Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sejarah Sulawesi Utara

Sejarah Watu Pinawetengan dan Awal Terbentuknya 9 Etnis Minahasa

Di momen HUT Minahasa tahun 2024 kali ini, patut direfleksikan sejarah panjang keunikan dan kebudayaan Minahasa.

|
Penulis: Mejer Lumantow | Editor: Rizali Posumah
tribunmanado.co.id/Mejer Lumantouw
Watu Pinawetengan tempat sakral yang dipercaya masyarakat Suku Minahasa sebagai temmpat awal terbentuknya 9 sub etnis minahasa. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara genap berusia 596 tahun.

Di momen HUT Minahasa tahun 2024 kali ini, patut direfleksikan sejarah panjang keunikan dan kebudayaan Minahasa.

Salah satunya, sejarah Watu Pinawetengan

Nama Watu Pinawetengan berasal dari bahasa lokal yang berarti "batu tempat berpikir" atau "batu tempat berdiskusi"

Sedangkan tanah diambil dari Cagar Budaya Watu Pinawetengan yang merupakan awal mula peradaban Suku Minahasa yaitu suku terbesar di Sulawesi Utara.

Watu Pinawetengan dahulu digunakan oleh para leluhur sebagai tempat pertemuan dan musyawarah untuk menentukan sesuatu. 

Musyawarah terpenting yang pertama kali dilakukan di Watu Pinawetengan sekitar 1.000 SM.

Tak dapat disangkal, Kebudayaan di Tanah Minahasa, seolah telah menjadi jati diri masyarakat Sulawesi Utara

Pasalnya, di Minahasa banyak terdapat situs budaya peninggalan nenek moyang Minahasa, satu di antarannya adalah Situs cagar Budaya Watu Pinawetengan.

Watu Pinewetengan ini menjadi tempat bersejarah di tanah Minahasa dimana berbagai suku dan etnis terbentuk disini. 

Mengunjungi tempat ini, memakan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan mobil yang ditempuh dari kota Manado. 

Sepanjang jalan, dari Kawangkoan terlihat hamparan sawah apalagi saat memasuki Desa Pinabetengan, Kecamatan Tompaso di lereng Gunung Soputan, Kabupaten Minahasa itu. 

Jalan menuju obyek wisata Watu Pinawetengan memang beraspal namun cukup sempit. Kendati begitu, penduduk sekitar desa pun sangat ramah menyambut para pengunjung.

Setelah melewati hamparan sawah dan ladang, akhirnya terlihat juga bangunan seperti rumah dengan atap putih dan lambang burung hantu berwarna kuning.

Tiang berwarna merah berjumlah sembilan dan di bawahnya terdapat batu dengan panjang 4 meter dan tinggi 2 meter.

Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, bentuk batu ini seperti orang bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selain itu, bentuk batu ini juga seperti peta pulau Minahasa

Batu ini menurut para arkeolog, dipakai oleh nenek moyang orang Minahasa untuk berunding.

Maka tak heran, namanya menjadi Watu Pinawetengan yang artinya Batu Tempat Pembagian.

Di tempat inilah, sekitar 1000 SM terjadi pembagian sembilan sub etnis Minahasa yang meliputi suku Tontembuan, Tombulu, Tonsea, Tolowur, Tonsawang, Pasan, Ponosakan, Bantik dan Siao. 

Selain membagi wilayah, para tetua suku-suku tersebut juga menjadikan tempat ini untuk berunding mengenai semua masalah yang dihadapi.

Nah jika pengunjung melihat dari dekat, terdapat goresan-goresan di batu tersebut membentuk berbagai motif dan dipercayai sebagai hasil perundingan suku-suku itu.

Motifnya ada yang berbentuk gambar manusia, motif daun dan kumpulan garis yang tak beraturan.

Bongkahan batu besar alamiah ini ternyata juga menyimpan sisi magis religius. Tak jarang banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang untuk berziarah mengajukan permohonan melalui ritual-ritual tertentu yang dipercaya.

Menurut juru kunci Watu Pinawetengan, Ari Ratumbanua, saat ditemui Tribunmanado.co.id, mengatakan selain warga Lokal, banyak turis mancanegara yang berziarah di tempat ini, biasanya dari Belanda, Jerman, Australia dan Inggris. 

"Mereka yang kemari biasanya punya permohonan masing-masing dan batu ini dipakai sebagai sarana untuk mendekat pada Sang Pencipta," ujar Ari.

Dirinya menuturkan, Batu ini bisa dikatakan tonggak berdirinya subetnis yang ada di Minahasa dan menurut kepercayaan penduduk berada di tengah-tengah pulau Minahasa.

Adapula ritual khusus yang diadakan tiap awal tahun baru tepatnya tanggal 3 Januari untuk melakukan ziarah.

Beberapa kejadian aneh, menurutnya, juga sering terjadi di tempat ini seperti orang terlempar keluar area, mobil berjalan sendiri, ada yang memukul dari belakang. 

"Biasanya kalau kejadian seperti itu karena yang berkunjung sudah memiliki niat tidak baik," jelasnya.

Sementara itu, Watu Pinawetengan ini karena nilai sejarah dan budaya yang kental, tiap tanggal 7 Juli dijadikan tempat pertunjukan seni dan budaya.

Watu Pinawetengan ini juga telah menjadi wisata yang memiliki nilai sejarah di tanah Minahasa.

Selain suasananya yang sejuk, dengan nuansa pegunungan yang indah, anda bisa mendapatkan pengetahuan tentang sejarah tanah Minahasa dan kearifan lokal masyarakat Minahasa. (Mjr)

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Bergabung dengan WA Tribun Manado di sini >>>

Simak Berita di Google News Tribun Manado di sini >>>

Baca Berita Update TribunManado.co.id di sini >>> 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved