Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Brigadir J Tewas

Terungkap Alasan LPSK Sebut Putri Candrawathi Pemohon Perlindungan yang Unik

LPSK menyebutkan bahwa Putri Candrawathi merupakan pemohon perlindungan yang unik. Ini alasannya.

Editor: Tirza Ponto
Kolase Tribun Manado/ Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Terungkap Alasan LPSK Sebut Putri Candrawathi Pemohon Perlindungan yang Unik 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Putri Candrawath disebut sebagai pemohon perlindungan yang unik.

Hal ini disebut oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu.

Sebagaimana diketahui Putri Candrawathi mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK beberapa waktu setelah kasus tewasnya Brigadir J mencuat.

Baca juga: Update Kasus ASN Iwan Budi: Pelaku Pembunuhan Telah Terdeteksi Berkat Temuan Benda Ini di TKP

Putri Candrawathi disebut LPSK sebagai pemohon yang unik.
Putri Candrawathi disebut LPSK sebagai pemohon yang unik. (Handout)

Patra M Zen menyebut jika Putri Candrawathi mengalami pelecehan.

Tetapi, saat LPSK hendak melakukan pemeriksaan terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo itu menolak memberikan keterangan.

Atas hal itu, menurut LPSK, Putri Candrawathi merupakan pemohon paling unik.

Sebelumnya LPSK tak pernah menemukan pemohon yang seperti Putri, sepanjang menangani permohonan kasus kekerasan seksual.

Pasalnya, Putri enggan untuk memberikan keterangan sebagai proses verifikasi kasus.

Baca juga: Jarang Diketahui, Inilah Sosok Ibrahim Sjarief Assegaf, Suami Najwa Shihab, Seorang Pengacara Sukses

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, saat wawancara eklusif di Kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2022).
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, saat wawancara eklusif di Kantor Tribun Network, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2022). (Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)

"Ibu PC adalah pemohon perlindungan yang paling unik kepada kasus kekerasan seksual yang saya tangani, dan pembuktian secara hukum," ujar Edwin, dalam acara Gathering Media di Bandung, Jawa Barat, Jumat (23/9/2022).

Bukan tanpa alasan, Edwin mengatakan, sepanjang LPSK berdiri belum ada pemohon yang tidak mau dimintai keterangan untuk proses perlindungan.

Hanya Putri Candrawathi, pemohon yang enggan memberikan keterangan untuk proses verifikasi kasus.

"Satu-satunya pemohon sepanjang LPSK berdiri yang tidak bisa (atau) tidak mau dia menyampaikan apapun kepada LPSK. Padahal, dia yang butuh LPSK," kata Edwin.

"Hanya ibu PC pemohon yang seperti itu selama 14 tahun LPSK berdiri," ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Ferdy Sambo Belum Menyerah, Pengacara Siapkan Langkah Hukum Lagi Banding PTDH Ditolak

Rekonstuksi kasus pembunuhan Brigadir menghadirkan Putri Candrawathi.
Rekonstuksi kasus pembunuhan Brigadir menghadirkan Putri Candrawathi. (Polri TV/Tangkap Layar)

Padahal, kata Edwin, LPSK sering memberikan perlindungan kepada korban pelecehan seksual.

Diketahui Putri Candrawathi sempat mengajukan perlindungan kepada LPSK pada 14 Juli 2022 atau sepekan setelah peristiwa penembakan Brigadir J (Nofriansyah Yoshua Hutabarat) terjadi.

Putri Candrawathi mengajukan perlindungan kepada LPSK berbarengan dengan Bharada E atau Richard Eliezer yang disebut menembak Brigadir J bersama Ferdy Sambo.

Namun, saat hendak diperiksa, Putri Candrawathi menolak. Pihak Putri meminta agar LPSK segera melindungi Putri tanpa pemeriksaan.

Saat itu, LPSK menolak dan tetap meminta pemeriksaan ulang dari psikolog milik mereka sendiri.

Singkatnya, Putri Candrawathi gagal mendapat perlindungan karena tak kunjung mau diperiksa oleh pihak LPSK.

Putri kemudian ditetapkan sebagai satu dari lima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J pada 19 Agustus 2022.

Diberitakan sebelumnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Brigadir J tewas ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer atas perintah Ferdy Sambo.

Polri telah menetapkan Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Putri Candrawathi, serta Bripka RR atau Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf sebagai tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.

Atas perbuatan mereka, kelima tersangka itu dijerat pasal pembunuhan berencana yang termaktub dalam Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman seumur hidup dan hukuman mati.

IPW Akui Tak Ada Pelecehan ke Putri Candrawathi, Sebut Hanya Kesepakatan

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, buka suara terkait dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.

Sugeng Teguh Santoso menyebut tidak ada pelecehan yang dialami istri Ferdy Sambo.

Baca juga: Misteri Jet Pribadi yang Dipakai Brigjen Hendra, Mafia Judi Online Disebut Eks Penasehat Kapolri

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. (Tribunnews.com/ Fersianus Waku)

Menurut Sugeng, dalam tudingan pelecehan ini hanya ada konsensual atau kesepakatan.

Sugeng Teguh Santoso menyebut isu pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo yang disuarakan oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan itu adalah produk prakondisi.

Prakondisi ini mulai dilakukan setelah peristiwa pembunuhan tanggal 8 Juli 2022.

Dia lalu membeber fakta tanggal 11 Juli 2022 ketika dia dihubungi anggota DPR RI yang menyampaikan versi istri Ferdy Sambo ada pengancaman, ditegur dan menembak.

"Bahkan dia bilang begini: Sambo itu menyesal, kenapa bukan dia sendiri yang menembak," ungkap Sugeng saat tampil di podcast Back To BDM yang tayang di youtube Harian Kompas, Sabtu (17/9/2022).

Lalu, pada tanggal 15 Juli 2022 ada seorang komisaris besar polisi (Kombes) meminta bertemu dia.

"Dia anggota Satgassus menceritakan hal yang sama. Bahkan persentuhan fisiknya dikasih tahu. Dipegang kakinya, dibekap, dipakai pistol," terang Sugeng.

Dengan fakta-fakta ini, Sugeng lalu memastikan memang ada prakondisi tentang pelecehan ini termasuk ke Komnas Perempuan dan Komnas HAM.

Terkait pernyataan Komnas Perempuan yang menyebut ada dugaan pelecehan, menurut Sugeng memang ada basis teoritis yang dipakai yakni UU PKS.

Namun, yang menjadi persoalannya, apakah ada hasil visum et repertus psikiatrum dari istri Ferdy Sambo yang selalu mengaku mengalami trauma berat.

"Apakah ada asesmen polisi yang menunjuk psikolog atau psikiater forensik yang memeriksa sebab dia traumatik itu karena apa. Apakah melihat Yosua diitembak karena secara personal dekat atau karena dilecehkan," ujar Sugeng.

"Apakah menurut anda ada pelecehan?" tanya Budiman Tajuredjo.

Sugeng menjawab tegas, tidak ada.

"Tidak ada pelecehan seksual, yang ada konsensual.

Peristiwanya ada tapi konsensual, kesepakatan," kata Sugeng.

Sugeng beralasan ada peristiwa itu, karena faktanya ada asisten rumah tangga (ART) bernama Susi yang menangis dan Kuat Maruf yang bersitegang dengan Brigadir J.

"Ini ada perjumpaan yang saya sebut konsensual itu ada. Entah antara siapa nih antara J (BRigadir J) atau antara KM (Kuat Baruf) dengan Ibu PC. Karena ini gelap di sini," katanya.

Pernyataan Sugeng ini didasari informasi yang dia dapat lalu dipetakan dengan fakta-fakta yang diangkat media.

"Jadi informasi itu sepotong, kita analisis.

Pelecehan itu produk prakondisi. Pertemuan yang terjadi adalah sebuah konsensus.

Saya petakan KM ribut dengan J. RR (Bripka RR) komunikasi dengan J ada.

Kalau tidak ada pelecehan, tidak ada ketahuan sedang ada perjumpaan, gak ada ribut dong," katanya.

Kalau betul seperti itu, berarti alasan Ferdy Sambo membela harkat martabat benar adanya?

Menurut Sugeng bisa saja itu terjadi.

"Makanya saya menyayangkan jenderal katakanlah ada konsensual, atau ada pelecehan, kenapa harus demikian.

Makanya ada informasi cek penggunaan obat," tukasnya.

Artikel tayang di Tribunnewsmaker.com

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik:

Tribun Manado

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved