Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Pahlawan

Mengenang Perjuangan John Lie, Pahlawan Nasional Asal Sulut, Dijuluki Belanda Hantu Selat Malaka

Laksamana Muda TNI John Lie, pejuang Republik Indonesia asal Sulawesi Utara yang dijuluki Hantu Selat Malaka oleh Belanda.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Rizali Posumah
HO/Wikipedia
Laksda TNI John Lie, yang dikenal dengan julukan Hantu Selat Malaka oleh pasukan Belanda selama perang kemerdekaan Republik Indonesia. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Ada banyak kisah heroik yang dicatat sejarah selama masa perang revolusi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949).

Salah satunya adalah kisah perjuangan John Lie di palagan laut.

John Lie, yang dikenal dengan julukan Hantu Selat Malaka oleh pasukan Belanda, merupakan sosok pejuang yang selalu lolos dalam menghadapi blokade laut yang diterapkan oleh Belanda.

Keberanian, kecakapannya dan dedikasinya dalam menjalankan misi berisiko tinggi membuatnya masuk di jajaran Pahlawan Nasional Republik Indonesia. 

Takdir Menjadi Pelaut

Laksamana John Lie
Laksamana John Lie (Dokumentasi Tribun Manado)

John Lie, dilahirkan di Manado pada 9 Maret 1911 oleh seorang ibu bernama Oei Tjeng Nie Nio.

Ia tumbuh di keluarga berada berdarah Tioghoa-Manado. 

Ayahnya, Lie Kae Tae, adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki perusahaan pengangkutan.

Sejak muda, John Lie sudah tertarik dengan dunia pelayaran. 

Meskipun dia menempuh pendidikan di sekolah berbahasa Belanda, Hollands Chinese School (HCS) dan Christelijke Lagere School, jiwanya tak bisa lepas dari samudera.

Pada usia 17 tahun, ia memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya dan menuju Batavia (sekarang Jakarta), di mana ia mulai bekerja sebagai buruh sambil mengikuti kursus navigasi.

Takdir membuatnya direkrut perusahaan pelayaran Belanda sebagai klerk mualim III di kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij.

Pada 1942, John Lie ditugaskan ke Koramshar, Iran, di mana ia mendapat pendidikan militer.

Keahliannya di dunia pelayaran, yang dipadu dengan kemampuan navigasi dan strategi, kelak menjadi modal pentingnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pejuang Kemerdekaan

Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, John Lie yang tengah berada di luar negeri segera kembali ke tanah air.

Dengan tekad bulat untuk berkontribusi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, ia bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dan akhirnya diterima di Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).

Dalam perjuangan melawan Belanda, John Lie tidak hanya berperan sebagai pelaut, tetapi juga sebagai pemimpin yang cerdik.

Salah satu peran penting yang diembannya adalah menembus blokade laut yang dilakukan Belanda untuk mengisolasi Indonesia.

Saat itu, Belanda berusaha menghalangi pasokan senjata dan logistik yang sangat dibutuhkan oleh pejuang kemerdekaan.

John Lie memimpin berbagai operasi penyelundupan senjata dan bahan kebutuhan lainnya. Dengan menggunakan kapal-kapal kecil, yang salah satunya dikenal dengan nama The Outlaw, ia berhasil menembus blokade Belanda yang ketat.

Hasil bumi yang dibawa ke Singapura ditukarkan dengan senjata, yang kemudian digunakan untuk memperkuat perjuangan di Sumatra dan wilayah lainnya.

Keberhasilan John Lie dalam menjalankan misinya membuat Belanda sangat kesulitan.

Mereka pun memberi julukan "Hantu Selat Malaka" kepada John Lie, karena kecepatannya dalam menembus blokade dan melakukan penyelundupan tanpa terdeteksi.

Keluarga dan Kehidupan Pribadi

Meskipun dikenal sebagai sosok yang keras di medan pertempuran, kehidupan pribadi John Lie jauh dari sorotan media.

Ia baru menikah pada usia 45 tahun dengan seorang wanita bernama Margaretha Dharma Angkuw, yang seorang pendeta.

Di usia yang sudah tidak muda lagi, pernikahannya menambah babak baru dalam kehidupannya, meskipun tanggung jawabnya sebagai tentara selalu mendahului segalanya.

Pada tahun 1966, John Lie mengganti namanya menjadi Jahja Daniel Dharma sebagai tanda kedewasaan dan dedikasinya terhadap bangsa.

John Lie meninggal pada 27 Agustus 1988, karena stroke.

Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Penghargaan dan Pengakuan Negara

KRI John Lie1111
KRI John Lie1111 (TRIBUNMANADO/CHRISTIAN WAYONGKERE)

Atas jasa-jasanya terhadap Bangsa dan Negara ia dianugerahi berbagai penghargaan, termasuk Bintang Mahaputera Utama yang diberikan oleh Presiden Soeharto pada 1995.

Penghargaan ini merupakan pengakuan atas dedikasi dan pengorbanan John Lie dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pada 9 November 2019, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada John Lie, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 058/TK/Tahun 2009.

Pada 13 Desember 2014, nama John Lie diabadikan dalam sebuah kapal perang KRI John Lie 358, yang diresmikan di Pelabuhan Samudera Bitung, Sulawesi Utara.

Melacak rumah masa kecil John Lie

Hendri Gunawan peneliti Tionghoa kepada Tribun Manado membeber rumah kelahiran John lie di Kanaka Manado berhasil dilacak.

Letaknya di belakang Gelael Supermarket di Jalan Sudirman.

"Itu rumah orang tua John Lie, namun sudah pindah tangan karena dijual," katanya kepada Tribun Manado Senin (9/8/2021) di Manado.

Tribun melakukan penelusuran rumah tersebut pada Senin (9/8/2021). 

Tepat di belakang Gelael Sudirman terdapat sebuah ruko besar.

Para sejarawan percaya bangunan ruko itu dulunya rumah kelahiran John Lie. Ruko itu bersusun dua. Kala itu dalam keadaan tertutup. 

Depan ruko parkir sejumlah motor. Pengendaranya duduk di lantai ruko. Ada pula yang tidur.

Beberapa pengendara adalah pengemudi ojek online. 

Ruko itu berada di sudut jalan sebuah pertigaan. Samping kanan ruko hanya ada dua rumah tua. 

Di kirinya ada ruko. Sebuah rumah tua lagi berada di belakangnya.

"Kami hanya dengar dengar saja, kalau itu rumah John Lie," kata seorang warga setempat yang enggan namanya disebut.

Tempat itu hanya terpisah ratusan meter dari DAS Tondano. Ke Pelabuhan Manado berjarak hampir sekilo.

John Lie dilahirkan di Kanaka, Manado, pada 9 Maret 1911 dari pasangan Lie Kae Tae dengan Maryam Oei Tseng Nie. (tribunmanado.co.id/Art/Grid.id)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>

Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>

Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>> 

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved