Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Konflik Israel vs Iran

Ekonomi Dunia Terguncang Jika Iran Menutup Selat Hormuz, Ini Dampak Lain yang Bisa Terjadi

Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran semakin memanas setelah Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz

Editor: Glendi Manengal
Tangkapan layar Google Maps
SELAT HORMUZ - Tangkapan layar Google Maps, Senin (23/6/2025) memperlihatkan Selat Hormuz (lingkaran merah), jalur air energi terpenting di dunia yang terletak di antara Oman dan Iran. 5 dampak yang bisa terjadi jika Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, mulai dari harga minyak naik hingga perdagangan dunia terganggu 

Imbasnya banyak negara industri (seperti Cina, Jepang, India)  yang bergantung pada minyak dari kawasan ini, akan berebut sisa pasokan yang tersedia, menyebabkan harga melambung tinggi.

Dalam krisis sebelumnya, seperti ketegangan Iran-AS pada 2019, harga minyak sempat naik 10–15 persen hanya karena ancaman terhadap Selat Hormuz.

Jika penutupan benar-benar terjadi, analis memperkirakan harga minyak bisa tembus 150 dolar AS per barel.

2. Kelumpuhan Pasokan Energi ke Asia dan Eropa

Jika Selat Hormuz ditutup, negara-negara di Asia dan Eropa bisa terkena krisis energi besar-besaran.

Bencana ini dapat terjadi lantaran negara-negara besar pengimpor minyak seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan India sangat bergantung pada pasokan dari Teluk melalui Selat Hormuz.

Eropa pun sebagian mendapatkan LNG (gas alam cair) dari Qatar via selat ini.

Jika jalur ini diblokade, pasokan energi ke kawasan Asia dan sebagian Eropa akan terganggu, memaksa negara-negara untuk mencari sumber energi alternatif dengan biaya lebih tinggi.

Industri-industri energi tinggi akan terpukul, menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

3. Picu Ketidakpastian dan Ketakutan Pasar

Penutupan Selat Hormuz oleh Iran bukan hanya sekadar isu regional, tapi dapat memicu gelombang ketidakpastian dan ketakutan besar di pasar global.

Mengingat selat ini merupakan jalur strategis untuk pengiriman sekitar 20 persen minyak mentah dunia, dan setiap ancaman terhadap kelancarannya langsung mempengaruhi harga minyak, kepercayaan investor, serta stabilitas ekonomi internasional.

Ketika ada ancaman penutupan atau konflik militer di sekitar kawasan itu, para pelaku pasar cenderung mengambil sikap agresif dengan menjual saham berisiko serta memindahkan aset ke tempat yang dianggap aman seperti emas atau dolar AS.

Langkah ini disebut sebagai “flight to safety”, atau pelarian modal ke instrumen yang lebih aman karena kekhawatiran terhadap ketidakpastian.

Namun upaya tersebut nyatanya bisa menurunkan pendapatan perusahaan, yang berarti nilai saham bisa turun tajam.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved