BPJS Kesehatan Naik
BPJS Kesehatan Direncanakan Akan Naik pada Tahun 2026, Menkes: Sudah Disampaikan ke Presiden Prabowo
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pemerintah berencana menyesuaikan atau menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Gryfid Talumedun
TRIBUNMANADO.CO.ID - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tengah menggodok rencana kenaikan iuran yang diproyeksikan akan diberlakukan pada 2026.
Langkah ini dianggap perlu diambil Pemerintah untuk menghindari potensi defisit yang dapat membebani dana jaminan sosial (DJS) kesehatan dan mencegah risiko gagal bayar di masa depan.
Pasalnya di tahun 2024 ini BPJS Kesehatan defisit anggaran sekitar Rp20 triliun dan tidak ada gagal bayar hingga tahun 2025.
Meski demikian, potensi gagal bayar bisa terjadi pada tahun 2026.
Baca juga: Daftar Gaji Pegawai PT Timah BUMN, Beda Berdasarkan Tingkat Jabatan, Tertinggi Ratusan Juta Rupiah
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, pemerintah berencana menyesuaikan atau menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026.
Budi menyebutkan, rencana ini sudah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, tetapi ia masih butuh waktu untuk menghitung rencana kenaikan tersebut bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
"BPJS saya sudah bilang ke Bapak (Prabowo), kalau hitung-hitungan kami sama Bu Menkeu (Sri Mulyani) 2025 harusnya aman. Di 2026 kemungkinan mesti ada adjustment (penyesuaian) di tarifnya," kata Budi usai bertemu Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025).
Budi mengatakan, perhitungan yang dilakukan Kemenkes dan Kemenkeu belum final sehingga angka kenaikan iuran BPJS Kesehatan belum dapat dipastikan.
Ia menyebutkan, proses penghitungann itu akan melibatkan pihak BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan, hingga Kemenkes.
Setelah hitung-hitungannya sudah lebih jelas, Budi dan Sri Mulyani akan melapor kembali kepada Prabowo.
"Saya minta waktu beliau nanti kalau hitung-hitungannya sudah pas mau menghadap (dengan) Bu Menteri Keuangan untuk menjelaskan," ucap Budi.
Di sisi lain, ia memastikan, kenaikan tarif ini tidak ada hubungannya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang saat ini masih dievaluasi hingga akhir Juni 2025.
"Enggak enggak, enggak ada hubungannya sama KRIS. Belum, belum ada angkanya. Makanya mesti hadap beliau, tapi sudah dikasih waktunya nanti aku sama Bu Ani (Sri Mulyani)," jelas Budi.
Rencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan sempat disampaikan pula oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.
Namun saat itu, rencana penetapan manfaat, tarif, dan iuran ditetapkan lebih cepat, paling lambat 1 Juli 2025.
Iuran peserta JKN perlu dinaikkan karena BPJS Kesehatan dihadapkan dengan ancaman defisit antara pembayaran klaim manfaat dan penerimaan iuran.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2024, defisit tercatat mencapai Rp 12,83 triliun.
Opsi menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pun bertujuan demi keberlangsungan program ini.
Menkes: Masyarakat Tak Perlu Khawatirkan Iuran BPJS Kesehatan 2025
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengenai iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2025.
Ia memastikan bahwa BPJS Kesehatan akan cukup kuat untuk mengelola keuangan pada tahun tersebut.
"Pada 2025, BPJS Kesehatan berdasarkan hitungan saya cukup kuat. Jadi, tidak usah khawatir," kata Budi Gunadi Sadikin di Solo, Jawa Tengah, seperti dikutip dari Antara, Minggu (8/12/2024).
Menurut Budi, yang lebih penting untuk dihitung adalah kebutuhan BPJS Kesehatan setelah tahun 2025.
"BPJS Kesehatan sudah saya hitung, pada 2025 tidak akan kekurangan duit," tambahnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat ini, bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sedang menghitung secara cermat berapa sebenarnya kebutuhan dana BPJS Kesehatan untuk masa depan. Budi menambahkan, jika ada penyesuaian tarif, hal itu juga akan diperhitungkan.
Budi Gunadi Sadikin menjelaskan lebih lanjut terkait kondisi keuangan BPJS Kesehatan. Ia mengatakan bahwa setiap perusahaan asuransi pasti memiliki klaim yang lebih kecil daripada premi yang diterima.
"Dia harus jaga itu. Kita ngomongin bilangan besar, mungkin nggak 280 juta penduduk Indonesia mati atau jantung, kan nggak mungkin," ujarnya.
Menurutnya, dengan metode aktuaria yang digunakan dalam perhitungan asuransi, jumlah premi yang masuk dari 280 juta penduduk Indonesia bisa digunakan untuk menutup biaya besar, seperti pengobatan sakit jantung atau kanker, serta biaya terkait bencana alam.
"Itu bisa menutup Rp2 juta biaya sakit jantung, Rp1 juta biaya kanker, Rp500 ribu bencana alam, itu ada hitungannya," jelas Budi.
Ia menekankan bahwa jika penghitungan dan eksekusinya dijalankan dengan disiplin, maka keuangan BPJS Kesehatan akan tetap sehat dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sebelumnya, isu terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan mencuat seiring dengan rencana pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Isu ini diperburuk oleh spekulasi mengenai defisit anggaran dan potensi gagal bayar BPJS Kesehatan.
Namun, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, sebelumnya memastikan bahwa aset neto BPJS Kesehatan masih dalam kondisi sehat meskipun ada risiko defisit.
Ghufron menjelaskan bahwa salah satu faktor yang meningkatkan risiko defisit adalah meningkatnya pemakaian layanan BPJS Kesehatan.
Saat ini, sekitar 1,7 juta orang setiap hari menggunakan layanan BPJS Kesehatan, yang membuat utilisasi semakin tinggi.
Namun, ia memastikan bahwa BPJS Kesehatan tetap dapat memenuhi kewajiban membayar rumah sakit pada 2025.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.