Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pengamen Badut di Manado

Badut di Lampu Merah Disebut Ganggu Arus Lalin, Ini Kata Perwakilan Pengamen di Kantor SatPol PP

Diketahui sejumlah pengamen badut mendatangi kantor SatPol PP Manado Perhubungan di jalan BW Lapian Tikala

Editor: Glendi Manengal
Kolase Tribun Manado
Badut di Lampu Merah ditertibkan SatPol PP disebut mengganggu arus lalu lintas 

Melihat tribunmanado.co.id, pria berumur 19 tahun ini mendekat.

Wajah perempuan yang tersenyum -karakter badut yang ia kenakan- terasa dekat di mata dan hati.

Iklan untuk Anda: Anda wajib minum ini! Agar tensi 120/80 dan pembuluh darah bersih
Advertisement by
 
Ia bergoyang sambil tangan kanannya menyodorkan kotak.

Ketika saya memperkenalkan diri sebagai wartawan, buru-buru ia mencabut topeng.

Tampaklah wajah Kude sesungguhnya. 

Wajah yang kelelahan, peluh memenuhi muka hingga lehernya. 
"Wuih panas sekali," kata dia.

Kude mengaku sudah berada di sana sejak pagi dan kegerahan.

"Tapi kalau begini tak makan," kata dia.

Saya pun mewawancarai Kude. 

Dia tak keberatan bercerita tentang hidupnya dari sebelum menjadi badut hingga kini. 

Kude berasal dari Gorontalo. 

Kesulitan ekonomi membuatnya tak bersekolah.

Karena itu, tak banyak pilihan baginya untuk bertahan hidup. 

Makanya, tawaran jadi badut langsung disambar Kude dengan sukacita. 

"Saya bekerja dengan senang hati," katanya. 

Majikan Kude ada di Paal Dua.

Bersama sejumlah rekannya, Kude menjelajahi lampu merah di Manado untuk mengais rezeki. 

Pekerjaan badut lampu merah, sebut dia, sangat sulit, butuh stamina tinggi.

Seharian mereka harus berdiri, bergoyang, kadang berlari di bawah sinar matahari terik. 

Itu semua dilakoni dalam balutan kostum badut yang sangat tebal. 

"Gerah rasanya, keringat banyak sekali. Kalori terbakar sangat banyak," katanya. 

Kude beberapa kali nyaris pingsan karena kehabisan tenaga.

"Syukurlah bisa teratasi. Saya harus bekali dengan pocari sweat agar tak habis tenaga," katanya.

Sinar matahari memang menyiksanya, tapi hujan bakal mematikannya.

Karena itulah Kude tak pernah mengutuk matahari.

"Kalau hujan justru tak bisa kita cari uang," kata dia. 

Ada malaikat, ada setan.

Itulah realitas hidup yang dialami semua manusia, termasuk Kude.

Banyak yang berhati malaikat.

"Ada yang kasih kami minuman, banyak pula yang kasih uang banyak. Tapi ada pula yang sengaja menyambar kami dengan kendaraan," kata dia. 

Bekerja seminggu penuh dari pagi hingga malam dengan sistem shift, Kude beroleh cuan sekira Rp 300 ribu per hari.

Potong setoran ke bos dan biaya lain-lain, ia mengantongi bersih Rp 100 ribu per hari. 

Kude mengaku kerap kelelahan, tapi ia tidur nyenyak. 

Tak ada beban menghimpit, tak ada yang ia lukai, rugikan, atau curi. 

Ia hanya bergoyang untuk menghibur, diberi uang ya syukur, tidak juga tak mengapa. 

Bangun pagi-pagi untuk mencari cuan di pojok lampu merah, begitu seterusnya. 

Banyak yang mencibir, menyebut mereka pengemis, atau tukang tipu.

Di beberapa daerah, Satpol PP menangkap mereka, sebagaimana video yang viral itu. 

Tapi Kude sangat bersyukur pada Tuhan atas pekerjaan itu.

Ia tak bersekolah, maka mungkin jadi badut jalan satu-satunya untuk bertahan hidup. 

Tapi tak semua seperti Kude.

Banyak yang diberi nikmat 1000 kali, tapi ingin lebih lagi, lalu korupsi.

Banyak pejabat yang korupsi.

Mungkin mereka harus belajar dari badut, tentang apa lagi nikmat yang harus kau dustakan.

(TribunManado.co.id)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved