Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pemkab Minut

Minut Masuk dalam 6 Daerah di Sulawesi Utara yang Angka Prevalensi Stunting Alami Kenaikan

Angka prevalensi stunting di Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara, mengalami kenaikan di tahun 2024. 

Christian Wayongkere/tribun manado
PREVALANSI STUNTING - Kepala Perwakilan BKKN Provinsi Sulawesi Utara dr Jeanny Winokan. Ia menyebutkan Kabupaten Minut menjadi salah satu dari enam daerah di Sulut yang mencatatkan kenaikan prevalensi stunting berdasarkan data terbaru. 

TRIBUNMAANDO.CO.ID - Angka prevalensi stunting di Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara, mengalami kenaikan di tahun 2024. 

Hal ini diungkap dalam Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Minut sekaligus launching Aplikasi SIGAP Stunting dan JaGa Mahkota Minut, yang digelar di JG Center, Selasa (17/6/2025).

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Utara dr Jeanny Yola Winokan menyampaikan, Kabupaten Minut menjadi salah satu dari enam daerah di Sulut yang mencatatkan kenaikan prevalensi stunting berdasarkan data terbaru.

Selain Minut, daerah lain yang juga mengalami kenaikan yakni Kabupaten Kepulauan Sangihe, Minahasa Selatan, Minahasa, Kota Bitung, Tomohon, dan Kotamobagu.

“Berdasarkan data, target prevalensi stunting Minut tahun 2024 berada di angka 10,23 persen. Namun, hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan angka 10,9 persen, dan data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 melonjak hingga 18,9 persen. Artinya, terjadi gap yang cukup besar dan ada kenaikan dibanding tahun sebelumnya,” jelas dr Jeanny.

Meski demikian, dr Jeanny menilai strategi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Minut selama ini sudah maksimal. Namun, metode pengumpulan data dari SKI dan SSGI yang bersifat sensus dan survei nasional tidak bisa diintervensi daerah, sehingga tetap digunakan untuk penilaian kinerja pemerintah.

“Penanganan stunting tidak cukup hanya melihat masyarakat yang sudah masuk kategori stunting. Harus ada intervensi sejak dini, dimulai dari pencegahan keluarga berisiko stunting (KRS),” ujarnya.

Ia menjelaskan pentingnya data ‘by name by address’ untuk menangani dan mencegah stunting. “Bukan hanya mereka yang sudah stunting, tapi juga keluarga yang berpotensi menjadi stunting harus dicegah,” tegasnya.

Terkait berbagai metode penilaian seperti SSGI, SKI, dan e-PPGBM, dr Jeanny menekankan bahwa masing-masing memiliki fungsi berbeda.

SSGI menilai kinerja pemerintah melalui survei, sedangkan e-PPGBM menyasar individu berdasarkan nama dan alamat.

“Jangan bingung pakai data yang mana, karena semua format ini akan mendukung strategi di lapangan agar tepat sasaran. Lebih dari sekadar pemberian nutrisi, tetapi harus menyasar perubahan perilaku keluarga,” tambahnya.

Sementara itu, Bupati Minahasa Utara Joune Ganda, mengimbau agar aplikasi SIGAP Stunting dan JaGa Mahkota Minut benar-benar dimanfaatkan.

“Jangan sampai setelah launching tidak digunakan. Aplikasi ini bisa menyelesaikan banyak hal, membantu mitigasi, serta mencegah munculnya anak stunting baru,” tandas Ganda.

Ia juga menekankan pentingnya sinergitas lintas sektor dalam percepatan penurunan stunting.

“Komitmen saja tidak cukup, harus dibarengi dengan aksi nyata dan evaluasi berkala di tingkat daerah,” pungkas Joune Ganda.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved