui jalur afirmasi dan merupakan penerima bantuan sosial pemerintah.

Keduanya, MRJF alias Ikra dan RPM alias Raisa, merupakan warga Kecamatan Singkil dan tercatat sebagai penerima Program Indonesia Pintar (PIP) serta Program Keluarga Harapan (PKH).

Mereka mendaftar ke SMP Negeri 1 Manado, sekolah favorit di ibu kota provinsi Sulut, namun pendaftaran mereka ditolak oleh sistem.

Ikra mendaftar melalui jalur reguler, sementara Raisa menggunakan jalur afirmasi yang seharusnya diperuntukkan bagi anak dari keluarga kurang mampu.

Namun hingga hari pertama tahun ajaran baru, status pendaftaran Raisa masih tercatat sebagai "mengusul" dalam sistem.

Ibunda Ikra mengaku telah berusaha mencari sekolah alternatif lain, namun ditolak juga di semua sekolah negeri yang tersedia.

"Semuanya sudah tutup. Kami tidak tahu lagi harus ke mana," ujarnya.

Kasus ini menarik perhatian Komisi IV DPRD Kota Manado yang kemudian memanggil kedua siswa bersama orangtua mereka untuk melakukan audiensi pada Selasa (15/7/2025).

Hasil pertemuan menyatakan bahwa Ikra dan Raisa dapat melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 16 Manado.

Namun harapan itu kembali pupus. Ketika orangtua mereka mendatangi SMP 16 Manado di Kecamatan Singkil, pihak sekolah menyatakan tidak bisa menerima mereka karena nama keduanya tidak bisa dimasukkan ke dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

"Katanya kalau dipaksa masuk, nanti nama anak-anak tidak bisa masuk Dapodik," ujar ibu Raisa dengan kecewa.

Tanggapan Akademisi

Menanggapi persoalan ini, akademisi Universitas Negeri Manado (Unima), Prof. Dr. Ferdinand Kerebungu, M.Si, mengkritisi sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dinilai menyulitkan akses pendidikan dasar bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.

"Sistem penerimaan siswa baru pada semua jenjang pendidikan di Indonesia banyak mengalami hambatan karena banyak anak yang tidak dapat diterima pada jenjang tertentu dengan berbagai alasan dari setiap penyelenggaran pendidikan," terang dia saat dihubungi Tribun Manado, Selasa (15/7/2025). 

Dirinya kemudian mepertanyakan, apakah yang dimaksud dalam aturan yang ditetapkan oleh pemerintah adalah memperluas kesempatan bagi warga untuk memperoleh pendidikan yang layak, ataukah ada sistem terselubung?

Kata dia, dalam pasal 31 ayat (1) UUD RI Tahun 1945, setiap warga negara berhak mendapat pengajaran; dalam konteks amanat UUD RI tahun 1945 ini mengisaratkan bahwa tidak ada seorangpun dari warga negara yang tidak mendapat hak pengajaran.

Sementara itu dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

"Amanat UU Sisdiknas ini memerintahkan kepada penyelenggara Negera mempunyai kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan bermutu," terang dia. 

Lanjut dia, sementara itu dalam PP-RI nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, dalam Bab II pasal 2 ayat (1) wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh Pendidik yang bermutu bagi setiap Warga Negara Indonesia.

"Kemudian dalan Bab III pasal 3 (2) Penyelenggaraan wajib belajar pada jalur formal dilaksanakan minimal pada jenjang pendidikan dasar yang meliputi SD, MI, SMP, MTs dan bentuk lain yang sederajat," ujar dia. 

Kata dia, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas, tidak ada alasan jika ada anak bangsa di daerah ini (Kota Manado) yang tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan kesempatan belajar kususnya pada jenjang pendidikan dasar. 

"Suatu peristiwa yang sangat miris jika di Kota Manado ini ada anak usia Wajib Belajar yang tidak bisa diterima di jenjang SMP-N," terang dia. 

Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan yang mempunyai tugas khusus penyelenggaraan Pendidikan seharusnya mempunyai kebijaksanaan agar tidak ada anak bangsa yang tidak dapat sekolah.

Karena perintah Peraturan Perundang-undangan bahwa pemerintah wajib melaksanakannya. 

"Dalam hal ini penyelenggara pendidikan (Dinas Diknas dan Sekolah) tidak boleh kaku dalam melaksanakan aturan sistem penerimaan siswa baru," pungkas dia. 

Baca juga: Terungkap Sifat Asli Brigadir Nurhadi Polisi yang Tewas di Gili Trawangan NTB, Dibeber Sang Istri

 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved