Lokal Bercerita
Tonaas Gerry Rorimpandey: Orang Minahasa Perlu Jaga Warisan Kebudayaan Termasuk Kabasaran
Kabasaran merupakan salah satu kesenian tradisional khas Minahasa. Masyarakat diminta melestarikannya.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Isvara Savitri
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Waruga atau rumah jiwa leluhur menjadi spirit waraney dan pejuang di Minahasa, Sulawesi Utara.
Dulu, para leluhur berani melawan penjajah dan kolonial. Mereka menjaga dan mempertahankan ruang hidup mereka, tanah, rumah dan keluarga
"Semangat-semangat pejuang dari para waraney yang kemudian kita terjemahkan menjadi seni tradisi yaitu Kabasaran," jelas Tonaas, Gerry Rorimpandey kepada Tribunmanado.co.id di Benteng Moraya, Minahasa, Senin (13/2/2023).
Menurutnya orang Minahasa di zaman sekarang perlu menjaga warisan-warisan kebudayaan ini, khususnya waruga. Misalnya waruga yang berada di Benteng Moraya, sudah ada sejak tahun 1808 dan 1809 kala Perang Tondano.
"Kala itu daerah Benteng Moraya ini ada juga pemukiman, dan ditandai dengan simbol Watu Panimbe atau Watu Tumatoa, sebagai tanda berdirinya pemukiman atau berdirinya kampung," jelasnya.

Gerry Rorimpandey menjelaskan Kabasaran memiliki nama asli Kawasaran. Namun seiring berjalannya waktu, sebutannya berubah.
"Kawasaran berasal dari dua kata, kawak dan asaran yang artinya berperilaku menjadi seorang pelindung negeri atah menjadi leluhur kita yang bijak dan berani," jelasnya.
Lanjutnya, eksistensi Kabasaran sampai saat ini terlihat dengan adanya kebangkitan budaya cukup besar, apalagi di kalangan anak-anak muda. "Kalau dulu Kabasaran itu sangat ekslusif, tidak mudah mendapatkannya. Hari ini Kabasaran itu diadopsi menjadi seni tradisi dan di situlah awal mula semangat ini turun kepada anak-anak muda. Artinya ketertarikan untuk mengenal dan mempelajari tarian Kabasaran lebih tinggi," jelasnya.
Menurutnya, saat ini seluruh anak muda perlu memahami tradisi kita sendiri, mengingat di era modern ini hal tersebut menjadi faktor penyeimbang. "Karena saat kita tidak lagi mengenal budaya kita, artinya kita tidak mengenal diri kita yang sesungguhnya," jelasnya.
"Kejatuhan dari suatu peradaban, ketika identitas kita dicabut dari akarnya, makanya kita mudah terdoktrin dengan hal-hal yang tren saat ini," jelasnya.
Eksis di Tengah Modernisasi, Kini Mulai Dilirik Anak Muda

Bila dibanyak daerah tari-tarian mulai ditinggalkan, tapi tidak dengan Tarian Kabasaran yang ada di Provinsi Sulawesi Utara. Tarian asal Minahasa yang diyakini sering dipakai saat peperangan ini tetap eksis hingga masa kini.
Bahkan banyak anak muda di Manado yang ikut andil dan belajar dari Tarian Kabasaran. Sama halnya saat perayaan Cap Go Meh tahun 2023 di Kota Manado, Tarian Kabasaran ikut ambil dalam mengawal prosesi sakral umat Khonghucu tersebut.
Menurut Tonaas Bantik Ronny Mopay, Tarian Kabasaran saat ini eksis karena banyak anak muda yang mau belajar. "Banyak anak muda tetap mau belajar tarian Kabasaran.
Hal ini menjadi salah satu penyebab tarian Kabasaran tetap eksis," ujarnya saat dihubungi Tribunmanado.co.id, Senin 13 Februari 2023. Ia menambahkan tarian Kabasaran tak hanya merupakan warisan dari leluhur. Namun tarian Kabasaran adalah identitas dari warga Minahasa.
Sementara itu, Isabella Sumigar salah satu mahasiswi asal Unima mengatakan tertantang belajar tarian Kabasaran saat dirinya masih menimbah ilmu dibangku sekolah.
Mahasiswi Jurusan Fakultas Bahasa Dan Seni ini mengaku rasa tertarik itu datang saat ia ikut ekstrakulikuler Tarian Kabasaran di sekolahnya dalam sanggar seni Toar Lumimuut tahun 2019.

Sejak saat itu, wanita yang akrab disapa Bella ini kemudian bergabung dengan komunitas adat dan budaya Waraney Umbanua.
"Waktu itu tahun 2020. Awalnya tidak percaya diri tapi lama kelamaan akhirnya mulai bisa menari Kabasaran," ujarnya.
Ia mengatakan jika pada saat belajar tarian Kabasaran, dirinya sering gemetar dan gugup. Selama tiga tahun belajar tarian Kabasaran, kini Bella mulai tampil dibeberapa pentas dan ivent.
Baik di Kota Manado, Minahasa, dan Kota Bitung. Ia menegaskan bila mitos negatif tentang tarian Kabasaran dikuasi kekuatan mistis itu adalah keliru. “Selama saya mempelajari kebudayaan tarian Kebasaran tidak ada kekuatan mistis.
Karena banyak sekali mitos yang tidak mengenal kebudayaan membangun opini mistis pada tarian kabasaran,” kata Bella.
Mirip Cakalele di Maluku
Salah satu tarian yang paling terkenal di provinsi Sulawesi Utara (Sulut) adalah tarian Kabasaran. Tarian ini sering dipakai ketika penjemputan tamu yang datang ke Sulawesi Utara. Para penari biasanya memakai baju serba merah dan beberapa tengkorak dari hewan dibadannya.
Matanya melotot hingga teriakan seperti hendak berperang nampak dilakukan saat para penari tampil.
Tarian Kabasaran sendiri merupakan tarian tradisional yang sudah ada sejak abad ke-16.
Tarian Kabasaran ini menggambarkan semangat patriotik rakyat Minahasa dalam membela dan mempertahankan tanah Minahasa dari ancaman musuh.
Tarian Kabasaran juga merupakan tarian keprajuritan Minahasa. Dikutip dari buku Kolintang Inspirasi Indonesia: Bapontar Magazine (2013) karya Beiby Sumanti, tarian ini diangkat dari kata "wasal" yang berati ayam jantan yang dipotong jenggernya agar sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung.

Tari Kabasaran diiringi oleh suara tambur atau gong kecil. Alat musik seperti gong, tambur atau kolintang disebut "pa" "wasalen" dan para penarinya disebut kawasaran, yang menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung, hampir mirip dengan tarian Cakalele dari Maluku.
Kata kawasalan tersebut kemudian berkembang menjadi "kabasaran" yang merupakan gabungan dua kata "kawasalan ni sarian" "kawasal" berati menemani dan mengikuti gerak tari.
Sedangkan "sarian" adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa tersebut. Perkembangan bahasa Melayu Manado, kemudian mengubah huruf "W" menjadi "B", sehingga kata itu berubah menjadi kabasaran.
Pada zaman dulu para penari Kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, mereka adalah petani dan rakyat biasa. Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari Kabasaran menjadi Waraney. (Rhendi/Nie)

Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Industri Rumah Panggung Woloan Tomohon Mendunia, Dikirim Hingga ke Argentina |
![]() |
---|
Cerita David Ngala, 10 Tahun Membuat Rumah Panggung Woloan di Tomohon Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Mengenal Rumah Panggung Woloan Khas Minahasa yang Sudah Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Pekerja Rumah Panggung Woloan Adri Uhing, Bisa Bangun Rumah Sendiri untuk Keluarga |
![]() |
---|
Pengusaha Rumah Panggung Woloan Johanis Sindim Raup Penghasilan Ratusan Juta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.