Minut Sulawesi Utara
Warga Kaleosan Minut Penerima BLT Diganti Sepihak, Hukum Tua Sebut Dianggap Tidak Layak
Hukum Tua Desa Kaleosan buka suara terkait penerima BLT DD yang namanya dicoret. Hal itu karena penerima dianggap sudah menjadi warga mampu.
Penulis: Fistel Mukuan | Editor: Isvara Savitri
TRIBUNMANADO.CO.ID, MINUT - Hukum Tua Desa Kaleosan, Minahasa Utara Fredericko Kaporoh, angkat bicara terkait keluhan warga penerima Bantuan Langsing Tunai (BLT) yang sudah diganti.
"Mereka dicoret bulan Desember dan bulan Oktober, November sudah diterima," ucap Fredericko Kaporoh kepada tribunmanado.co.id, melalui pesan whatsapp, Selasa (6/12/2022).
Fredericko Kaporoh menjelaskan alasannya mengapa mereka dicoret.
"Mereka dicoret, karena dianggap sudah tidak layak lagi menerima, sebagian suami istri sudah menjadi karyawan swasta," sebut Hukum Tua Kaleosan periode 2022-2028 yang baru dilantik 2 November 2022.
Lanjutnya, penghapusan di bulan Desember sudah melalui musyawarah khusus oleh BPD dan perangkat desa.
"Berita acara sudah di serahkan ke Dinas Sosial dan PMD Minut, dan sudah disampaikan ke yang bersangkutan," sebutnya.
Kemudian dikatakannya, dari dua penerima yang dicoret namanya, yang satu karena suaminya sudah kerja menjadi manajer di Rumah Alam Manado.
Berita sebelumnya, warga Desa Kaleosan, Kalawat, Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara, Julistia Rimporok, mempertanyakan kenapa dirinya sebagai penerima BLT Dana Desa (DD) tahun 2022 sudah diganti tanpa sepengetahuannya.
Hal itu dikatakan Julistia Rimporok kepada tribunmanado.co.id, Sabtu (3/12/2022).
Julistia Rimporok menceritakan bagaimana sampai dirinya tahu bahwa namanya telah dicoret sebagai penerima.
"Pada Sabtu (26/11/2022), ada penyaluran BLT di Balai Desa, lalu saya pergi dan tiga bulan lalu masih menerima. Di rumah juga sampai sekarang masih ditempel stiker keluarga miskin sebagai penerima BLT DD," ucapnya.
Setelah sampai di balai desa, Julistia langsung mengikuti antrean bersama penerima lainnya.
"Saat itu sudah antre sekitar 2 jam, kemudian pas giliran saya mereka lewatkan," ungkapnya.
Melihat hal itu dirinya langsung merasa dipermalukan dan langsung bertanya ke hukum tua yang saat ini dijabat oleh Fredericko Kaporoh.
Baca juga: Ketua DPRD Sulawesi Utara Harap Sekprov Sukses Jembatani Komunikasi Gedung Cengkih dan Gedung Putih
Baca juga: Waspada Modus Penipuan Baru Oleh Oknum Kurir, Kirim Pesan Lewat WhatsApp, Rekening Korban Terkuras
Ketika itu Fredericko Kaporoh hanya menjawab, mau bilang tidak siapa tahu masih terima, mau bilang masih terima mungkin tidak.
Julistia justru kebingungan.
Fredericko Kaporoh kemudian berkata akan ditanyakan ke bendahara.
Tak lama, Fredericko Kaporoh meminta Julistia mencoba hubungi kepala jaga atau pala, karena namanya sudah tidak ada di daftar penerima.
"Mendengar ucapan hukum tua saya langsung katakan, sebenarnya hukum tua tahu itu, masakan kepala jaga yang lebih tahu daripada hukum tua," sebutnya.
Ketika penyaluran saat itu, harus ada kepala jaga dan Ketua BPD, tapi saat itu hanya ada hukum tua dan bendahara.
Julistia pun kebingungan dan bertanya harus mengadu ke siapa.
Kemudian Julistia langsung menghubungi kepala lingkungan dan mempertanyakan kenapa namanya sudah dicoret.

Kepala lingkungan mengatakan jika nama Julistia sudah diganti.
Lalu Julistia kembali bertanya alasan sampai namanya diganti.
Pala pun mengatakan bahwa Julistya sudah tergolong masyarakat mampu.
Julistia pun tetap protes karena namanya diganti secara sepihak.
Padahal, ada juga penerima di desanya yang memiliki mobil dan emas, namun masih dapat.
"Biasanya kan nama-nama dibacakan dalam rapat di BPD, jadi kalau mungkin ada pergantian ada musyawarah ulang," sebutnya.
Saat dihubungi pun, kepala lingkungan mengatakan bahwa dirinya sedang sibuk.
"Padahal mereka itu digaji, masakan masyarakat mengeluh hanya bilang sibuk kerja," keluhnya.
Baca juga: Erupsi Gunung Kerinci Hari Ini, Kolom Abu Capai Ketinggian 700 Meter di Atas Puncak, Imbauan PVMBG
Baca juga: 32 Pimpinan OPD di Bolmong Sulawesi Utara Bakal Dievaluasi
Nama Pala Jaga 4 yang dihubunginya adalah Juandi Wenang.
Dirinya mengakui, biasanya mereka menerima setiap tiga bulan sekali dengan jumlah Rp 900 ribu, karena perbulan Rp 300 ribu tapi diterima tiga bulan sekali.
"Hal ini sudah kami sampaikan ke BPD di desa dan mereka menanggapi bahwa kalau ada pengurangan atau akan diganti harus ada musyawarah," tuturnya lagi.
Harapannya, kepala lingkungan lebih bijaksana dan menghargai masyarakatnya.
"Pala kami disaat kami perlu dia tidak ada di desa, karena ada pekerjaan lain selain sebagai pala di luar desa .Harusnya pala standby di desa," tutupnya.(*)