Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Rupiah Anjlok 16.176 per Dolar AS, Ekonom: Indonesia Untung, Harga CPO - Nikel Berpotensi Naik

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi menaikkan harga minyak mentah ke 100 dolar per barel dan menguntungkan Indonesia.

Editor: Lodie Tombeg
Kolase Tribun Manado
Rupiah dan dolar AS. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi menaikkan harga minyak mentah ke 100 dolar per barel dan menguntungkan Indonesia. 

Sementara itu, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong memperkirakan, pada pembukaan perdagangan besok, rupiah masih akan tertekan atau melemah oleh laju dolar AS.

Lukman mengatakan, sentimen utama yang membuat dolar AS kembali menguat yaitu, karena masih adanya kenaikan inflasi dan imbal obligasi AS serta konflik di Timur Tengah.

“Konflik tersebut seperti yang terjadi baru-baru ini, serangan Iran ke Israel, dan rencana Israel yang ingin membalas Iran,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Selasa (16/4).

Sedangkan sentimen dari domestik atau dalam negeri, Lukman mengatakan bahwa investor sedang menantikan data penjualan ritel.

Lukman pun memprediksi rupiah pada besok, Rabu (17/4) akan berada di kisaran Rp 16.100 per dolar AS-Rp 16.250 per dolar AS.

Biaya Intervensi

Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang saat ini mengalami pelemahan hampir mendekati Rp 16.200 per dolar AS.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyampaikan, besaran biaya intervensi yang dikeluarkan oleh BI akan tergantung dari seberapa berkepanjangan konflik Iran dan Israel.

“Sepertinya baru hari ini BI melakukan intervensi karena kan kemarin libur. Tapi hari ini cukup besar ya intervensinya, kita juga masih terus update lagi datanya,” tutur Riefky kepada Kontan, Selasa (16/4).

Akan tetapi Ia belum bisa memastikan besaran biaya intervensi yang akan dikeluarkan oleh BI. Yang jelas, biayanya akan jauh lebih rendah dari saat BI melakukan intervensi pada pandemi Covid-19 2020 lalu.

Ini karena, saat pandemi Covid-19, BI juga melakukan burden sharing dengan pemerintah untuk menjaga defisit APBN. Pada 2020 lalu, kondisi defisit APBN mencapai 6,09 persen dari produk domestik bruto (PDB). (Tribun)

Sumber: Tribun Manado
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved