Studi Baru Mengungkap Warna Merah Karat pada Planet Mars
Mars mudah dikenali di langit malam karena rona merahnya yang khas. Faktanya, warnanya sangat erat kaitannya dengan planet itu.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mars mudah dikenali di langit malam karena rona merahnya yang khas. Faktanya, warnanya sangat erat kaitannya dengan planet itu seperti halnya lautan Bumi atau cincin Saturnus.
Berkat eksplorasi wahana antariksa selama puluhan tahun, para ilmuwan mengetahui bahwa warna merah ini berasal dari debu yang kaya akan zat besi, senyawa yang sama yang memberi warna kemerahan pada karat dan bahkan darah.
Keberadaan oksida besi menunjukkan bahwa besi di bebatuan Mars pernah bereaksi dengan air cair atau dengan oksigen di atmosfer planet, mirip dengan pembentukan karat di Bumi.
Selama miliaran tahun, oksida besi ini terurai menjadi debu halus, yang kemudian terbawa angin kencang ke seluruh permukaan planet—proses yang masih berlanjut hingga saat ini.
Angin ini, bersama dengan aktivitas vulkanik di masa lampau Mars, membantu menyebarkan debu, membentuk penampakan khas planet ini.
Dikutip YNet, para ilmuwan masih memperdebatkan sumber oksigen dalam oksida besi Mars dan apakah hal itu menunjukkan bahwa planet itu pernah layak huni.
Salah satu teori utama menyatakan bahwa Mars pernah memiliki lautan yang luas, dan air yang berinteraksi dengan senyawa besi di permukaannya mungkin telah memindahkan atom oksigen, yang memicu proses pengaratan.
Akan tetapi, penelitian terdahulu yang didasarkan pada pengamatan jarak jauh gagal menemukan bukti langsung tentang peran air cair dalam oksidasi ini.
Pada tahun 2004, NASA menemukan partikel hematit di Mars—mineral yang berwarna merah dan sering terbentuk di dalam air. Para peneliti yakin hal ini mendukung gagasan bahwa Mars memiliki air cair miliaran tahun yang lalu.
Kini, sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications menunjukkan bahwa warna merah Mars lebih baik dijelaskan oleh jenis oksida besi yang berbeda, yang disebut ferrihidrit, yang mengandung air.
Penulis utama studi Dr Adomas Valantinas dari Universitas Brown mengatakan bahwa para peneliti mencoba menciptakan kembali debu Mars di laboratorium menggunakan berbagai jenis oksida besi.
"Kami menemukan bahwa ferrihidrit yang dicampur dengan basal, batuan vulkanik, paling cocok dengan mineral yang terlihat oleh wahana antariksa di Mars," katanya.
"Implikasi utamanya adalah karena ferrihidrit hanya dapat terbentuk saat air masih ada di permukaan, Mars berkarat lebih awal dari yang kita duga sebelumnya. Selain itu, ferrihidrit tetap stabil dalam kondisi Mars saat ini."
Untuk menirukan debu Mars, Valantinas dan timnya menggunakan teknik penggilingan canggih untuk menggiling partikel hingga berukuran hanya 1/100 kali lebar rambut manusia.
Mereka kemudian menganalisis sampel menggunakan teknik yang sama yang digunakan oleh wahana antariksa yang mengorbit Mars, dan akhirnya mengidentifikasi ferrihidrit sebagai yang paling cocok.
"Studi ini merupakan hasil kumpulan data pelengkap dari armada misi internasional yang menjelajahi Mars dari orbit dan di permukaan tanah," Colin Wilson, seorang ilmuwan di misi ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO) dan Mars Express milik Badan Antariksa Eropa.
Analisis dari Mars Express difokuskan pada mineralogi debu dan mengonfirmasi bahwa bahkan wilayah yang tertutup debu tebal pun mengandung mineral yang kaya air.
Sementara itu, orbit unik TGO memungkinkan para ilmuwan mengamati wilayah yang sama dalam kondisi pencahayaan yang berbeda, membantu mereka membedakan ukuran dan komposisi partikel—faktor kunci dalam menciptakan kembali debu Mars secara akurat di laboratorium.
Selain misi ESA, para peneliti juga menggunakan data dari Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) milik NASA dan pengukuran dari penjelajah Curiosity, Pathfinder, dan Opportunity.
"Kami sangat menantikan hasil dari misi mendatang seperti penjelajah Rosalind Franklin milik ESA dan Mars Sample Return milik NASA-ESA, yang akan memungkinkan kami menyelidiki lebih dalam apa yang membuat Mars berwarna merah," tambah Colin.
"Beberapa sampel yang telah dikumpulkan oleh penjelajah Perseverance milik NASA dan menunggu untuk dibawa kembali ke Bumi meliputi debu; begitu kami membawa sampel berharga ini ke laboratorium, kami akan dapat mengukur dengan tepat berapa banyak ferrihidrit yang terkandung dalam debu tersebut, dan apa artinya ini bagi pemahaman kita tentang sejarah air — dan kemungkinan adanya kehidupan — di Mars." (Tribun)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.