Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Digital Activity

Penjelasan Wali Kota Maurits Mantiri soal Musibah Bencana Alam Silih Berganti Menerpa Bitung Sulut

Mulai dari banjir Bandang tanggal 2 Maret 2024 yang merendam banyak rumah di Kelurahan Girian Atas, Girian Weru 1.

tribunmanado.co.id/Christian Wayongkere
Wali Kota Bitung Maurits Mantiri saat podcast bersama Tribun Manado di ruang Command Center kantor Wali Kota Bitung, Sulawesi Utara. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID -  Kota Bitung, Sulawesi Utara, silih berganti mengalami bencana alam. 

Mulai dari banjir Bandang tanggal 2 Maret 2024 yang merendam banyak rumah di Kelurahan Girian Atas, Girian Weru 1, Girian Bawah Kecamatan Girian dan Kelurahan Manembo-Nembo Kecamatan Matuari.

Kemudian pada tanggal 7 April 2024, bencana alam banjir, banjir bandang, tanah longsor serta angin kencanag terjadi.

Puncaknya sejak Kamis 18 April 2024, pemerintah Kota Bitung menjemput ratusan warga Tagulandang yang mengungsi akibat erupsi Gunung Ruang Sitaro Sulut.

Berikut petikan wawancara Tribun Manado dengan Wali Kota Bitung Maurits Mantiri soal bencana yang terjadi di Bitung, Sulawesi Utara

Boleh disampaikan pak, terkait lokasi Podcast di ruang apa?

Ini ruang command center, sudah setahun beroperasi.

Fungsinya pelayanan publik ke masyarakat, satu diantaranya lewat call center 112.

Semua warga menelpon apa saja urusan pelayanan publik diteruskan ke dinas terkait untuk ditindak lanjuti.

Adapula WAG untuk percepat proses eksekusi.

Ada juga proses peningkatan pengadaan cctv dibeberapa titik.

Untuk cctv yang ada dibeberapa simpang di sepanjang jalan di Kota Bitung, ada cctv yang menuju ke E-Tle tinggal tunggu dari Korlantas Mabes Polri untuk proses link tilang elektronik.

Sambil tunggu itu, ada cctv yang sudah konek online di ruang khusus Dinas Perhubungan, yang memberikan himbauan dan sosialisasi terkait lalulintas.

Dan bisa juga membantu pihak kepolisian, agar masyarakat aman dan terlindungi.

Apa penyebab dan dampak bencana alam yang melanda Kota Bitung beberapa waktu lalu?

Dari penjelasan BMKG, penyebab bencana karena curah hujan tinggi di Kota Bitung.

Normal curah hujan 80-100 mm, namun pada saat kejadian curah hujan hampir 400 mm, hingga awal kolonimbus terbentuk di atas langit Kota Bitung sehingga curah hujan besar.

Dampaknya banjir, luapan DAS, longsor. Langkah yang kami lakukan, upaya pertama saat bencana proses SK tanggap darurat bencana alam dan melakukan pencarian, evakuasi.

Dalam musibah ini tidak ada korban jiwa. 

Lalu pelayanan kesehatan dan pemberian makanan ke warga di tempat pengungsian, buka akses jalan yang tertutup, perbaiki jaringan listrik.

Ini bisa dilakukan karena malendong dan keroyokan dari semua pihak.

Dalam lima hari jalan-jalan di beberapa titik yang terdampak bencana sempat tertutup, bisa ditangani dalam waktu sekitar lima hari.

Kemudian dipersiapkan penanganan pasca bencana, dengan mendirikan posko tanggap darurat bencana.

Dari posko bencana, dikonsolidasikan semua kebutuhan masyarakat yang terkena dan terdampak bencana berupa bantuan dari berbagai pihak yang di ketahui dan transparan, semua pihak terkait pemberi dan penerima lewat webside resmi yang di buat.

Untuk distribusi atau penyerahan bantuan seperti apa?

Kami melalui BPBD Bitung, melakukan asessment dari data di 69 kelurahan ada 56 kelurahan kena bencana tersebar di delapan kecamatan.

Ada rumah yang rusak berat dan ringan hampir 200 rumah, ada hampir 3 ribu kepala keluarga yang terdampak bencana alam.

Kemudian melakukan koordinasi dengan Wakil Gubernur Steven Kandouw dan dari pihak BNPB RI, sampaikan ke pemkot Bitung untuk ajukan proposal akan mereka bantu.

Ada beberapa warga yang beranggapan bencana ini terjadi karena ada aktifitas pertambangan. Apa tanggapannya? Dan bagaimana pemerintah bekerja sama dengan perusahan tambang terkait keberlangsungan lingkungan?

Untuk kegiatan pertambangan di Kota Bitung sudah lalui kajian hingga mereka dapat izin.

Jika melihat dari ilmu kira-kira, sangat jauh dampak dan aspek lingkungan yang terjadi dari aktivitas tambang di Bitung karena jaraknya.

Ada wilayah yang dekat yaitu Batuputih, tergenang air jalan ke Batuputih.

Danau yang terbentuk itu dibuat danau buatan untuk dijadikan objek wisata asal pasokan air terpenuhi.

Mereka menggajukan surat ke pemerintah daerah untuk jalan milik pemerintah, terkait rencana pembuatan objek wisata buatan berupa danau.

Dari bencana jadi objek wisata, berdampak dan meninggakatkan perekonomian rakyat.

Menyangkut kebencanaan perlu pelatihan dan pengetahuan penanganan bencana, melakukan kajian dari penjelasan BMKG mengenai tingkat curah hujan.

Karena di tiap daerah beda sifatnya meski terjadi hujan deras dan ringan akan terjadi atau tidak banjir.

Mekanisme penanganan bencana berdasarkan impact best forcest atau buah pikiran semua pihak termasuk masyarakat.

Terjadinya banjir karena penebangan hutan, itu bisa saja satu di antara faktor dan masih banyak faktor lainnya.

Kemudian ketika kami turun cek ke lokasi longsor di Kelurahan Makawidey dan Tandursa Kecamatan Aertembaga, rata-rata yang terdampak warga tinggal di lereng dan bukit.

Biss saja pemerintah relokasi atau pindahkan, namun harus melihat kondisi kemampuan keuangan daerah dan pemerintah pusat.

Tetapi ada jalan keluarnya dari penelitian di lapangan, longsor yang terjadi karena tidak ada penanganan alur air. Kalau alur airnya bagus bisa cegah longsor.

Nah bagaimana, ketahui alur air? Dinas PUTR saja belum tentu bisa tahu kalau mereka tidaktongkrongin di lokasi.

Nah, kami meminta pendapat masyarakat dan mereka jelaskan tentang alur air, dan kami paham.

Sehingga pasca bencana akan ada bantuan material bangunan ke masyarakat buat alur air sendiri, langsung oleh masyarakat dengan koordinir langsung Sekda dan Kalaksa BPBD Bitung.

Staf khusus kami bidang lingkungan tengah mengkaji struktur tanah di Bitung, dan menerima masukkan dari Badan Geologi untuk meneliti tanah di Pulau Lembeh yang sifatnya atau tipe tanah alufial.

Selain itu ada juga informasi tua-tua warga di Pulau Lembeh yang sudah turun-temuran . Pertama antisipasi pepohonan yang akarnya tanah alufial di tebang.

Mengenai pengurangan risiko bencana seperti apa?

Sementara level tanah terlalu rendah, khusus di pusat kota Bitung.

Sehingga harus ditinggikan sehingga ketika curah hujan tinggi dan air laut pasang, jarak outlet pembuangan akhir dari drainase ke laut ketika air pasang tertutup akses ke laut dan terjadi hujan membuat tergenang.

Sehingga butuh birpikir teknis untuk di pusat kota Bitung, untuk daerah di lereng perlu atur alur air dan tanggul tepat.

Dan butuh informasi dari rakyat untuk selanjutnya mereka kerjakan, dan rutin pembersihan drainase. 

 

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved