Mafia Solar di Manado
Modus Baru Mafia Solar di Manado Sulawesi Utara
6000 per liter dijual 11 ribu. Cuan besar diperoleh. Kendaraan yang memodifikasi bagiannya agar dapat memuat lebih banyak.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Rizali Posumah
Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Macam - macam cara dilakukan mafia solar di Manado Sulawesi Utara dalam beraksi.
Salah satunya menggunakan mobil truk.
Penelusuran tribunmanado.co.id, mobil truk itu antre solar di SPBU.
Beroleh solar dan menjualnya lagi.
Dengan harga tinggi.
6000 per liter dijual 11 ribu.
Cuan besar diperoleh.
Ada kendaraan yang memodifikasi bagiannya agar dapat memuat lebih banyak.
Legislator Manado Benny Parasan menengarai, modus itu banyak digunakan kini.
"Saya menduga ada persekongkolan antara pengusaha SPBU dan sopir," katanya Kamis (24/11/2022).
Ungkap dia, hal ini jangan dibiarkan terjadi saat Natal.
Karena akan memicu kerawanan.
Untuk itu, ia meminta aparat kepolisian bertindak lebih tegas.
"Harus ditindak siapapun yang jadi bagian Mafia solar," katanya.
Antrean kendaraan pembeli solar di SPBU menjadi pemandangan sehari-hari di Kota Manado, Sulawesi Utara.
Antrean biasanya terjadi pagi hingga siang hari.
Jelang tengah malam, antrean kembali menyambung.
Di SPBU Jalan Yos Sudarso, panjang antrean mencapai jarak hampir satu kilometer.
Salah satu yang masuk antrean panjang ini adalah sopir truk bernama Migi.
Truknya masih berada di jembatan samping Mako Lantamal VIII Manado, dengan SPBU masih terpaut jarak ratusan meter.
Di depan truknya, masih ada puluhan mobil.
Truknya maju perlahan, bergerak setiap 10-15 menit.
"Sudah hampir tujuh bulan seperti ini," kata dia kepada Tribunmanado.co.id.
Migi mengaku setiap hari antre selama berjam-jam.
"Paling minimal empat jam," katanya.
Migi awalnya sangat kesal, tapi lama-lama ia membiasakan diri.
"Saya sudah terbiasa," kata dia.
Mengisi waktu luang di truk, Migi biasa bermain ponsel.
Menyaksikan berita online adalah kegemarannya.
Antrean lama tak hanya membuat sopir kesal.
Lebih dari itu, antrean menggerus pendapatan sopir.
Migi mengaku pendapatannya berkurang jauh.
"Biasa sebulan dapat Rp 5 juta, kini hanya Rp 3 juta karena waktu sudah terpotong. Tak hanya saya rugi, tapi eignaar (pemilik, -red) kendaraan ini juga merugi," katanya.
Ia meminta pemerintah agar mencari solusi dari masalah tersebut.
Dia bahkan tak keberatan jika BBM solar dinaikkan harganya hingga Rp 9 ribu per liter.
"Asalkan ada penambahan kuota dan mudah diperoleh," katanya.
Daniel, sopir lainnya, mengatakan antrean solar membuat sopir dirugikan lahir dan batin.
Ia mengaku pendapatannya turun drastis.
"Dari Rp 6 juta per bulan tinggal Rp 3 juta. Lantas bagaimana hidup kini dengan Rp 3 juta?" katanya.
Antrean solar juga menggerus kesehatannya.
Kolesterolnya meningkat.
"Saya sering pusing," katanya. (Art)
• Pelatih Portugal Pilih tak Tanya soal Manchester United ke Cristiano Ronaldo, CR7 Curhat ke Teman
• Peringatan Dini Besok Jumat 25 November 2022, Info BMKG Waspada Hujan Petir
• Hari Maleo Sedunia, Anak-anak di Bolsel Sulawesi Utara Ikut Lomba Mewarnai