Wisata Manado
Wisata Manado dan Sekitarnya, Penjara Tua di Minut Sulawesi Utara Bisa Jadi Pilihan Menengok Sejarah
Kabupaten Minut juga memiliki berbagai wisata sejarah, salah satunya adalah Penjara Tua di Kema. Objek wisata itu juga sering didatangi turis asing.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, memiliki banyak potensi wisata alam.
Minut merupakan salah satu yang sedang dikembangkan potensi wisatanya.
Selain wisata alam, ada beberapa wisata budaya dan sejarah di Minut.
Salah satunya adalah Penjara Tua.
Penjara Tua berada di Kema, Minut.
Selain wisatawan domestik, ada wisatawan asing yang juga datang.
Seperti beberapa waktu lalu, Penjara Tua didatangi turis asing asal Jepang.
Mereka sembahyang di Penjara Tua.
Sembahyang berlangsung sesuai tata cara Agama Shinto yang merupakan agama mayoritas WNA asal Negara Sakura tersebut.
"Setelah habis ibadah, mereka bagi barang-barang kepada warga sekitar sini," kata Memed, warga sekitar Penjara Tua yang ditemui Tribunmanado.co.id.
Keterangan guide yang mengantar rombongan, para turis Jepang itu bersaudara satu sama lain.
Yang didoakan adalah kakek mereka yang wafat di penjara tersebut saat masa penjajahan Jepang di Indonesia.
"Mereka tahu itu dari buku memoar seorang prajurit Jepang. Dalam buku itu ada catatan tentang kakek mereka yang wafat di penjara tua setelah ditawan tentara sekutu," katanya.
Penjara Tua dibangun oleh Portugis pada tahun 1500-an, kemudian diambil alih Belanda pada masa kekuasaan VOC.
Di sinilah jejak berdarah penjara itu dimulai.
Para tahanan yang ditahan di sana pasti akan dihukum mati.
Mereka adalah politisi, pemberontak, dan penjahat besar yang dosanya tak terampuni.
Pahlawan nasional Imam Bonjol dan Kyai Modjo pernah ditawan di penjara itu.
Kekejaman tersebut berlanjut di era penjajahan Jepang dan selanjutnya saat Sekutu yang membonceng NICA tiba di Pelabuhan Kema untuk melucuti tentara Jepang.
Tak jauh dari penjara tersebut, terdapat sebuah lokasi pembantaian.
Para tahanan dimasukkan dalam sebuah tempat mirip lorong bawah tanah kemudian ditembak dari atas.
Atau, tahanan disuruh menggali lubang, lantas ditembak dan dikubur pada lubang yang ia gali.
Lokasi pembantaian tersebut kini telah menjadi rumah warga.
Entah sudah berapa ratus nyawa yang disembelih di sana.
Aura penyiksaan masih terasa hingga kini.
Masuk ke penjara itu, bulu kuduk meremang.
Pengunjung disarankan tak masuk sendirian.
"Hati hati, minta permisi dulu," kata Memed.
Memed yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari situ, takut masuk ke penjara itu sendirian.
Banyak hal-hal aneh terjadi di sana.
Baca juga: Pembunuhan Pemilik Salon Lisa and Bridal di Minahasa Sulawesi Utara, Ini Tuntutan Bagi Pelaku
Baca juga: Sinterklas dan Santa Claus, Dua Nama yang Merujuk pada Orang yang Sama, Sang Dermawan Saint Nicolas
"Di sana ada penunggunya berupa tentara bule berpakaian serdadu mirip pramuka, ada pula ular besar mirip naga. Itu daerah terlarang bagi anak anak," kata dia.
Pernah, kata dia, ratusan tulang manusia ditemukan saat pemugaran balai desa di depan penjara itu.
Pekerjanya hanya bertahan tiga hari, semua sakit.
"Waktu digali tanah untuk struktur kaki ayam ditemukanlah tulang-tulang itu," ujar dia.
Meski begitu, minat turis ke penjara itu sangat tinggi.
Aura misterius itu justru membuat penasaran.
"Ini daerah favorit para turis asing. Mereka biasa berlama-lama di sana dan kagum. Padahal kita takutnya setengah mati," ujar dia.
Dibangun Portugis
Penjara tersebut berada di Desa Kema 2, Kecamatan Kema, Kabupaten Minut.
Jarak dari Manado kira-kira 25 kilometer.
Transportasi lancar, baik menggunakan angkutan umum atau online.
Tampak penjara itu masih kokoh dengan dinding setebal hampir satu meter serta pintu besi dengan bagian atasnya berteralis.
Penjara itu sendiri tak terlalu besar, hanya memiliki tiga ruangan.
Terletak di tengah pemukiman penduduk, jalan masuk menuju penjara adalah sebuah jalan mirip gang yang tertutup gerbang besi.
Jalan masuk ke sana sudah ditutupi paving.

Miqbil Tawaa, penjaga penjara tua, menyatakan penjara itu dibangun pada tahun 1585 oleh Portugis.
Penjara tersebut merupakan bagian dari benteng besar yang dibangun menghadap laut.
"Waktu itu, ada rivalitas antara Spanyol dan Portugis, benteng itu dibangun untuk mencegah ekspansi Spanyol," kata dia.
Benteng itu dibuat menurut model benteng yang umum saat itu, di mana penjara berada di bagian belakang, sedang di depan terdapat meriam.
Ismet menunjuk bagian depan penjara yang kini jadi pemukiman penduduk sebagai bekas benteng.
"Bekas pondasinya masih ada," kata dia.
Diceritakannya, benteng itu luluh lantak oleh meriam dari kapal perang Belanda.
Namun penjara itu tak ikut hancur karena berada di bagian belakang benteng.
Pemboman besar-besaran itu mengakhiri era Portugis, kemudian Belanda berkuasa hingga 300 tahun kemudian.
Penjara itu sudah jadi momok bagi setiap penjahat perang di zaman Portugis.
Terlebih di zaman Belanda yang punya banyak musuh, baik dari negara asing maupun warga sekitar.
"Penjara itu jadi tempat tahanan terakhir sebelum dieksekusi, yang ditahan di sini adalah tokoh politik serta pemberontak. Jika masuk ke sini hampir bisa dipastikan nyawanya tak bisa selamat," cerita dia.
Bentuk penjara yang sempit, ruangan yang kaku, ditambah sikap kejam penjaga penjara melemahkan semangat tahanan, hingga mereka seolah-olah sudah mati dulu sebelum benar-benar dieksekusi.
Salah satu pejuang yang pernah merasakan kerasnya pPenjara Tua Kema adalah Imam Bonjol.
Pejuang dalam Perang Padri ini ditahan bersama 10 pengikutnya, dan tak lama kemudian dibawa ke Pineleng.
Baca juga: 3 Harapan Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey di Momen Natal 2022
Baca juga: Sejarah Penggunaan Hiasan Pohon Natal di Rumah, Dipercaya Dipopulerkan oleh Martin Luther
"Di sinilah ia ditawan," kata dia sambil menunjuk sel kanan yang pintunya dicat aspal ter.
Kengerian Penjara Tua Kema berlanjut di zaman Perang Dunia II, ketika banyak orang Belanda dijebloskan ke sana oleh Jepang lantas dibunuh.
Karim Ombinggo, penjaga penjara sejak tahun 1960, mengaku mengalami kejadian aneh sewaktu pertama menjaga penjara itu.
"Ada suara orang menjerit kesakitan seperti dipukul, lalu suara kera," ujarnya.
Malam berikutnya, kembali ia mendengar suara itu.
Mulanya ia takut, namun lama lama-lama terbiasa.
"Saya sudah sering mendengar itu," kata pria yang sudah menjadi PNS ini.
Menurut Karim, tempat itu sudah jadi objek wisata, yang banyak dikunjungi wisatawan.

"Banyak turis yang kagum dengan penjara ini, mereka tahan berlama-lama di sini, meski yang ada hanya ruang kosong," ucapnya.(*)
Artikel ini telah tayang di TribunManado.co.id dengan judul Wisata Manado dan Sekitarnya yang Unik, Kunjungi Penjara Tua Kema di Minut Sulawesi Utara.
Baca berita lainnya di: Google News.
Berita terbaru Tribun Manado: klik di sini.