Brigadir J Tewas
Akhirnya Terungkap Sosok Kakak Asuh yang Jadi 'Juru Selamat' Karier Ferdy Sambo, Kini Gagal Total
Sosok itu disebut memiliki hubungan dekat dengan Sambo dan ada dugaan bahwa sang kakak asuh sedang berupaya membantu Ferdy Sambo
TRIBUNMANADO.CO.ID - Menilik sosok 'Kakak Asuh' Ferdy Sambo.
Baru-baru ini ramai menjadi perbincangan soal sosok yang membekingi Ferdy Sambo sehingga dengan cepat naik dan menduduki posisi penting di Polri.
Sosok yang diistilahkan dengan kakak asuh tersebut terungkap ketika disampaikan oleh oleh mantan penasihat Kapolri, sekaligus Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Muradi.
Baca juga: Lagi dan Lagi, Sidang Etik Brigjen Hendra Kurniawan Ditunda ke Tiga Kalinya, Begini Alasan Polri
Meski menyampaikan beberapa fakta, Prof. Muradi enggan memberitahu secara rinci identitas sosok yang disebut kakak asuh Ferdy Sambo tersebut.
Sosok itu disebut memiliki hubungan dekat dengan Sambo dan ada dugaan bahwa sang kakak asuh sedang berupaya membantu Ferdy Sambo agar mendapatkan vonis ringan di kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Bahkan ada sosok 'kakak asuh' eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo (FS) di internal Polri dinilai sudah tiga kali gagal melakukan intervensi dalam pengusutan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Bandung, Prof Muradi, menilai 'kakak asuh' itu sudah bermain sejak proses penetapan FS sebagai tersangka.
Penetapan tersangka pada FS yang cukup lama menjadi salah satu indikator pihaknya menilai ada intervensi kala itu.
Seperti diketahui penetapan tersangka FS di kasus tewasnya Brigadir J ini memakan waktu lebih dari satu bulan, sejak insiden berdarah yang terjadi 8 Juli 2022 lalu.
"Kan ada empat tahapan nih, pertama, mereka sempat ramai soal penersangkaan FS, akhirnya gagal. Kapolri dengan timsus tetap menersangkakan yang bersangkutan."
"Saya melihatnya seperti itu, polanya kelihatan," kata Muradi dalam program Sapa Indonesia Malam KompasTV, Rabu (21/9/2022).
Kemudian upaya intervensi yang dilakukan selanjutnya para 'kakak asuh' itu pada saat Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pemecatan Ferdy Sambo.
"Tahapan kedua adalah sidang komisi, mereka juga keras, tapi kemudian Pak Agung (Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto) dan kawan-kawan menolak juga, akhirnya PTDH,” kata Muradi.
Setelah dua upaya intervensi tersebut gagal, mereka mencoba ‘bermain’ dengan mengajukan banding.
"Ketiga adalah banding. Harapannya banding ini akan ada proses diskusi dan sebagainya, tapi kemudian ditolak," tuturnya.
Lanjut Muradi mengatakan, dengan lolosnya upaya intervensi di tiga tahap itu, pihaknya meminta publik mengawal tahap terakhir, yakni persidangan FS.
"Tiga-tiganya ini sudah lolos nih, sudah sesuai dengan harapan publik ya, dengan harapan presiden."
"Sekarang tahapan yang terakhir ini juga agak khawatir kalau tidak dikawal betul," tutur Muradi.
Ia khawatir mereka akan mendekati jaksa maupun hakim, dan imbasnya bisa meringankan hukuman Ferdy Sambo.
"Ya dugaan saya kearah sana,untuk mengurangi hukuman."
"Kan hukuman maksimal ini mati, kalau saya bilang dari awal ini ada yang berupaya meringankan, saya kira ini harus dikawal betul,"ucap Muradi.
Sosok 'Kakak Asuh' Ferdy Sambo
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, Muradi mengatakan, ‘kakak asuh’ FS memiliki posisi strategis di internal Polri.
Para 'kakak asuh' itu ada yang masih aktif, dan ada yang sudah tidak aktif di kepolisian.
"Formal itu adalah kakak asuh yang masih aktif dan memiliki posisi strategis dan informal itu kakak asuh yang sudah tidak pegang posisi tapi sebelumnya strategis."
"Dua ini saya mengingatkan sejak pertama jadi tersangka, karena ada karakter yang seolah-olah mau menyelamatkan, minimal mengurangi hukuman dari total sangkaan hukuman mati dari yang bersangkutan," katanya.
Muradi membenarkan, dan menjelaskan bahwa yang ia maksud adalah senior FS di Akademi Kepolisian (Akpol).
"Internal Polri. Betul (angkatannya lebih senior), dia menjadi orang yang kemudian lebih senior dibanding Sambo."
"Ada beberapa kakak asuh yang pangkatnya justru lebih rendah, tapi dia di Akpolnya senior," Muradi menegaskan.
Salah satu ‘kakak asuh’, kata Muradi sudah purnawirawan, tetapi dialah yang punya pengaruh.
Yakni menjadikan Ferdy sebagai jenderal bintang satu, jenderal bintang dua, hingga diangkat menjadi Kadiv Propam.
Sedangkan beberapa ‘kakak asuh’ yang belum pensiun, menurutnya memegang posisi strategis, baik di Polda maupun di mabes.
Yang mengejutkan lagi, Muradi menyebut sosok kakak asuh Ferdy Sambo ini merupakan ‘mastermind’ atau perencana dari terbentuknya ‘kaisar sambo’.
Bahkan, ia tidak hanya menguasai lahan perjudian, tambang juga ikut dicaplok.
Muradi menilai kerajaan yang dibentuk Ferdy Sambo ini dapat langgeng lantaran didukung oleh kakak asuh.
Lebih jauh, Muradi menyebut hubungan antara kakak asuh dan Ferdy Sambo masih intens berkomunikasi untuk meringankan hukuman sang adik.
“Mereka masih berkomunikasi, yang paling vulgar ketika Sambo nggak mengakui menembak, dalam rekonstruksi buat saya implisit dia masih punya power. Masih ada back up di situ” kata Muradi.
Muradi menjelaskan, orang yang disebut sebagai kakak asuh di sini adalah para pejabat kepolisian yang pernah menjabat di posisi strategis.
Dia menduga kakak asuh sambo tidak terlibat langsung dalam kasus Brigadir J, namun kakak asuh itu berupaya agar Sambo bisa lolos dari jerat pidana.
Muradi enggan membeberkan secara rinci sosok kakak asuh Kendati demikian, Muradi tak membeberkan secara rinci identitas kakak asuh Ferdy Sambo yang dimaksud.
Dia hanya menegaskan kakak asuh itu memberikan jabatan Kadiv Propam kepada Sambo pada 2019.
Melejitnya karir Sambo di kepolisian diduga karena campur tangan sosok tersebut.
Oleh sebab itu, Muradi meminta kepada tim khusus (timsus) bersama bareskrim Polri untuk menyelidiki peran dari sosok kakak asuh yang membantu Ferdy Sambo di kasus Brigadir J.
"Kalau enggak ini akan masuk angin. Dia akan mendapat hukuman yang minimal, padahal kan dia yang merusak semuanya. Harusnya dia hukumannya minimal 20 tahun, bisa seumur hidup atau hukuman mati," kata Muradi.