Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Rangkuman Materi

Rangkuman Materi Pendidikan Pancasila Kelas 11 SMA Bab 2 A, Periodisasi Pemberlakuan UUD Indonesia

Rangkuman materi tentang Periodisasi Pemberlakuan UUD di Indonesia. Bab 2 Buku Pendidikan Pancasila SMA Kelas 11 Demokrasi Berdasarkan UUD NRI 1945.

Tribun Manado
Simak Rangkuman Materi Pendidikan Pancasila Kelas 11 SMA Bab 2 A tentang Periodisasi Pemberlakuan UUD Indonesia. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berikut rangkuman materi atau ringkasan mata pelajaran Pendidikan Pancasila untuk SMA Kelas 11, Kurikulum Merdeka.

Dalam artikel ini kami sajikan rangkuman materi Pendidikan Pancasila Kelas 11 SMA tentang Periodisasi Pemberlakuan UUD di Indonesia.

Materi ini dibahas dalam Bab 2 Buku Pendidikan Pancasila untuk SMA Sederajat dengan tema Demokrasi Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945.

Buku ini diterbitkan oleh Kemdikbudristek RI 2023 dan diunggah secara daring di buku.kemdikbud.go.id.

Simak rangkuman materi tentang Periodisasi Pemberlakuan UUD di Indonesia selengkapnya.

Bagian A tentang Periodisasi Pemberlakuan UUD di Indonesia

Kebebasan berdemokrasi di Indonesia dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), yaitu:

Pasal 28
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

Pasal 28 E ayat (3)
"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat"

Adapun nilai-nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila terdapat pada Alinea IV UUD NRI Tahun 1945, yaitu:

“... yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ...”.

Kedaulatan rakyat adalah esensi dari demokrasi. Unsur utama dari demokrasi Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah prinsip musyawarah mufakat, di mana prinsip ini bersumber dari sila keempat
Pancasila, yang intinya adalah mencapai suatu keputusan berdasarkan kesepakatan
bersama.

Konsep demokrasi musyawarah versi Indonesia merupakan salah satu jenis dari teori demokrasi konsensus (Munir Fuady, 2010). Artinya, ia lebih menekankan konsensus daripada oposisi, lebih merangkul daripada memusuhi,
lebih baik berkoalisi daripada demokrasi lima puluh plus satu.

Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, semuanya menganut demokrasi Pancasila. Hal itu terlihat dalam ketentuan-ketentuan berikut ini:

  • Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) berbunyi “kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
  • Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sesudah diamandemen) berbunyi “kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”.
  • Dalam Konstitusi RIS, Pasal 1: Ayat (1), “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Ayat (2), “Kekuasaan Kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat dan senat”.
  • UUDS 1950, Pasal 1: Ayat (1), “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”. Ayat (2), “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan rakyat
    dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat”

Secara normatif Indonesia merupakan negara demokrasi.

Berikut ini indikator suatu negara telah menerapkan sistem yang demokratis, dikemukakan oleh Affan Gaffar.

  1. Akuntabilitas, artinya semua pemegang jabatan yang dipilih rakyat, harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan, perilaku, dan kebijakan yang diambil kepada rakyat.
  2. Rotasi kekuasaan, artinya pergantian pemegang jabatan dilakukan secara teratur dan damai.
  3. Rekrutmen politik yang terbuka, artinya semua orang memiliki peluang yang sama dalam mengisi kekosongan jabatan.
  4. Pemilihan umum yang dilaksanakan sebagai wujud pelaksanaan rotasi kepemimpinan, artinya semua orang yang memenuhi persyaratan memiliki hak untuk memilih dan dipilih secara bebas sesuai hati nuraninya tanpa rasa
    takut dan tanpa ada paksaan.
  5. Pemenuhan hak-hak dasar, artinya setiap warga negara dapat menikmati hak dasar mereka secara bebas, hak berpendapat, berserikat, dan berkumpul, dan menikmati pers yang bebas.

Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia:

  1. Demokrasi Parlementer (1945 - 1959)
  2. Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965)
  3. Demokrasi Pancasila era Orde Baru (1965 - 1998)
  4. Demokrasi Reformasi (1998 - sekarang)

Berikut ini pelaksanaan kehidupan demokrasi di Indonesia dari masa ke masa dengan melihat pemberlakukan konstitusi di Indonesia

1. UUD 1945 (18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949)

Pada periode ini, belum semua indikator terpenuhi. Pada saat itu pemerintah sedang memusatkan perhatiannya pada upaya untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga ke daulatan negara.

Pelaksanaan demokrasi pada periode ini baru terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.

Sehari setelah Indonesia merdeka, tepatnya 18 Agustus 1945, Indonesia memberlakukan UUD 1945 yang merupakan konstitusi tertulis pertama, penanda diterapkannya demokrasi konstitusional.

Naskah UUD 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal, meliputi 71 butir ketentuan tanpa Penjelasan.

Menurut Yamin, Konstitusi RI yang diputuskan dalam rapat PPKI pada 18 Agustus 1945 memiliki kekuatan mengikat. Artinya, Undang-Undang Dasar ini sebagai dasar hukum yang bersifat mengikat, meskipun dikatakan oleh Sukarno masih bersifat sementara mengingat situasi, kondisi, dan kebutuhan yang mendesak saat itu.

Konstitusi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

  1. Mukadimah Konstitusi yang dinamai bagian Pembuka
  2. Batang Tubuh Konstitusi yang terdiri atas XV bab dalam 36 pasal
  3. Bagian Penutup Konstitusi yang terbagi atas Bab XVI Pasal 37, tentang Perubahan Undang-Undang Dasar, Aturan Peralihan dalam IV pasal dalam dua ayat.

Pembukaan dan pasal-pasal itu di kemudian hari baru diberi Penjelasan oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo. Selanjutnya, UUD 1945 tersebut dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946. Pembukaan dan
pasal-pasal terdapat pada halaman 45-48, penjelasan pada halaman 51-56, dan Pembukaan, Teks Proklamasi ada pada halaman 45. Secara garis besar, UUD 1945 terdiri atas:

  1. Pembukaan
  2. Batang Tubuh
  3. Penjelasan

PPKI kemudian berhasil menetapkan UUD 1945 dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, melahirkan alat kelengkapan negara lainnya, menentukan pembagian wilayah Republik Indonesia, jumlah departemen, membentuk
Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah lembaga-lembaga kekuasaan terbentuk dan menjalankan
fungsinya, PPKI bubar.

KNIP dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintahan selama belum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sesuai amanat Pasal IV Aturan
Peralihan UUD 1945.

Menurut UUD, kabinet pertama Republik Indonesia terdiri dari Presiden dan Pembantu Presiden dalam menjalankan tugas kenegaraan yang dilantik pada 2 September 1945.

Dengan demikian, sejak 3 September 1945, Presiden dalam melaksanakan tugas bekerja secara kolegial bersama Wakil Presiden dan para menteri.

Presiden dalam melaksanakan tugas berdasarkan pasal-pasal Batang Tubuh dan Pasal IV Aturan Peralihan. Artinya, Presiden juga bertindak sebagai MPR, DPA, dan sekaligus DPR.

Selain itu, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Pada 17 Oktober 1945, dibentuk Badan Pekerja KNIP (BP KNIP) dengan tugas utama membentuk MPR dan DPR.

Selanjutnya, BP KNIP mengusulkan kepada pemerintah untuk mendirikan partai politik seluas-luasnya, melalui
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dengan keluarnya maklumat tersebut, berdirilah 40 partai politik yang ikut berpartisipasi dalam percaturan politik nasional.

Perubahan-perubahan pada periode berlakunya UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI meliputi:

  • Istilah hukum dasar diganti menjadi undang-undang dasar
  • Kata mukadimah diganti menjadi pembukaan
  • Dalam suatu hukum dasar diubah menjadi dalam suatu undang undang dasar
  • Diadakannya ketentuan tentang perubahan undang-undang dasar yang sebelumnya tidak ada.

2. UUD RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950)

Konstitusi RIS secara resmi mulai berlaku pada 27 Desember 1949, setelah KNIP dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah memberikan persetujuan.

Dasar hukum pemberlakuan Konstitusi RIS adalah Keputusan Presiden RIS No. 48 tanggal 31 Januari 1950 (Lembaran Negara 50-3).

Pada 27 Desember 1949, terjadi tiga peristiwa penting lainnya, yaitu:

  • Penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda yang diwakili Ratu Juliana kepada Mohammad Hatta sebagai wakil Republik Indonesia Serikat di Belanda.
  • Penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta.
  • Penyerahan kekuasaan dari wakil Belanda Lovink kepada wakil Indonesia Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta.

Pada periode berlakunya UUD RIS, UUD 1945 tetap berlaku, tetapi hanya di Negara Bagian Republik Indonesia di Yogyakarta dengan Presiden Mr. Assaat.

Selama Konstitusi RIS diberlakukan, banyak aspirasi yang muncul dari negara-negara bagian untuk kembali bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Akhirnya, pada 17 Agustus 1950, disepakati kembali ke bentuk
negara kesatuan.

Konstitusi RIS atau UUD RIS 1945 terdiri atas:

  • Mukadimah, terdiri atas 4 alenia.
  • Batang Tubuh, terdiri atas 6 bab, 197 pasal
  • Lampiran

Beberapa ketentuan pokok dalam UUD RIS 1949:

Bentuk negara serikat dan bentuk pemerintahan republik

Sistem pemerintahan parlementer dengan perdana menteri menjabat sebagai kepala pemerintahan.

3. Undang-Undang Dasar Sementara/UUDS (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)

Pada 15 Januari 1950, Kabinet RIS mengundangkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1950 yang
mengatur penyerahan tugas-tugas pemerintahan di Jawa Timur kepada Komisaris Pemerintah.

Langkah ini kemudian di ikuti negara bagian Pasundan dan negara bagian lainnya pada 10 Februari 1950.

Perubahan UUD RIS ke Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dituangkan dalam Undang-Undang Federal No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Undang-Undang Dasar ini dinamakan sementara karena memang sifatnya hanya sementara, menunggu terpilihnya
Dewan Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan UUDS 1950.

Sistematika UUDS 1950:

  1. Mukadimah, terdiri atas 4 alinea
  2. Batang Tubuh, terdiri atas 6 bab dan 146 pasal

Isi pokok yang diatur dalam UUDS 1950:

  1. Bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik
  2. Sistem pemerintahan parlementer
  3. Ada badan konstituante yang akan menyusun undang-undang dasar tetap menggantikan UUDS 1950

Sukarno pun mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisi:

  1. Membubarkan badan Konstituante;
  2. Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
  3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah karena pada masa UUDS 1950, terjadi gejolak yang menyebabkan kondisi politik tidak stabil. Tercatat pada periode 1950-1959, terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Hal ini mengakibatkan ketidakpuasan pemerintah daerah karena pusat sibuk dengan pergantian kabinet dan tidak memperhatikan daerah. Selain itu, Konstituante sebagai badan yang diberi tugas untuk menyusun undang-undang permanen ternyata tidak berhasil. 

Sejak dikeluarkannya Dekrit tersebut, kita menggunakan kembali UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

Periode ini merupakan periode di mana semua indikator demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan politik
di Indonesia.

  1. Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari adanya mosi tidak percaya kepada pemerintah dan kabinet meletakkan jabatannya.
  2. Indikator akuntabilitas, terlihat pada berfungsinya parlemen dan media massa berfungsi sebagai kontrol sosial.

    Kehidupan kepartaian memperoleh peluang untuk berkembang secara maksimal.

  3. Munculnya multipartai dan pemerintah memberikan kebebasan dalam menentukan ketua dan anggota pengurus.
  4. Terlaksananya pemilu yang demokratis, pemilih dapat menggunakan hak pilih tanpa ada tekanan dari pemerintah.
  5. Adanya kebebasan berserikat dan berkumpul dibuktikan dengan berdirinya sejumlah partai politik. Kebebasan pers juga dapat dirasakan.
  6. Daerah-daerah memperoleh hak otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi dalam mengatur hubungan pusat dan daerah.

4. UUD NRI Tahun 1945 (5 Juli 1959 - 19 Oktober 1999)

Pemilu tahun 1955 untuk memilih DPR dan anggota konstituante terlaksana dengan baik. Namun, konflik antarelite politik tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Wakil Presiden Moh Hatta mengundurkan diri pada 1 Desember 1956. Salah satu alasan mengapa Hatta mundur adalah ketidaksetujuannya terhadap konsep Sukarno tentang demokrasi terpimpin dan penguburan partai politik
yang menurutnya dapat mengakibatkan kekuasaan tanpa kontrol yang didukung oleh golongan tertentu.

Konstituante yang tidak dapat mengambil keputusan mengenai rancangan konstitusi, menambah situasi politik tidak stabil. Oleh karena itu, ada upaya pemerintah untuk kembali ke UUD 1945.

Pada 22 April 1959, Presiden memberikan amanat kepada sidang konstituante yang memuat anjuran Kepala Negara dan Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 tanpa melalui amandemen dengan empat alasan.

  1. UUD 1945 menjadi jalan keluar.
  2. Makna simbolik UUD 1945 sangat besar, yaitu sebagai UUD yang berakar pada kebudayaan Indonesia dan merupakan perwujudan ideologi Indonesia yang sesungguhnya.
  3. Struktur organisasi negara yang digariskan UUD 1945 akan memperlancar jalannya pemerintahan yang efektif.
  4. Kembali ke UUD 1945 benar-benar sesuai hukum yang berlaku.

Amanat untuk kembali ke UUD 1945 menjadi perdebatan. Tiga kali mengadakan pemungutan suara untuk memutuskan kembali ke UUD 1945 mengalami kebuntuan.

Pemungutan pertama dilakukan pada 30 Mei 1959 dengan pilihan mendukung kembali UUD 1945 atau menolak yang menghasilkan 269 suara mendukung dan 199 menolak. Hasil tersebut tidak memenuhi syarat karena suara yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 2/3 dari 474 anggota yang hadir, yaitu 316 suara.

Pemungutan suara kedua dilakukan pada 1 Juni 1959 yang menghasilkan 246 mendukung dan 204 menolak. Suara yang diperlukan adalah 312 suara.

Pemungutan suara ketiga dilakukan pada 2 Juni 1959 dengan cara terbuka yang menghasilkan 263 mendukung dan 203 menolak.

Akhirnya, pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden dan diterima oleh DPR hasil pemilu 1955 secara aklamasi pada 22 Juli 1959.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved