Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Talaud Sulawesi Utara

Wakil Bupati Moktar Parapaga: Pemerintah Terus Optimalkan Kualitas Guru dalam Mengajar di Talaud

Pemerintah Talaud sementara waktu berupaya untuk terus menghadirkan dan meningkatkan kualitas guru yang berkompeten demi kemajuan dunia pendidikan

Penulis: Ivent Mamentiwalo | Editor: Chintya Rantung
IST
Kegiatan belajar mengajar di kabupaten Talaud 

Perayaan Hari Guru Nasional 2022 juga bersamaan dengan HUT ke-77 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Lantas mengapa hari guru ditetapkan peringatannya pada 25 November?

Berikut sejarah hari guru nasional.

Sejarah Hari Guru Nasional

Hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ditetapkan pada 25 November sekaligus diperingati sebagai Hari Guru Nasional, berdasarkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994.

Dikutip dari pgri.or.id, organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri pada 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah.

Dengan latar pendidikan yang berbeda-beda, mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Tidak mudah bagi PGHB memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat, status sosial, dan latar belakang pendidikan yang berbeda.

Sejalan dengan keadaan itu, berkembang pula organisasi guru baru antara lain Persatuan Guru Bantu (PGB), Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB), di samping organisasi guru yang bercorak keagamaan, kebangsaan.

Ada pula organisasi lainnya seperti Christelijke Onderwijs Vereneging (COV), Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG) yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan agama.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh, mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda.

Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat oleh orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.

Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan.

Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved