Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Data Pribadi Bocor

Baru Terungkap Bjorka Ditantang Warganet Ungkap Dalang Pembunuh Munir, Apakah Netizen Kena Sanksi?

Bjorka jadi sorotan setelah mengklaim telah membocorkan data pribadi masyarakat Indonesia, kementerian, hingga dokumen rahasia presiden RI.

Editor: Glendi Manengal
KOMPAS.com/Zulfikar
Bjorka kembali melakukan doxing ke sejumlah pejabat publik di grup Telegram barunya. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Hacker yang membocorkan data pribadi warga Indonesia saat ini tengah jadi sorotan publik.

Diketahui peretas tersebut bernama Bjorka.

Terkait hal tersebut kini akun Twitter diduga milik Bjorka mendadak hilang.

Baca juga: Akhirnya Terungkap Bripka RR Bongkar Fakta Terbaru di Megelang, Ternyata yang Nangis Bukan Bu Putri

Ilustrasi anggota Breached Forums dengan username Bjorka yang menjual data kependudukan 105 juta warga Indonesia. Data kependudukan ini diklaim berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Ilustrasi anggota Breached Forums dengan username Bjorka yang menjual data kependudukan 105 juta warga Indonesia. Data kependudukan ini diklaim berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) (KOMPAS.com/ Galuh Putri Riyanto)

Bjorka jadi sorotan setelah mengklaim telah membocorkan data pribadi masyarakat Indonesia, kementerian, hingga dokumen rahasia presiden RI.

Akun Twitter yang diduga milik Bjorka juga mendadak hilang setelah mengungkap dalang pembunuh aktivis HAM Munir.

Warganet menantang Bjorka untuk mengungkap dalang pembunuh Munir beberapa waktu lalu.

Sejak kemunculannya beberapa bulan ini, warganet ramai membicarakannya. Tak sedikit yang ikut menyebarkan data yang bocor, seperti data dalang pembunuh Munir.

Apakah warganet yang ikut menyebarkan data pribadi atau meminta dibukanya identitas dalang pembunuh Munir bisa kena sanksi?

Pemerhati keamanan siber sekaligus staf Engagement and Learning Specialist di Engage Media, Yerry Niko Borang, menjelaskan hal tersebut masih menjadi perdebatan.

"Masih debatable ya. Yang pertama menyebarkan kan Bjorka dan media sosial itu ruang publik. Kalau mau dihukum apakah Twitter juga akan dihukum?" kata Yerry pada Kompas.com, Senin (12/9/2022).

Dia mengatakan dalam kasus normal, orang yang membagikan data pribadi ancamannya tegas dan ada hukumannya, misalnya di UU ITE (karena belum ada Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi).

Di pasal 32 ayat 2 UU ITE ancaman hukumannya mencapai 9 tahun penjara bagi yang menyebarkan data pribadi.

"Saya melihat dalam kasus Bjorka ada nuansa politik, yaitu kritik terhadap pelayanan negara, Kominfo dan sebagainya dan ini masuk dalam ekspresi politik. Semacam protes online karena interaksi Bjorka dan netizen yang justru banyak meminta Bjorka untuk melakukan ini dan itu. Apakah siap menghukum puluhan ribu orang?" imbuh Yerry.

Dia juga mengatakan semestinya perlu melihat konteks sosial juga, seperti kaitannya dengan isu transparansi dan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah (misalnya, kenaikan BBM, kasus Munir dan sebagainya).

Meski begitu menurut Yerry data pribadi memang sebaiknya tidak dibocorkan maupun disebarkan, karena itu hak asasi. Kecuali dia pejabat yang sedang bermasalah, misalnya korupsi.

Sebaiknya menurut Yerry warganet tidak perlu ikut menyebarkan data-data yang bocor. Hal itu lantaran jika data tersebut benar, bisa jadi dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab.

Dalam kasus Bjorka, Yerry menggarisbawahi pihak yang perlu dibenahi adalah pemerintah.

"Sebenarnya yang perlu ditagih kewajiban penyimpan dan pengumpul data dalam hal ini pemerintah. Dalam RUU keamanan data pribadi, ada kewajiban bagi pengumpul data dan ada konsekuensi kalau lalai. Kan kalau tidak dikumpulkan NIK akan sulit dicuri, tapi karena dikumpulkan di satu lembaga menjadi memudahkan hacker. Bisa jadi dibaca seperti itu," tutur Yerry.

Jadi, lanjutnya, harus ditanya juga ke pemerintah apakah mereka sudah menjalankan kewajiban atau belum. Jika belum mampu mengamankan data yang dikumpulkan, sebaiknya perbaiki dulu sistemnya.

Bjorka, hacker yang membobol data pemerintah Indonesia
Bjorka, hacker yang membobol data pemerintah Indonesia (twitter)

Dihubungi terpisah, pakar keamanan siber yang juga Chairman CISSReC, Pratama Persadha, menjelaskan penyebaran data kependudukan bisa dikenai dengan UU Kependudukan selain juga UU ITE.

Namun dalam situasi seperti sekarang, menurut Pratama fokusnya lebih kepada bagaimana pemerintah bisa melakukan mitigasi kebocoran data di mana-mana.

"Yang bisa dilakukan dengan penetration test, lalu forensic digital, membentuk tim khusus untuk mencari siapa Bjorka sebenarnya. Namun tetap prioritas adalah memperbaiki sistem informasi di Kementerian dan Lembaga Negara. Jangan sampai terjadi seperti ini lagi," kata Pratama pada Kompas.com, Senin (12/9/2022)

Harusnya tidak apa, karena itu bukan hoaks. Akan kena UU ITE jika yang disebar adalah hoaks.

Dia menambahkan dalam kasus Bjorka konteksnya adalah sebuah peristiwa kebocoran data, termasuk di dalamnya ada beberapa data pribadi para pejabat.

Meski begitu, kata dia, sebaiknya masyarakat tidak ikut menyebarkan lebih lanjut data pribadi yang bocor.

Telah tayang di Kompas

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved