Brigadir J Tewas
Dipecat Gara-gara Ferdy Sambo, Komjen Oegroseno Sebut Anak Buah Boleh Tolak Perintah Atasan
Komjen Oegroseno menjelaskan para anggota Polri yang terlibat pembunuhan Brigadir J bisa terhindar dari pemecatan bila menolak perintah Ferdy Sambo.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Mantan Wakapolri Komjen Purnawirawan Oegroseno menanggapi nasib para anggota Polri yang terlibat dalam pembunuhan Brigadir J.
Komjen Oegroseno menjelaskan para perwira atau anggota Polri yang terlibat pembunuhan Brigadir J bisa terhindar dari pemecatan bila menolak perintah atasan, yakni Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo diketahui menjadi otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yang tidak lain ajudannya sendiri.
Dalam kasus pembunuhan berencana yang didalangi Ferdy Sambo ini menyeret banyak anggota Polri.
Sederet perwira termakan perintah Ferdy Sambo dengan menghalangi dan memanipulasi fakta yang sebenarnya terjadi.

Perintah menghalangi pengusutan kasus tentu melanggar kode etik Polri.
Ultimatum Ferdy Sambo dalam kasus kematian Brigadir J ini sebenarnya bisa ditolak para perwira di bawahnya, khususnya mereka yang telah terlibat dan berujung pemecatan.
Andai kata mereka menolak, para perwira tersebut tidak akan berujung nasib dipecat dari institusi Polri.
Hal itu dijelaskan Komjen Oegroseno dengan menilai bahwa pencopotan sejumlah perwira menengah yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J merupakan hal yang sudah semestinya.
Komjen Oegroseno mengatakan bahwa sejumlah perwira polisi yang ketahuan membantu menghapus barang bukti dan mengacaukan penyelidikan sudah pasti melanggar kode etik.
Meskipun kata Oegroseno, para anggota polisi itu melakukan pelanggaran kode etik atas perintah jenderal atau pimpinan.
Komjen Oegrosenomengatakan bahwa pemecatan perwira kepolisian yang terlibat dalam kasus Ferdy Sambo sudah sesuai kode etik kepolisian.
Tidak diperlukan putusan hukum pidana untuk memecat sejumlah perwira menengah itu.
Menurut Oegroseno, pemecatan itu sudah sesuai dengan Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No 1 tahun 2003.
“Dalam kasus ini komisi kode etik bisa lihat lebih awal indikasi pelanggaran yang dilakukan Polri yakni merusak citra polisi dan sebagainya,” jelas Oegroseno di Kompas Tv, Senin (5/9/2022).