Tragedi Kanjuruhan
Akibat Tragedi Kanjuruhan, 38 Anak-anak Masih Trauma, Bahkan Masih Ada yang Menangis
LPA masih menganalisa rasa trauma pada benak korban, terutama anak-anak.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 masih membawa duka yang mendalam bahkan trauma bagi para korban.
Ratusan orang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan ini.
Ada yang kehilangan anak, orang tua, istri, suami dan teman.
Banyak pihak pun masih menuntut kasus ini untuk diusut.
Sementara itu, setelah hampir 2 bulan Tragedi Kanjuruhan terjadi, ingatan para korban terutama ingatan anak-anak tampaknya belum sepenuhnya terlupakan.

Baca juga: Deretan Insiden Massal dengan Jumlah Korban Terbanyak dalam 10 Tahun: Tragedi Itaewon dan Kanjuruhan
Akibat ingatan yang masih membekas, para anak-anak itu masih mengalami rasa trauma.
Hal ini diungkap oleh Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jawa Timur.
LPA masih menganalisa rasa trauma pada benak korban, terutama anak-anak.
Sejauh ini, sebanyak 38 anak korban Tragedi Kanjuruhan tengah mendapat pendampingan oleh LPA.
"Masih banyak anak-anak ketika diajak omong masih teringat (Tragedi Kanjuruhan) dan kemudian menangis. Kondisi-kondisi tersebut berusaha kami cegah agar trauma anak dapat diatasi," ujar Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Anwar Solihin ketika dikonfirmasi, Jaumat (25/11/2022).
Menurut Anwar, pendampingan pola asuh anak menjadi fokus LPA untuk menghilangkan trauma pada anak imbas kericuhan Kanjuruhan.
"Assessment harus berlanjut terutama pola pengasuhan," imbuhnya.
LPA menduga masih banyak anak-anak yang luput mendapat pendampingan dari LPA.

Kendati demikian, Anwar mengaku belum tahu pasti jumlah anak korban Tragedi Kanjuruhan yang belum tersentuh bantuan pendampingan psikis.
"Kalau untuk yang belum tercover kami belum mendapat data resminya.Anak yang jadi tulang punggung, kemudian anak-anak yang belum mendapatkan hak pendidikan, hak kesehatan dan sebagainya. Sebenarnya masih banyak anak-anak yang belum kita jangkau karena masalah waktu dan kriteria," paparnya.
Terakhir, Anwar menegaskan pihaknya masih berfokus pada pendampingan psikis anak dengan mengganden donatur yang peduli.
"Parenting pengasuhan 38 anak akan kami kuatkan. Ketika ada persoalan pengasuhan akan kami dampingi. Seperti korban Kanjuruhan yang ayahnya meninggal kemudian anaknya diasuh oleh kakeknya inilah yang membutuhkan dukungan," tutupnya.
TGA dan Keluarga Korban Batal Buat Laporan ke Bareskrim Polri
Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama tim hukum dan keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan batal membuat laporan ke Bareskrim Polri.
Laporan batal dibuat karena sejumlah pasal yang turut dilampirkan dalam pelaporan tersebut ditolak Bareskrim Polri.
Untuk diketahui, ada tiga pasal yang tercantum dalam laporan Aremania ke Bareskrim Polri.
Yang pertama, Pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana.
Lalu yang kedua, Pasal 351 dan pasal 354 KUHP tentang penganiayaan.
Dan yang ketiga, Pasal 76 C juncto Pasal 80 UU No 35 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak.
Perlu diketahui, ketiga pasal tersebut ditujukan kepada mantan Kapolda Jatim, Irjen Pol Nico Afinta, mantan Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat, dan Sabhara Polres Malang dan Sat Brimob Polda Jatim.
Anggota Tim Hukum Gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky mengatakan, dari ketiga pasal tersebut, hanya satu pasal saja yang diterima oleh Bareskrim Polri, yakni tentang perlindungan anak.
"Yang pasal pembunuhan sama penganiayaan, mereka (Bareskrim Polri) menyampaikan enggak bisa."
"Jadi, yang diterima hanya pasal tentang perlindungan anak," ujarnya kepada SURYAMALANG.COM, Rabu (23/11/2022).
Ia menjelaskan, bahwa keputusan penolakan yang diambil Bareskrim Polri setelah melewati proses panjang berbelit-belit.
Pada awalnya, Jumat (18/11/2022) lalu, TGA bersama tim hukum dan keluarga korban mendatangi Bareskrim Polri untuk membuat laporan terkait ketiga pasal itu dalam hal kasus Tragedi Stadion Kanjuruhan.
Di saat itu, sejumlah prosedur telah diikuti, baik prosedur pelaporan hingga adanya proses konsultasi yang dihadiri juga sejumlah perwira tinggi Bareskrim Polri serta akademisi atau ahli pidana dari pihak Mabes Polri.
Kemudian, keesokan harinya pada Sabtu (19/11/2022), pihaknya pun menanyakan soal hasil konsultasi laporan tersebut ke Bareskrim Polri.
"Saat itu memang libur, tapi saya telepon dan pihak Bareskrim menyampaikan yang ditolak hanya pasal pembunuhan."
"Yang pasal penganiayaan dan perlindungan anak diterima, tetapi pihak Bareskrim akan menyampaikan secara resmi pada Senin (21/11/2022)," jelasnya.
Pada saat Senin (21/11/2022) itulah, Anjar Nawan Yusky bersama korban dan keluarga korban kembali mendatangi Bareskrim Polri untuk menanyakan hasil laporan.
Akan tetapi, proses berbelit itu kembali terjadi. Dan harus mengulangi proses dari awal lalu dilanjutkan dengan konsultasi.
Di saat konsultasi itu, hasilnya adalah pasal perlindungan anak yang diterima. Sementara dua pasal lainnya, yakni pembunuhan dan penganiayaan ditolak.
Anjar mengungkapkan alasan penolakan tersebut, karena Bareskrim Polri menilai bahwa laporan dua pasal itu telah dibuat di Malang (Polres Malang).
"Kalau memang pembunuhan, iya benar sudah ada laporannya di Malang. Tetapi untuk penganiayaan, ini kan belum," ungkapnya.
Karena hasil yang didapat tak sesuai harapan, TGA pun membatalkan pelaporan tersebut.
Anjar Nawan Yusky menerangkan, tidak adil jika hanya pasal perlindungan anak saja yang diterima.
Sebab, banyak juga korban dewasa yang meninggal dan luka-luka.
"Untuk korban yang dewasa tidak terakomodir, karena pasal yang diterima adalah pasal perlindungan anak."
"Akhirnya kami sepakat, karena ini solidaritas, berangkat bareng dan pulang juga bareng."
"Satu tidak diterima, ya harus semua ikut, sekalian enggak usah," pungkasnya.
Baca juga: Aksi Damai Korban Tragedi Kanjuruhan, Ini Bunyi 3 Tuntutan Aremania
Artikel ini tayang di Tribunnews.com
Baca Berita Tribun Manado disini: