Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

PBNU

Gus Yahya Berstatus Ketua Umum PBNU dan Kader PKB, Nahdlatul Ulama Terseret Politik Praktis?

Sorotan Gus Yahya berstatus Ketua Umum PBNU dan Kader PKB. Nahdlatul Ulama Terseret Berpolitik Praktis?

Editor: Frandi Piring
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya. Terbaru, sorotan tertuju pada Gus Yahya yang berstatus Ketua Umum PBNU dan Kader PKB. Pertanyaan muncul terkait apakah Nahdlatul Ulama terrseret politik praktis dengan PKB. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Berstatus rangkap sebagai Ketua Umum PBNU dan anggota PKB, Gus Yahya berikan penjelasan.

Sorotan tertuju pada hubungan PBNU dan PKB menjelang Pilpres 2024.

Gus Yahya memberikan penjelasan terkait hal tersebut ketika dicecar pertanyaan dari publik.

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bernama lengkap Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) ini mengatakan, ia hingga saat ini belum pernah keluar sebagai anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Mulanya awak media menanyakan hubungan PKB dengan PBNU yang dinilai tak harmonis sejak Gus Yahya memimpin lembaga ormas Islam terbesar itu.

Gus Yahya lantas mengatakan bahwa hubungan PBNU dan PKB benar-benar tidak erat, seperti halnya dengan partai-partai politik lainnya.

"Memang tidak erat, sama tidak eratnya dengan hubungan PBNU dengan partai lainnya, karena semua ini kami anggap sama," kata Gus Yahya dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (15/9/2023).

Ia kemudian menyinggung bagaimana PKB lahir dari rahim NU yang dimotori oleh dirinya sendiri dan para pengurus PBNU pada saat itu.

Alasan PBNU saat itu membentuk PKB karena ada banyak tokoh yang meminta agar ada partai yang bisa menjadi penampung suara warga Nahdliyin.

Namun, Gus Yahya menegaskan bahwa PBNU hanya orangtua PKB yang tak bisa terus-menerus menyuapi suara warga Nahdliyin.

"Silakan jalan berkompetisi dengan yang lain secara rasional, dan kami juga persilakan kepada masyarakat khususnya kepada warga NU, kami persilakan masyarakat untuk menilai partai-partai secara rasional," ujarnya.

Gus Yahya kemudian menyinggung bahwa dirinya adalah pentolan yang ikut memperjuangkan kelahiran PKB.

Bahkan, ia mengungkapkan, rumahnya yang berada di Rembang sering dijadikan tempat rapat untuk mematangkan PKB.

"Dan saya tidak pernah keluar dari PKB sampai hari ini.

Tapi, sebagai Ketua Umum PBNU, sebagai Ketua Umum PBNU saya tidak boleh menyeret NU ke dalam PKB," kata Gus Yahya.

"Sebagaimana halnya tidak boleh menyeret NU ke dalam partai yang lain untuk mendukung calon ini, calon itu,

karena tidak diperbolehkan oleh norma organisasi," ujarnya menegaskan.

Baca juga: Pantas Cak Imin Pilih Jadi Cawapres Anies, Ternyata Prabowo Diam-Diam Main Serong dengan Partai Lain

Gus Yahya larang anggota gunakan PBNU untuk ikut politik praktis

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengingatkan pengurus PBNU agar tidak mengatasnamakan lembaga untuk kepentingan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Menurut pria yang akrab disapa Gus Yahya itu, PBNU akan memberikan sanksi jika masih ada pengurusnya yang melakukan politik praktis atas nama NU.

"Kalau ada pengurus NU kemudian menggunakan lembaga NU untuk kegiatan politik politik praktis langsung kita tegur.

Kemarin, ada beberapa pengurus di tingkat kabupaten yang kita tegur," ujar Gus Yahya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/9/2023) malam.

"Karena, misalnya mengadakan deklarasi calon presiden di kantor NU. Ini endak boleh. Kita tegur.

Tapi, misalnya dia pribadi ikut ke sana ke mari itu hak pribadinya, tapi kalau menggunakan lembaga itu tidak boleh," katanya lagi menegaskan.

Gus Yahya lantas mengungkapkan, ada mekanisme yang dilakukan PBNU dalam memberi sanksi terkait politik praktis tersebut.

Pertama, pengurus yang melakukan pelanggaran akan diingatkan terlebih dulu. Kemudian, jika masih mengulangi, akan ada peringatan kedua.

"Kalau diulangi lagi, ya bisa diberhentikan. Itu semua ada mekanismenya.

Jadi kita ikuti seperti itu, tapi biasanya sekali diperingatkan sudah kapok," ujar Gus Yahya.

Selain itu, Gus Yahya juga menegaskan jika ada bakal calon presiden (capres) yang mengatasnamakan NU, maka hal tersebut tidak boleh dilakukan.

Namun, kepada bakal capres yang bersangkutan NU tidak bisa memberikan sanksi apabila bukan pengurus PBNU.

"Kalau mengatasnamakan lembaga tidak boleh. Kalau ada (bakal) capres mengatasnamakan NU karena bukan pengurus NU, ya kami cuma bisa mengatakan itu tidak benar misalnya begitu.

Tapi kan kami ndak bisa memberi sanksi apa-apa kalau bukan pengurus," kata Gus Yahya.

Lebih lanjut, Gus Yahya juga memberikan respons soal pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang mengimbau agar masyarakat tidak memilih calon presiden yang memecah belah masyarakat.

Ia menilai imbauan Menag tersebut bersifat positif.

"Saya kira mungkin ya kalau buat saya sih itu positif supaya masyarakat kita tidak lagi terjebak dalam situasi yang berpotensi perpecahan seperti itu," ujar Gus Yahya.

"Sejauh ini, kita lihat keadaan masih aman-aman saja. Kita belum tahu perkembangan nanti," katanya lagi.

Sementara itu, kedatangan Gus Yahya bertemu Presiden Jokowi untuk mengantarkan surat permohonan agar bisa membuka musyawarah nasional (Munas) dan konferensi besar (Konbes) Nahdatul Ulama di Pondok Pesantren Al Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur pada 18-20 September 2023.

"Tadi saya mengantarkan surat permohonan untuk Bapak Presiden untuk membuka Munas dan Konbes NU dan Alhamdulillah beliau mengonfirmasi, memastikan akan hadir tanggal 18 September," ujar Gus Yahya.

Baca juga: 152 Hari Menuju Pilpres 2024 - Survei: Pemilih PKB Cenderung ke Prabowo-Ganjar

Tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved