Cerita Rakyat
Kisah Batu Sakti di Dekat Kantor Wali Kota Manado Sulawesi Utara yang Bisa Menggandakan Diri
Watu Sumanti tak tergerus oleh zaman meski pemukiman di sekitarnya semakin berkembang. Hingga saat ini, batu tersebut berusaha tetap eksis.
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Isvara Savitri
Pada jarak semeter dari watu, berdiri prasasti yang menerangkan sejarahnya dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
Sebuah pendopo kecil dibangun tak jauh dari prasasti tersebut.
Keadaan di sana begitu sunyi.
Hiruk pikuk pemukiman di kelilingnya seolah tak tembus ke sekitar Watu Sumanti.
Seakan ada dua dunia, satu dunia modern yang luas dan mengitimidasi, satu dunia tradisional yang kian terkikis.
Baca juga: Pembelaan Kamaruddin soal Tudingan Pelecehan, Kepribadian Ganda yang Dituduhkan ke Brigadir J
Baca juga: Momen Kiesha Alvaro Minta Maaf ke Pasha Ungu dan Adelia Wilhelmina: Sayang Banget Sama Ayah
Padahal, menurut sejarah, semua yang ada di sekitarnya, bahkan Manado berasal dari batu itu.
Watu itu menandai pemukiman pertama di Manado.
Watu itu hadir sebagai tanda pendirian desa atau tempat pemukiman baru.
Area sekitar batu itu adalah tanah lapang yang kemudian menjadi tempat pemukiman Wanua Ares, pemukiman pertama di kota Manado.
Dalam tradisi Minahasa, Watu Sumanti berasal dari kata watu (batu) dan santi (pedang).
Artinya, batu tempat memainkan pedang.
Dahulu kala, para Tonaas Minahasa melakukan ritual pengusiran roh jahat atau mengobati penyakit di batu itu dengan cara mengayunkan pedang.
Menurut sejumlah warga setempat, batu tersebut unik karena selalu menggandakan diri.
Tribunmanado.co.id mewawancarai seorang warga bernama Feki Lasut.
Ia mengaku turunan dari Ares.
