Kajian Islam
Penjelasan Ustadz Abdul Somad Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, Sering Dirayakan Umat Islam
Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Maulud Nabi tinggal menghitung hari lagi untuk dirayakan umat Islam.
Penulis: Indry Panigoro | Editor: Indry Panigoro
TRIBUNMANADO.CO.ID - Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja, adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir.
Maulud Nabi tinggal menghitung hari lagi untuk dirayakan umat Islam.
Besok Selasa 27 September 2022 dalam kalender islam ternyata sudah masuk 1 Rabiul Awal 1444 Hijriyah.
Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat.
Berbicara soal Maulid Nabi, Ustadz Abdul Somad menceritakan awal mulai dilaksanakan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Dalam ceramahnya, Ustadz Abdul Somad menyampaikan, Maulid pertama kali dibuat Raja al Muzhaffar Abu Sa'id Kukbury Ibn Zainiddin Ali Ibn Baktakin yang wafat 630 H.
Sebab pendapat ini sumbernya jelas dan terpercaya yaitu dari kitab yang ditulis Imam As Suyuthi "al Hawy li al Fatawy" juz 1 halaman 272.
Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW
Ustadz Abdul Somad dalam buku 37 Masalah Populer mengatakan, dalam Fatâwa al-Azhar dinyatakan oleh Syekh ‘Athiyyah Shaqar bahwa menurut Imam al-Suyuthi, al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Ibnu Hajar al-Haitsami memperingati maulid nabi itu baik, meskipun demikian mereka mengingkari perkara-perkara bid’ah yang menyertai peringatan maulid.
Pendapat mereka ini berdasarkan kepada firman Allah Swt dalam al Quran Surah Ibrahim ayat 5.
Imam an-Nasa’i, Abdullah bin Ahmad dalam Zawâ’id al-Musnad, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Îmân dari Ubai bin Ka’ab meriwayatkan dari Rasulullah Saw bahwa Rasulullah Saw menafsirkan kalimat Ayyâmillah sebagai nikmat-nikmat dan karunia Allah Swt.
Dengan demikian maka makna ayat ini: “Dan ingatkanlah mereka kepada nikmat-nikmat dan karunia Allah”.
Dan kelahiran nabi Muhammad Saw adalah nikmat dan karunia terbesar yang mesti diingat dan disyukuri.
Rasulullah Saw memperingati hari kelahirannya dengan melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini terlihat dari jawaban beliau ketika beliau ditanya mengapa beliau melaksanakan puasa pada hari Senin.
"Rasulullah Saw ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab, “Pada hari itu aku dilahirkan dan hari aku dibangkitkan (atau hari itu diturunkan [al-Qur’an] kepadaku)”. (HR. Muslim).
Masih dalam bukunya, Ustadz Abdul Somad menulis, para ulama menyampaikan pandangan soal Maulid.
Pendapat Ibnu Taimiah:
“Mengagungkan hari kelahiran nabi Muhammad Saw dan menjadikannya sebagai perayaan terkadang dilakukan sebagian orang, maka ia mendapat balasan pahala yang besar karena kebaikan niatnya dan pengagungannya kepada Rasulullah Saw,”
Pendapat Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani pernah ditanya tentang peringatan maulid nabi, beliau menjawab:
Hukum asal melaksanakan maulid adalah bid’ah, tidak terdapat riwayat dari seorang pun dari kalangan Salafushshalih dari tiga abad (pertama). Akan tetapi maulid itu juga mengandung banyak kebaikan dan sebaliknya.
Siapa yang dalam melaksanakannya mencari kebaikan kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak baik, maka maulid itu adalah bid’ah hasanah. Dan siapa yang tidak menghindari hal-hal yang tidak baik, berarti bukan bid’ah hasanah.
Syekh ‘Athiyyah Shaqar mantan ketua Komisi Fatwa Al-Azhar Mesir:
Menurut pendapat saya, boleh memperingati maulid nabi pada saat ini ketika para pemuda nyaris melupakan agama dan keagungannya, pada saat ramainya perayaan-perayaan lain yang hampir mengalahkan hari-hari besar agama Islam.
Peringatan maulid tersebut diperingati dengan memperdalam sirah (sejarah nabi), membuat peninggalan-peninggalan yang dapat mengabadikan peringatan maulid seperti membangun masjid atau lembaga pendidikan atau amal baik lainnya yang dapat mengaitkan antara orang yang melihatnya dengan Rasulullah Saw dan sejarah hidupnya.
Pendapat Syekh Yusuf al-Qaradhawi.
Syekh Yusuf al-Qaradhawi ketua al-Ittihâd al-‘Âlami li ‘Ulamâ’ al-Muslimîn ditanya tentang hukum memperingati maulid nabi. Beliau memberikan jawaban:
“Bismillah, Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah ke hadirat Rasulullah Saw, amma ba’du:
Ada bentuk perayaan yang dapat kita anggap dan kita akui memberikan manfaat bagi kaum muslimin. Kita mengetahui bahwa para shahabat –semoga Allah Swt meridhai mereka- tidak pernah merayakan maulid nabi, peristiwa hijrah dan perang Badar, mengapa?
Karena semua peristiwa ini mereka alami secara langsung. Mereka hidup bersama Rasulullah Saw.
Nabi Muhammad SAW hidup di hati mereka, tidak pernah hilang dari fikiran mereka.
Sa’ad bin Abi Waqqash berkata, “Kami bercerita kepada anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah Saw sebagaimana kami menghafalkan satu surah al-Qur’an kepada mereka”.
Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang apa yang terjadi pada perang Badar, Uhud, Khandaq dan Khaibar.
Mereka menceritakan kepada anak-anak mereka tentang berbagai peristiwa dalam kehidupan Rasulullah Saw.
Oleh sebab itu mereka tidak perlu diingatkan tentang berbagai peristiwa tersebut.
Kemudian tiba suatu masa, kaum muslimin melupakan berbagai peristiwa tersebut, semua peristiwa itu tidak lagi ada di benak mereka.
Tidak ada dalam akal dan hati mereka. Oleh sebab itu kaum muslimin perlu menghidupkan kembali makna-makna yang telah mati, mengingatkan kembali berbagai peristiwa yang terlupakan.
Memang benar bahwa ada beberapa bentuk bid’ah terjadi, akan tetapi saya nyatakan bahwa kita merayakan maulid nabi untuk mengingatkan kaum muslimin tentang kebenaran hakikat sejarah Rasulullah Saw, kebenaran risalah Muhammad Saw.
Ketika saya merayakan maulid nabi, maka saya sedang merayakan lahirnya risalah Islam. Saya mengingatkan manusia tentang risalah dan sirah Rasulullah SAW.
Wadai Kararaban Hidangan Khas yang Hanya 'Muncul' Saat Maulid Nabi dan Bulan Ramadhan. (Rahmadani untuk Banjarmasinpost.co.id)
Pada kesempatan ini saya mengingatkan umat manusia tentang sebuah peristiwa agung dan banyak pelajaran yang bisa diambil, agar saya dapat mengeratkan kembali antara manusia dengan sejarah nabi.
Firman Allah Swt: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Qs. Al-Ahzab [33]: 21).
Agar kita bisa berkorban sebagaimana para shahabat berkorban. Sebagaimana Ali mengorbankan dirinya dengan menempatkan dirinya di tempat tidur Nabi.
Sebagaimana Asma’ berkorban dengan naik ke atas bukit Tsur setiap hari, sebuah bukit terjal. Agar kita dapat membuat strategi sebagaimana Rasulullah Saw membuat strategi hijrah.
Agar kita mampu bertawakkal kepada Allah Swt sebagaimana Rasulullah Saw bertawakkal ketika Abu Bakar berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, jika salah seorang dari mereka melihat ke bawah kedua kakinya, pastilah ia melihat kita”. Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Bakar, tidaklah menurut prasangkamu tentang dua orang, maka Allah adalah yang ketiga. Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”.
Kita membutuhkan pelajaran-pelajaran ini.
Peringatan maulid nabi merupakan sarana untuk mengingatkan kembali umat manusia akan makna-makna yang mulia ini.
Saya yakin bahwa hasil positif di balik peringatan maulid adalah mengikat kembali kaum muslimin dengan Islam dan mengeratkan mereka kembali dengan sejarah nabi Muhammad Saw agar mereka bisa menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan.
Adapun hal-hal yang keluar dari semua ini, maka semua itu bukanlah perayaan maulid nabi dan kami tidak membenarkan seorang pun untuk melakukannya 272.
Warga Desa Sungai Jati Kecamatan Mataraman, Kabupaten Banjar bersama Habib Idrus bin Ali Al-Habsy rayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (22/10/2020) (banjarmasinpost.co.id/Milna Sari)
Peringatan maulid nabi tidak lebih dari sekedar ekspresi kegembiraan seorang hamba atas nikmat dan karunia besar yaitu kelahiran Muhammad SAW.
Dari beberapa pendapat ulama diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dipermasalahkan itu bukanlah peringatannya, akan tetapi cara memperingatinya.

Doa Nabi Muhammad Agar Jiwa Tenang dan Kuat, Amalan Agar Selalu Dinaungi Cahaya dan Petunjuk
Berikut doa Nabi Muhammad agar jiwa menjadi kuat, doa agar dinaungi cahaya.
Dengan doa ini menjadi jiwa tenang.
Seperti diketahui, malam hari adalah waktu ketika manusia beristirahat dan tidur dengan lelap.
Tidur merupakan satu di antara aktivitas harian yang pastinya dilakukan oleh siapa saja.
Tak berlebihan bahkan menyebut tidur adalah sebuah kepastian lantaran merupakan kebutuhan tubuh.
Oleh sebab itu, ada baiknya seseorang membaca doa malam hari untuk senantiasa bisa berserah diri dan memohon perlindungan kepada Allah SWT.
Dengan berdoa setelah melakukan pencegahan yang bisa kita lakukan, maka kita sudah berusaha hingga semampu kita, sehingga apa pun yang terjadi ketika tertidur, semoga kita diberi petunjuk ketika terjadi sesuatu.
Bagi umat muslim, berdoa sebelum tidur harus dilakukan.
Berdoa dipercaya perannya sangat penting sekali dalam kehidupan sebab selain menjadi sarana mengadu segala permasalahan pada Allah SWT.
Adapun memanjatkan doa kepada Allah SWT menjadi cara untuk menunjukkan keimanan dan kepercayaannya pada Sang Pencipta.
Dikutip bangkapos.com melalui kompas.tv, Ustadz Alvin Nur Choironi, Lc pun mengisahkan sebuah doa ini, doa yang kerap dibaca oleh Nabi Muhammad ketika malam hari tiba.
Doa ini kerap dibaca Rasulullah dan bisa kita amalkan ketika malam tiba.
“Dengan harapan agar Allah senantiasa memberikan keberkahan kepada kehidupan kita khususnya di malam hari,” tulisnya seperti dikutip di situs Islami.co.
Doa malam hari ini termaktub dalam dalam kitab Sahih Imam Muslim. Berikut doanya:
Allahummajal fi qalbi nuran, wa fi bashari nuran, wa fi sam’i nuran, wa an yasari nuran, wa fauqi nuran, wa tahti nuran, wa amami nuran, wa khalfi nuran, wa addhim li nuran.
“Ya Allah, jadikanlah hatiku cahaya, dalam penglihatanku cahaya, dalam pendengaranku cahaya, di sisi kananku cahaya, di sisi kiriku cahaya, di atasku cahaya, di bawahku cahaya, di depanku cahaya, di belakangku cahaya, dan agungkan cahaya untukku.”
Ketika memanjatkan doa pada malam hari ini, Anda dianjurkan untuk memantapkan hati dan menyerahkan segala yang terbaik kepada Allah. Hal-hal seperti ini akan membuat hati kita lebih tenang.
Doa Tidur
Selain doa malam hari, terdapat juga doa tidur.
Seperti diketahui, tidur adalah aktivitas rutin setiap manusia.
Tidur yang baik bisa memulihkan tenaga setelah seharian beraktivitas.
Nah, agar menjadi berkah, berikut doa tidur baik sebelum dan sesudah serta adabnya sesuai sunnah Rasulullah.
1. Doa Sebelum Tidur
باسمِكَ اللَّهُمَ أَحْيا وأمُوتُ
Bismika allahumma ahyaa wa amuut
"Dengan nama-Mu ya Allah, aku hidup dan aku mati." (HR.Bukhari dan Muslim)
2. Doa Sebelum Tidur lain
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ خَلَقْتَ نَفْسِيْ وَأَنْتَ تَوَفَّاهَا، لَكَ مَمَاتُهَا وَمَحْيَاهَا، إِنْ أَحْيَيْتَهَا فَاحْفَظْهَا، وَإِنْ أَمَتَّهَا فَاغْفِرْ لَهَا. اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ
Allahumma innaka kholaqta nafsii wa anta tawaffaahaa, laka mamaatuhaa wa mahyaahaa, in ahyaytahaa fahfazh-haa, wa in ammatahaa faghfir lahaa. Allahumma innii as-alukal ‘aafiyah.
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya Engkau menciptakan diriku, dan Engkaulah yang akan mematikannya. Mati dan hidupnya hanya milik-Mu. Apabila Engkau menghidupkannya, maka peliharalah (dari berbagai kejelekan). Apabila Engkau mematikannya, maka ampunilah. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keselamatan.”

Doa Bangun Tidur
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَحْيَاناَ بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَ إِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Alhamdullillahilladzi ahyaanaa bada maa amaatanaa wa ilaihin nushur”
Terjemahannya: Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami kembali setelah Dia mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kami akan dibangkitkan.”
Adab Tidur
Mengambil penjelasan kitab Aadaab Islaamiyyah, karya Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani yang dilansir almanhaj Berikut ini adalah rincian adab tidur dalam Islam
1. Tidak mengakhirkan tidur malam selepas shalat Isya’ kecuali dalam keadaan darurat seperti untuk mengulang (muraja’ah) ilmu atau adanya tamu atau menemani keluarga, sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Barzah radhiyallahu anhu :
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (shalat Isya’) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.”
(HR. Al-Bukhari no. 568 dan Muslim no. 647).
2. Hendaknya tidur dalam keadaan suci (sudah berwudhu’ terlebih dahulu) sebagaimana hadits :
“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana wudhu’mu untuk melakukan shalat.”
(HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710).
3. Hendaknya mendahulukan posisi tidur di atas sisi sebelah kanan (rusuk kanan sebagai tumpuan) dan berbantal dengan tangan kanan, tidak mengapa apabila setelahnya berubah posisinya di atas sisi kiri (rusuk kiri sebagai tumpuan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.”
(HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710).
4. Tidak dibenarkan telungkup dengan posisi perut sebagai tumpuannya baik ketika tidur malam ataupun tidur siang. Sebagaimana hadits :
“Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai oleh Allah ‘Azza Wa Jalla.”
(HR. Ahmad, Tirmidzi dan Abu Daud, dengan sanad yang shahih).
5. Membaca ayat-ayat al-Qur-an, yaitu :
a. Membaca ayat kursi:
“Allah, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Dia, Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.”
(QS. Al-Baqarah : 255) (lihat Shahih al-Bukhari dengan syarahnya, Fat-hul Baari XI/267 no. 2311).
b. Membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah:
“Rasul telah beriman kepada al-Qur-an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membedabedakan antara seorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-Rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdo’a): ‘Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo’a): ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma-aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’”
(QS. Al-Baqarah : 285-286). (lihat HR. Al-Bukhari, no. 5051 dan Muslim, no. 807-808).
c. Membaca Surat Al ikhlas, Al Falaq Dan An Naas, (Qul Huwallaahu Ahad, Qul a’uudzu bi Rabbil falaq dan Qul a’uudzu bi Rabbin naas, dengan cara mengumpulkan dua tapak tangan lalu ditiup dan dibacakan, “Qul Huwallaahu Ahad, qul a’uudzu bi Rabbil falaq dan Qul a’uudzu bi Rabbin naas, kemudian dengan dua telapak tangan mengusap bagian tubuh yang dapat dijangkau dengannya dimulai dari kepala, wajah dan tubuh bagian depan, hal ini diulang sebanyak 3 (tiga) kali.
(lihat HR. Al-Bukhari dalam Fat-hul Baari XI/277 no. 4439, 5016 dan Muslim, no. 2192).
d. Membaca surat as-Sajdah ayat pertama hingga akhir dan membaca surat al-Mulk, sebagaimana hadits :
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tidur sebelum beliau membaca Alif laam miim tanziilus Sajdah (Surat As-Sajdah) dan Tabaarakalladzii biyadihilmulku (Surat Al-Mulk).”
(HR. Al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad no. 1207, Ahmad, III/340. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 585).
e. Membaca surat Al-Kaafiruun:
“Katakanlah hai orang-orang kafir…” (sampai akhir surat Al-Kafirun)
Manfaatnya : “(Membaca surat al-Kafirun) dapat membebaskan diri dari kesyirikan.”
(HR. Abu Dawud, no. 5055, at-Tirmidzi, no. 3464, dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 1161).
6. Hendaknya mengakhiri berbagai dzikir dan do’a tidur dengan do’a berikut:
“Dengan Nama-Mu, ya Rabb-ku, aku meletakkan lambungku. Dan dengan Nama-Mu pula aku bangun daripadanya. Apabila Engkau menahan rohku (mati), maka berilah rahmat padanya. Tapi apabila Engkau melepaskannya, maka peliharalah, sebagaimana Engkau memelihara hamba-hamba-Mu yang shalih.”
(HR. Al-Bukhari, no. 6320, dan Muslim, no. 2714).
Atau bisa membaca ;
“Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu aku menghadapkan wajahku kepada-Mu, dan aku sandarkan punggungku kepada-Mu karena mengharap dan takut kepada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari (ancaman)-Mu kecuali kepada-Mu, aku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu, aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada Nabi yang Engkau utus.”
(HR. Al-Bukhari, no. 247, dan Muslim, no. 2710).
Atau bisa membaca ;
“Ampunilah dosa-dosaku di masa lalu dan masa yang akan datang, yang tersembunyi, serta yang nampak. Engkaulah Yang terdahulu dan Yang terakhir dan tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Engkau.”
(HR. Al-Bukhari, no. 1120 dan Muslim, no. 2717).
Atau bisa membaca ;
“Ya Allah, jauhkanlah aku dari siksa-Mu pada hari dimana Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu.”
(HR. Abu Dawud, no. 5045, dan at-Tirmidzi, no. 3399, dinilai hadits shahih oleh ahli hadits syaikh Al albani dalam Shahiih at-Tirmidzi no. III/143).
7. Disunnahkan apabila hendak membalikkan tubuh (dari satu sisi ke sisi yang lain) ketika tidur malam untuk mengucapkan do’a :
“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali Allah Yang Mahaesa, Maha Perkasa, Rabb Yang menguasai langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, Yang Mahamulia lagi Maha Pengampun.”
(HR. Al-Hakim, I/540 disepakati dan dishahihkan oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahiihah no. 2066)
8. Apabila merasa gelisah, risau, merasa takut ketika tidur malam atau merasa kesepian maka dianjurkan sekali baginya untuk berdo’a sebagai berikut :
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, siksa-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaitan dan dari kedatangan mereka kepadaku.”
(HR. Abu Dawud, no. 3893, at-Tirmidzi, no. 3528 dan lainnya. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahii-hah no. 264)
9. Memakai celak mata ketika hendak tidur, berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiallahu anhuma :
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memakai celak dengan batu celak setiap malam sebelum beliau hendak tidur malam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai celak pada kedua matanya sebanyak tiga kali goresan.”
(HR. Ibnu Majah, no. 3497. Lihat Syamaa-il Muhammadiyyah hal. 44).
10. Hendaknya mengibaskan tempat tidur (membersihkan tempat tidur dari kotoran, debu, dan semisalnya) ketika hendak tidur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan, ‘bismillaah,’ karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.”
(HR. Al-Bukhari, no. 6320, dan Muslim, no. 2714).
11. Jika sudah bangun tidur hendaknya membaca do’a sebelum berdiri dari tempat pembaringan, yaitu:
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya kami dibangkitkan.”
(HR. Al-Bukhari, no. 6312 dan Muslim, no. 2711).
12. Hendaknya menyucikan hati dari setiap dengki yang (mungkin timbul) pada saudaranya sesama muslim dan membersihkan dadanya dari setiap kemarahannya kepada manusia lainnya.
13. Hendaknya senantiasa menghisab (mengevaluasi) diri dan melihat (merenungkan) kembali amalan-amalan dan perkataan-perkataan yang pernah diucapkan.
14. Hendaknya bersegera bertaubat dari seluruh dosa yang dilakukan dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala dari setiap dosa yang dilakukan pada hari itu.
Wallahu a’lam bish-shawab. (Sumber: Bangka Pos/Tribun-Medan.com)
Artikel ini hasil olahan TRIBUNMANADO.CO.ID yang digabung dengan artikel yang sudah tayang di BanjarmasinPost.co.id
dan Tribun-Medan.com