Hari Reformasi Gereja
Apa Itu 95 Dalil Martin Luther? Aksi Mengutuk Gereja yang Menjual 'Indulgensi', Reformasi Protestan
Luther 505 tahun yang lalu datang ke muka Castle Church di Wittenberg, Jerman. Lalu memantek selembar makalah yang berisi 95 dalil revolusi.
Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
TRIBUNMANADO.CO.ID - Apa Itu 95 Dalil Martin Luther?
Pada tahun 1517 lalu merupakan hari yang sangat bersejarah bagi seluruh umat Kristen Protestan.
Pada hari inilah, tata cara gereja Katolik mendapatkan kecaman terhebatnya. Martin Luther.
Tanggal 31 Oktober setiap tahunnya, tak hanya mengingatkan masyarakat dunia tentang Halloween tapi juga Hari Reformasi di mana Martin Luther memaku 95 dalilnya di depan pintu Gereja Kastil Wittenberg, Jerman pada tahun 1517.
Baca juga: Apa Itu Reformasi Protestan? Awal Mula Pecahnya Agama Kristen Menjadi Beberapa Aliran

Dia adalah seorang professor teologi sekaligus pendeta di Jerman memprotes keras praktik sakramental pertobatan dan surat pengampunan dosa oleh para Paus dan Pastur.
Menurutnya, pengakuan dosa tak lantas menyucikan kembali seorang manusia di dunia.
Baginya, hanya Allah hakim agung yang layak memutuskan perkara tersebut.
“Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus, ketika Ia mengucapkan ‘Bertobatlah’, dan seterusnya, menyatakan bahwa seluruh hidup orang-orang percaya harus diwarnai dengan pertobatan. Kata ini tidak boleh diartikan mengacu kepada hukuman sakramental, yakni berkaitan dengan proses pengakuan dan pelepasan dosa yang diberikan oleh imam-imam yang dilakukan di bawah pelayanan imam-imam,” demikian Luther bicara melalui dua poin pertamanya.
Itulah mengapa, Luther 505 tahun yang lalu datang ke muka Castle Church di Wittenberg, Jerman.
Lalu memantek selembar makalah yang berisi 95 dalil revolusi.
Di kemudian hari, surat protes panjangnya itu dikenal dengan nama 95 Dalil Martin Luther yang mengawali Reformasi Kristen Protestan.
Namun, apakah peristiwa 'dramatis' itu benar-benar terjadi?
Baca juga: Deretan Tokoh Reformasi Gereja, Dipelopori oleh Martin Luther
Luther mungkin memang mengirim dalil-dalilnya kepada seorang uskup agung pada tanggal 31 Oktober namun dia sepertinya tidak memaku dalil-dalil tersebut di pintu gereja demi menyampaikan maksudnya.
Yang paling mendasar bahwa hal ini menjadi suatu hal utama, karena kisah Luther memaku 95 dalil di pintu gereja merupakan peristiwa bersejarah yang dikaitkan dengan reformasi.
Menurut sejarawan terkemuka Peter Marshall dalam bukunya 1517: Martin Luther and the Invention of the Reformation (Oxford University Press, 2017), dari bukti yang ada, dia menyimpulkan bahwa sangat mungkin Luther tidak memaku gagasannya.
Peristiwa Luther memaku dalil-dalilnya di pintu gereja kemungkinan adalah mitos.
Dan menurut artikel Joan Acocella di New Yorker tentang pengaruh Martin Luther, sebagian besar akademisi setuju bahwa peristiwa tersebut kemungkinan besar tidak pernah terjadi.
Apa isi dalil-dalil yang ditulis Luther?
Inti dari dalil yang ditulis Martin Luther adalah dia mengutuk gereja yang menjual 'indulgensi' yang didasarkan pada gagasan bahwa orang dapat membeli pengampunan atas dosa-dosa mereka.
Indulgensi diartikan sebagai penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni.
Sebaliknya, Luther mengatakan bahwa manusia hanya bisa mencapai keselamatan melalui iman, dan bahwa Alkitab--bukan pendeta--yang menjadi otoritas agama yang paling utama.
Gagasan itu yang kemudian membentuk cabang baru dalam ajaran Kristen yakni Protestantisme dengan data dari Pew Research Center mengatakan sebanyak 37 persen dari 2,18 miliar orang Kristen di dunia dibentuk oleh protestan.
Lambat laun, benar atau tidaknya tindakan Martin Luther memaku secara dramatis dalil-dalil perlawanannya di pintu gereja bergema menjadi simbol kebebasan beragama.
Pada tahun 1966, Martin Luther King Jr menggaungkan kekuatan simbolis itu dengan menempatkan tuntutannya di pintu balai kota Chicago, Amerika Serikat.
Tesisnya yang pertama menjadi terkenal. Tesis tersebut menyatakan, "Ketika Tuhan dan Guru kita Yesus Kristus mengatakan, 'Bertobatlah,' Ia menghendaki keseluruhan hidup orang beriman sebagai satu bagian dari pertobatan".
Dalam beberapa tesis pertamanya Luther mengembangkan gagasan bahwa pertobatan adalah lebih merupakan perjuangan Kristen di dalam batinnya melawan dosa daripada sistem pengakuan sakramental dari luar.
Tesis 5–7 kemudian menyatakan bahwa paus hanya dapat melepaskan orang-orang dari hukuman yang telah ia berikan sendiri atau melalui sistem penitensi gereja, bukan kebersalahan dosa.
Paus hanya dapat menyatakan pengampunan Allah atas kebersalahan dosa di dalam nama-Nya.
Pada tesis 14–29, Luther menantang keyakinan umum mengenai api penyucian.
Tesis 14–16 membahas gagasan bahwa hukuman dalam api penyucian dapat disamakan dengan rasa takut dan keputusasaan yang dirasakan oleh orang-orang yang sekarat.
Pada tesis 17–24, ia menyatakan bahwa tidak ada yang dapat secara definitif mengatakan tentang keadaan rohani orang-orang yang berada dalam api penyucian.
Pada tesis 25 dan 26, ia menyangkal bahwa paus memiliki kuasa apapun atas orang-orang dalam api penyucian.
Pada tesis 27–29, ia menyerang gagasan bahwa orang yang dikasihi si pembayar dibebaskan dari api penyucian seketika setelah pembayaran dilakukan.
Ia melihat hal itu sebagai pemicu ketamakan yang penuh dosa, dan mengatakan bahwa hal itu mustahil untuk dipastikan karena hanya Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk melepaskan hukuman-hukuman dalam api penyucian.
Cukil kayu tahun 1525 yang menggambarkan pengampunan dari Kristus yang lebih bernilai daripada indulgensi paus.
Tesis 30–34 menyinggung kepastian palsu yang Luther yakini ditawarkan oleh para pengkhotbah indulgensi kepada umat Kristen. Karena tidak ada seorang pun yang mengetahui apakah seseorang benar-benar bertobat, selembar surat yang menjamin seseorang akan pengampunannya dinilai berbahaya.
Pada tesis 35 dan 36, ia menyerang gagasan yang menyampaikan bahwa suatu indulgensi membuat pertobatan tidak diperlukan.
Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa orang-orang yang benar-benar bertobat, yakni satu-satunya kelompok orang yang dapat menerima manfaat dari indulgensi, telah menerima satu-satunya manfaat yang disediakan oleh indulgensi.
Bagi Luther, umat Kristen yang sungguh-sungguh bertobat telah dilepaskan dari hukuman maupun kebersalahan dosanya.
Dalam tesis 37, ia menyatakan bahwa umat Kristen tidak memerlukan indulgensi untuk dapat menerima seluruh manfaat yang disediakan oleh Yesus. Tesis 39 dan 40 menyatakan bahwa indulgensi menyebabkan pertobatan sejati lebih sulit dilakukan.
Pertobatan sejati menginginkan hukuman Allah atas dosa, tetapi indulgensi mengajarkan seseorang untuk menghindari hukuman, karena hal itu merupakan tujuan dari membeli indulgensi tersebut.
Pada tesis 41–47, Luther mengkritik indulgensi dengan pertimbangan bahwa indulgensi merendahkan karya-karya belas kasihan yang dilakukan oleh mereka yang membelinya.
Di sini ia mulai menggunakan frasa "Umat Kristen harus diajarkan ..." untuk menyatakan bagaimana ia merasakan bahwa orang-orang seharusnya diberikan petunjuk mengenai nilai indulgensi.
Mereka seharusnya diajarkan bahwa memberi kepada kaum miskin lebih penting daripada membeli indulgensi, bahwa membeli suatu indulgensi tanpa memberi kepada kaum miskin mendatangkan murka Allah, dan bahwa melakukan perbuatan baik menjadikan seseorang lebih baik sementara membeli indulgensi tidak demikian.
Pada tesis 48–52, Luther menempatkan dirinya di sisi paus, mengatakan bahwa jika paus mengetahui apa yang sedang dikhotbahkan atas namanya maka ia akan lebih suka Basilika Santo Petrus terbakar daripada "terbangun dengan kulit, daging, dan tulang-tulang dombanya".
Tesis 53–55 mengeluhkan pembatasan-pembatasan dalam berkhotbah ketika indulgensi sedang ditawarkan.
Luther mengkritik doktrin harta kekayaan Gereja yang menjadi dasar bagi doktrin indulgensi pada tesis 56–66.
Ia menyatakan bahwa umat Kristen biasa tidak mengerti doktrin itu dan salah memahaminya. B
agi Luther, harta karun gereja yang sebenarnya adalah Injil Yesus Kristus.
Harta tersebut cenderung untuk dibenci karena "orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir",berdasarkan yang tertulis dalam Matius 19:30 dan 20:16.
Luther menggunakan kiasan dan permainan kata untuk mendeskripsikan harta karun Injil sebagai jala untuk menjaring orang kaya, sementara harta karun indulgensi adalah jala untuk menjaring kekayaan orang.
Halaman pertama cetakan tesis-tesis Luther dari Basel pada 1517 dalam bentuk sebuah pamflet.
Pada tesis 67–80, Luther membahas lebih lanjut masalah-masalah terkait cara indulgensi dikhotbahkan, sebagaimana yang pernah ia singgung dalam surat kepada Uskup Agung Albertus. Para pengkhotbah mempromosikan indulgensi sebagai rahmat terbesar yang disediakan Gereja, tetapi mereka sebenarnya hanya mempromosikan keserakahan.
Ia mengemukakan bahwa para uskup telah diinstruksikan untuk memberikan penghormatan kepada para pengkhotbah indulgensi yang memasuki yurisdiksi mereka, tetapi para uskup juga bertugas melindungi jemaat mereka dari para pengkhotbah yang mengkhotbahkan hal-hal yang bertentangan dengan maksud paus.
Ia kemudian menyerang keyakinan yang diduga disebarkan oleh para pengkhotbah bahwa indulgensi dapat mengampuni seseorang yang telah menghina Bunda Maria.
Luther menyatakan bahwa indulgensi tidak dapat menghapuskan kebersalahan dosa, sekalipun yang paling ringan di antara dosa-dosa ringan.
Ia mengecam beberapa pernyataan lain yang diduga disampaikan oleh para pengkhotbah indulgensi sebagai penghujatan: bahwa Santo Petrus tidak mungkin menganugerahkan suatu indulgensi yang lebih bernilai daripada paus yang sekarang, dan bahwa salib indulgensi dengan lambang kepausan adalah sama berharganya seperti salib Kristus.
Luther mencantumkan beberapa kritik yang dikemukakan oleh kaum awam terhadap indulgensi pada tesis 81–91.
Ia menyajikannya sebagai keberatan-keberatan sukar yang diajukan jemaatnya, bukan kritiknya semata.
Bagaimana ia harus menjawab mereka yang bertanya mengapa paus tidak mengosongkan saja api penyucian jika itu berada dalam kuasanya? Apa yang harus ia katakan kepada mereka yang bertanya mengapa misa-misa peringatan bagi orang yang telah meninggal, yang ditujukan bagi orang-orang dalam api penyucian, tetap dilakukan bagi mereka yang telah ditebus melalui suatu indulgensi? Luther mengklaim kalau tampak aneh bagi beberapa orang bahwa orang-orang saleh yang berada dalam api penyucian dapat ditebus oleh orang yang tidak saleh yang masih hidup di dunia ini.
Luther juga menyebut pertanyaan mengapa paus, yang dianggap sangat kaya, membutuhkan uang dari umat miskin untuk membangun Basilika Santo Petrus.
Luther mengklaim bahwa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat membuat orang-orang menertawakan paus.
Ia merujuk pada kepentingan finansial paus, mengatakan bahwa jika para pengkhotbah membatasi khotbah mereka berdasarkan posisi-posisi Luther terkait indulgensi (yang ia klaim juga merupakan posisi paus), keberatan-keberatan tersebut tidak akan relevan lagi.
Luther mengakhiri tesis-tesis ini dengan menasihati umat Kristen untuk meneladani Kristus sekalipun hal itu mendatangkan rasa sakit dan penderitaan.
Menanggung hukuman dan memasuki surga lebih baik daripada rasa aman yang palsu.
Referensi:
- West, Willis Mason. (2018). A History of Europe (Sejarah Eropa). (Terjemahan, Mokhamad Irfan, Dion Yulianto, dan Endra Susanti. Yogyakarta: Relasi Inti Media.