Pemilu 2024
Pilpres 2024 Tak Linier dengan Pileg: PDIP Peluang Raih "Golden Ticket" 2029
PDIP juga berpotensi meraih kembali "golden ticket" Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - PDIP berpeluang hattrick, menang tiga kali berturut-turut pada Pemilu 2024. PDIP juga berpotensi meraih kembali "golden ticket" Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Hasil quick count (hitungan cepat) Pemilu 2024 versi Litbang Kompas, PDIP memperoleh 16,29 persen, butuh 3,71 persen untuk mencapai presidential threshold (ambang batas mengusung presiden) di angka 20 persen kursi parlemen.
PDIP satu-satunya parpol peraih "golden ticket" di Pemilu 2019. Parpol yang dipimpin Megawati Soekarnoputri ini berhak mengusung pasangan capres-cawapres tanpa harus berkoalisi.
Hasil hitung cepat Pileg 2024 sampai hari ini Kamis (15/2/2024) masih terus dilakukan.
Dikutip dari Kompas.com, PDIP masih unggul dalam Pileg 2024 menurut hasil hitung Litbang Kompas pukul 16.43 Wita.
Perolehan suara partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu mencapai 16,29 persen.
Sementara di posisi kedua ada Partai Golkar (14,65 persen), Partai Gerindra (13,55 persen), dan Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB (10,83 persen).
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno angkat bicara soal suara Partai Gerindra yang belum berbanding lurus dengan keunggulan besar Prabowo Subianto.
Adi membandingkan dengan hasil Pileg PDI Perjuangan yang konsisten karena sukses mengkapitalisasi sumber daya politiknya, berbuah suara besar di Pileg.
"Saya tak kaget, kenapa karena PDIP hari ini partai yang punya resources (sumber daya), jejaring politik dan network yang solid tak tergantikan," kata Adi dikutip dari wawancara di TV One, Kamis (15/2/2024).
Adi mengatakan harusnya suara partai besutan Prabowo itu juga naik signifikan di Pemilu 2024.
"The one and only magnetnya Gerindra adalah Prabowo Subianto, mestinya naik secara signifikan, tapi hari ini quick count Gerindra baru 13 persen, bayangan saya Gerindra di atas 16. Itu artinya apa kemenangan Prabowo dalam konteks Pilpres tidak terlepas dari limpahan politik elektoral," katanya.
Dirinya menyebut dalam Pilpres 2024, suara Ganjar hilang dan kabur ke Prabowo karena pemilih loyal atau strong voternya Jokowi.
"Mereka orang yang mengaku puas dengan kinerja Jokowi perlahan pindah dan berikan dukungan untuk Prabowo," katanya.
Adi juga mengungkapkan alasan kenapa suara Gerindra belum melonjak signifikan.
"Ada distingsi antara pilpres dan pileg yang diselenggarakan secara serentak. Hati dan pikiran pemilih terbelah satu sisi pilpres pilih Prabowo, tapi pileg pilih yang lain. Ini lah potret politik kita yang tidak linier dan tidak bisa dibaca secara hitam dan putih," katanya.
Adapun quick count Litbang Kompas ini menggunakan metodologi stratified random sampling dan memiliki margin of error sebesar 1 persen.
Quick count ini dibiayai secara mandiri oleh Harian Kompas.
Hasil quick count bukanlah hasil resmi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan melakukan rekapitulasi suara secara berjenjang dari tingkat terendah sampai tertinggi, yakni tempat pemungutan suara (TPS), lalu kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Menurut Komisioner KPU RI Hasyim Asy’ari, penetapan hasil rekapitulasi suara dilakukan paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara.
Oleh karena pemungutan suara digelar secara serentak pada 14 Februari 2024, penetapan rekapitulasi suara nasional dilakukan paling lambat pada 20 Maret 2024.
Hasil quick count Litbang Kompas (data masuk 94,35 persen)
- PKB: 10,83 persen
- Gerindra: 13,55 persen
- PDIP: 16,29 persen
- Golkar: 14,65 persen
- Partai Nasdem: 9,75 persen
- Partai Buruh: 0,68 persen
- Partai Gelora: 0,83 persen
- PKS: 8,45 persen
- PKN: 0,22 persen
- Partai Hanura: 0,82 persen
- Partai Garuda: 0,28 persen
- PAN: 7,06 persen
- PBB: 0,38 persen
- Partai Demokrat: 7,61 persen
- PSI: 2,83 persen
- Perindo: 1,36 persen
- PPP: 3,91 persen
- Partai Ummat: 0,48 persen
Jokowi Tak Berefek ke Suara PSI
Hasil hitung cepat Litbang Kompas menunjukkan bahwa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diprediksi tidak akan masuk ke parlemen karena perolehan suaranya sementera ini 2,84 persen, di bawah parliamentary threshold 4 persen.
Peneliti Litbang Kompas Bestian Nainggolan mengatakan, hasil hitung cepat itu membuktikan bahwa sosok Presiden Joko Widodo tidak menjamin pendukungnya memilih partai yang dipimpin oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, itu.
"(Sosok Jokowi) enggak menjamin (orang memilih PSI)," kata Bestian kepada Kompas.com, Kamis (15/2/2024). Bestian menuturkan, pengaruh Jokowi terhadap PSI tidak sebesar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Partai Demokrat pada 2004.
Ia menjelaskan, ketika itu, SBY sedang berada dalam posisi yang dianggap menjanjikan oleh publik sehingga sukses mendongkrak suara Partai Demokrat. Untuk diketahui, suara Demokrat pada Pemilu 2004 berada di 7,45 persen, lalu melonjak menjadi 20,85 persen pada 2009 ketika SBY sudah lima tahun berkuasa sebagai presiden.
"Tawaran ini memberikan gambaran sosok tuh, kemudian tahap kedua setelah jadi presiden itu 20 (persen), tinggi kan? Setelah tidak jadi presiden, anjlok lagi," ujar Bestian. Menurut dia, situasi ini yang tidak dialami Jokowi karena mantan Wali Kota Solo itu baru diasosiasikan dengan PSI saat dirinya hendak lengser dari jabatan presiden.
"Sekarang posisinya Pak Jokowi sudah dalam posisi tidak menjadi presiden lagi ke depan kan, jadi dalam pikiran orang itu bukan harapan, masa lalu," kata Bestian. (Tribun)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.