Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pantas Komjen Purn Oegroseno Sebut Pencopotan Pamen Terlibat Kasus Brigadir J Tepat, Ini Alasannya

Oegroseno menerangkan bahwa pemecatan perwira kepolisian yang terlibat dalam kasus Irjen Ferdy Sambo sudah sesuai kode etik kepolisian.

Editor: Alpen Martinus
Tribun Manado/ HO
63 polisi terseret skenario Ferdy Sambo. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pencopotan sejumlah perwira menengah yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J sudah semestinya dilakukan.

Hal tersebut didukung oleh Komjen Purnawirawan Oegroseno mantan Wakapolri.

Sudah sejak awal kasus pembunuhan Brigadir J sudah menyeret sejumlah perwira menengah di kepolisian.

Baca juga: Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Tantang Komnas HAM Buktikan Kasus Rudapaksa ke PC

Simak video terkait :

Oegroseno mengatakan bahwa sejumlah perwira polisi yang ketahuan membantu menghapus barang bukti dan mengacaukan penyelidikan sudah pasti melanggar kode etik.

Meskipun, ujar Oegroseno, para anggota polisi itu melakukan pelanggaran kode etik atas perintah jenderal atau pimpinan.

Oegroseno menerangkan bahwa pemecatan perwira kepolisian yang terlibat dalam kasus Irjen Ferdy Sambo sudah sesuai kode etik kepolisian.

Baca juga: Sosok Kombes Agus Nurpatria, Akan Jalani Sidang Etik Terkait Kasus Brigadir J, Anak Buah Ferdy Sambo


Mantan Wakapolri Komjen Purnawirawan Oegroseno. (Wartakotalive.com/Adi Suhendi)

Tidak diperlukan putusan hukum pidana untuk memecat sejumlah perwira menengah itu.

Menurut Oegroseno, pemecatan itu sudah sesuai dengan Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No 1 tahun 2003.

“Dalam kasus ini komisi kode etik bisa lihat lebih awal indikasi pelanggaran yang dilakukan Polri yakni merusak citra polisi dan sebagainya,” kata Oegroseno di Kompas TV, Senin (5/9/2022).

Oegroseno juga menjelaskan takut dengan perintah pimpinan atau Irjen Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri tidak bisa menjadi alasan untuk polisi melanggar kode etik.

Baca juga: Akhirnya Terungkap Komnas HAM Menduga Penembak Brigadir J Ada 3 Orang, Begini Respon Polri

Sebab, kata Oegroseno, sejumlah perwira polisi itu masih bisa menolak perintah Irjen Ferdy Sambo meskipun risiko pencopotan jabatan mengancam.

Menurut Oegroseno, pencopotan jabatan polisi karena melanggar perintah pimpinan merupakan hal biasa.

Para perwira tersebut juga hanya terkena sanksi administrasi apabila melanggar perintah Ferdy Sambo.

Namun, apabila melanggar kode etik kepolisian, maka sanksi pemecatan bahkan pidana bisa didapat para perwira tersebut seperti yang terjadi saat ini.

Oegroseno mengingatkan bahwa perwira polisi tetap berdiri sendiri sesuai dengan kode etik dan undang-undang.

Sehingga mereka masih bisa menolak intruksi pimpinan apabila hal tersebut melanggar undang-undang.

“Jadi kalau perintah atasan tidak sesuai undang-undang kita bisa nyatakan tidak laksanakan. Risiko jabatan nanti dicopot itu sudah biasa, tidak masalah setiap insan bhayangkara itu punya tanggung jawab pada hukum, jadi enggak harus tunduk perintah pimpinan yang melanggar aturan,” papar Oegroseno.

Oegroseno menambahkan bahwa slogan Satya Haprabu yang dipegang anggota polisi bukanlah tunduk kepada pimpinan kepolisian.

Melainkan tunduk pada negara dan pimpinan negara, yakni presiden.

“Jadi Satya Haprabu jangan diartikan setiap perintah pimpinan dilaksanakan, kalau perintah langgar undang-undang maka harus bertindak pakai hati nurani,” papar Oegroseno.

Diketahui sebelumnya sejumlah perwira polisi dicopot akibat dari penghalang-halangan kasus penyelidikan terhadap kematian Brigadir J.

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved