Lokal Bercerita
Kisah Hentje Kawet Si Pengrajin Kolintang asal Kakas Minahasa Sulawesi Utara
Untung saja masih ada sosok seperti Hentje Djefry Kawet, hingga musik kolintang tetap eksis dan lestari melalui perkembangan zaman.
Penulis: Ryo_Noor | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Kolintang, alat musik tradisional Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara ini masih terus bertarung dengan perkembangan zaman. Budaya luar makin menggerus keberadaannya.
Untung saja masih ada sosok seperti Hentje Djefry Kawet, hingga musik kolintang tetap eksis dan lestari melalui perkembangan zaman.
Lebih dikenal dengan nama Hentje Kolintang alias HenKo, sosok pengrajin, pemain, pelatih, dan komposer musik kolintang.
Hentje Kawet membuka bengkel di Desa Sendangan, Kecamatan Kakas, Minahasa.
Ia menempati rumah sederhana yang hampir seluruh ruang tamu dan terasnya jadi tempat memproduksi kolintang.
Bilah kayu kolintang, perkakas, serutan kayu menjadi pemandangan di tempat itu ketika disambangi tribunmanado.co.id, Minggu (15/1/2023).

Beberapa hari lalu, satu set kolintang selesai dibuat mengisi keseluruhan ruangan itu, namun sudah keburu dikirim ke pemesan
"Kalau bulan Januari sepeti ini kita persiapan untuk membuat kolintang, nanti bulan-bulan berikutnya baru ada orderan pembuatan kolintang," ujar Hantje Kawet yang juga seorang budayawan Minahasa.
Di Desa Sendangan, Kakas merupakan bengkel yang jadi pusat produksi kolintang , karena ia juga membuka bengkel cabang di Semarang dan Surabaya.
Hentje Kawet pun mulai berkisah soal kolintang yang jadi jalan hidupnya
Sejak usia 14 tahun, Hentje Kawet mempelajari membuat kolintang.
Kecintaannya pada alat musik tradisional Minahasa ini sudah menular sejak kecil dari ayahnya yang juga diturunkan dari kakeknya.
Sekitar tahun 60-an, momen awal ketika ayahnya memainkan kolintang di Perkebunan Kaliakel, Kakas.

Ia mengisahkan, kolintang itu disusun dengan meletakkan dua batang pisang di atas tanah sebagai penyanggah.
Kemudian meletakkan bilah-bilah kolintang dari Kayu Wunut.
"Ayah saya atur nadanya, dimainkan untuk hiburan di kebun," ujarnya sembari tersenyum.
Momen kolintang di kebun itu tertanam dalam benaknya yang kemudian memunculkan kesukaannya dalam bermusik
"Dari situ muncul saya suka dengan musik, bunyi. Dari anak - anak sudah suka musik," katanya.
Tak hanya bermain musik, ia juga mempelajari membuat kolintang.
Di usia 14 Tahun ia sudah menjadi pengrajin kolintang. Ia diajarkan seniornya bernama Sondakh Tampi
Terhitung sejak tahun 1982, Hentje Kawet memutuskan mandiri dan membuka bengkelnya sendiri
"Sampai sekarang tidak pernah putus membuat kolintang," katanya.
Dalam sebulan minimal ia membuat 1 set kolintang. Tahun 2022, ia memproduksi 15 set.
Ia menjelaskan, sesuai Lokakarya Persatuan Insan Kolintang Nasional (Pinkan) Cisarua Bogor 2013 diakui kolintang itu 1 set terdiri dari beragam jenis dan ukuran.
Ada 1 Set 7 Unit terdiri dari Melodi, Jukulele, Banjo (Benyo) 1, Banjo 2, Gitar 1, Gitar 2, dan Bass
Ada 1 Set 9 Unit terdiri 7 unit kolintang yang ada, untuk melodi sudah jadi 2 unit, yakni Melodi Inti dan Melodi Wangko (Besar), dan ditambah Cello.
Kemudian 1 Set 10 Unit, itu terdiri dari 9 Unit kolintang yang ada ditambah Kolintang Melodi Kecil
"Ada juga yang 1 set 5 Unit, tergantung kebutuhan grup," kata dia.
Pembuatan Kolintang
Kolintang itu terdiri dari bilah-bilah kayu untuk menghasilkan bunyi, kotak kayu untuk tatakannya, dan pemukul kayu
"Kolintang 95 Persen kayu, selebihnya paku dan karet," ungkap dia.
Hentje Kawet mengatakan, bilah kolintang original dibuat dari kayu Wunut, bisa juga menggunakan Kayu Cempaka
Untuk kotaknya bisa memakai kayu merah dan kayu nantu
"Kalau tua-tua dulu pakai Kayu wunut, " kata dia.
Ia membuat kolintang tetap mempertahankan budaya Minahasa.
"Kalau saya harus pakai kayu wunut atau kayu cempaka, saya berusaha terus pertahankan orisinalitasnya kolintang," ujarnya
Proses pembuatan kolintang dimulai dengan memilih kayu berkualitas. Bahkan ada waktu kayu itu harus ditebang
"Penebangan harus bulan mati, atau bulan tua. Kalau tidak nanti kayunya gampang rusak. Tidak sembarang hari," bebernya
Kayu yang sudah dipotong tidak bisa langsung digunakan, harus dibiarkan sepekan untuk meniriskan kandungan air di dalamnya.
Setelahnya kayu itu dilakukan langkah pengawetan diasapi atau lebih baik lagi di masukan dalam oven. Bahkan ia punya penanganan khusus dengan menggosokkan minyak kayu putih.
"Supaya kolintang awet dan tahan lama," ungkap dia.
Kemudian kayu dipotong sesuai bentuk, baik untuk bilahnya, maupun kotaknya
Di tahap ini butuh ketelitian menyelaraskan nadanya nanti. Setelah kolintang dirakit bagian-bagiannya, kemudian distem agar nadanya sesuai.
Ia membutuhkan waktu sebulan membuat satu set kolintang. Di bengkel miliknya, bahkan mempekerjakan 8 pengrajin kayu.
Harga Kolintang dibandrol bervariasi tergantung kualitasnya.
Ada 1 set harganya 26 Juta - 35 Juta, sementara untuk harga ekspor bisa dibandrol Rp 60-80 Juta
Meski harganya relatif tinggi tapi banyak yang ingin memiliki kolintang, menunjukkan tingginya nilai budaya Minahasa ini. (ryo)
Tonton Live Facebook:
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.
Industri Rumah Panggung Woloan Tomohon Mendunia, Dikirim Hingga ke Argentina |
![]() |
---|
Cerita David Ngala, 10 Tahun Membuat Rumah Panggung Woloan di Tomohon Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Mengenal Rumah Panggung Woloan Khas Minahasa yang Sudah Mendunia |
![]() |
---|
Kisah Pekerja Rumah Panggung Woloan Adri Uhing, Bisa Bangun Rumah Sendiri untuk Keluarga |
![]() |
---|
Pengusaha Rumah Panggung Woloan Johanis Sindim Raup Penghasilan Ratusan Juta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.