UU TPKS
Swara Parangpuan Sulut dan JPHPKKS Kawal Implementasi UU No 12 tahun 2022 soal Kekerasan Seksual
Saat ini perempuan dan anak korban kekerasan seksual telah memiliki payung hukum dengan hadirnya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Aswin_Lumintang
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Saat ini perempuan dan anak korban kekerasan seksual telah memiliki payung hukum dengan hadirnya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Banyak kasus kekerasan seksual di Sulut yang pelakunya divonis ringan bahkan bebas dengan alasan tidak memenuhi unsur atau kurang alat bukti. sementara korban dibiarkan menanggung sendiri masalah yang dihadapi bahkan terkadang korban dikucilkan karena dianggap bersalah karena belum ada UU yang mengatur secara jelas hak-hak korban.
Ada 343 kasus kekerasan seksual di Sulawesi Utara yang ditangani Polda dan Polres periode Januari-Agustus 2022 (sumber: bahan presentasi Banit I Subdit IV Renakta Polda Sulut).

Ratna Batara Munti dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan mengatakan, pardigma hukum UU TPKS berorientasi pada kadilan korektif (sanksi bagi pelaku), keadilan restorative (pemulihan korban) dan keadilan rehabilitative (ditujukan kepada korban maupun pelaku.
Terobosan dalam UU TPKS yakni mengakui realitas exixting bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dialami korban yang selama ini belum diakui dalam aturan per UU, hukum acara yang cukup akomodatif terhadap pengalaman korban antara lain perluasan alat bukti, mengatur peran dan perlindungan bagi pendamping, adanya bab khusus tentang hak-hak korba, menyasar juga pada perbaikan struktur dan kultur hukum.
Terkait pencegahan juga bukan hanya pencegahan sebelum ada kasus tapi pencegahan agar tidak terjadi keberulangan dengan pelaku yang sama.
Marsel S Silom SE Kepala UPTD PPA Provinsi Sulut mengatakan, tantangan implementasi UU TPKS dari aspek emberian layanana terpadu bagi korban kekerasan seksual dan kesiapan UPTD PPA. Salah satunya adalah belum semua provinsi dan Kab/Kota membentuk UPTD, lembaga sudah terbentuk namun SDM belum memadai secara kualitas dan kuantitas, mekanismen layanan penanganan AMPK setiap daerah berbeda dan belum terstandarisasi. Sulut sendiri baru ada 5 Kab/Kota yang memiliki UPTD PPA yakni Kab. Boltim, Kota Kotamobagu, Kabupatan Mitra, Kabupaten Bolmut. Yang belum bergerak adalah Kab. Minahasa dan Kab. Talaud, yang lain sedang berproses.
Andros Geraldo Hiinur, SH Banit 1 Subdit 4 Renakta Ditreskrimum Polda Sulut, menyoroti penanganan Korban Kekerasan seksual paska UU TPKS disahkan. Fokus pembahasan pada pasal 4 yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual, pasal 5 mengatur pelecehan seksual non fisik, pasal 6 huruf a,b dan c mengatur pelecehan seksual fisik dan pasal 26 tentang pendampingan korban saksi. Dijelaskan juga alur proses penyidikan di kepolisian serta data kasus yang ditangani Polda Sulut. Saat ini Polda Sulut sudah menggunakan UU TPKS untuk kasus KS, seperti kasus pelecehan seksual di taksi online yang viral belum lama ini.

Delmus Puneri Salim, M.A, M.Res, Ph.D Rektor IAIN Manado, menyampaikan bahwa di kampus ada kode etik Dosen, ASN dan Mahasiswa, dimana mengatur menyangkut perbuatan seksual dengan persetujuan orang lain tetapi dilarang agama, UU TPKS focus pada perbuatan seksual tanpa persetujuan orang lain.
Peran perguruan tinggu adalah membuat aturn lanjutan UU TPKS dan kode etik, membuat media pelaporan TPKS dan Kode Etik, membuat dewan TPKS dan Kode Etik, dan memuat materi TPKS dan Kode Etik dalam berbagai kegiatan
Ismail Husen Pendamping korban Swara Parangpuan Sulut berbagi pengalaman melakukan pendampingan. Bahwa selama ini masih ada kendala mendampingi kasus jika laporannya ada di tingkat Polsek karena belum ada UPPA tidak seperti di Polres atau Polda yang memang sudah ada UPPA dan petugasnya sudah memiliki perspektif korban. Selama ini juga melakukan kerjasama dengan UPTD Provinsi dan Kab/Kota dalam melakukan pendampingan seperti merujuk layanan yang tidak tersedia di lembaga seperti psikolog dan medis.
Semoga UU ini semakin memberi kepastian hukum pada korban kekerasan dan yang paling penting perempuan dan anak korban kekerasan seksual mendapat perlindungan dan rehabilitasi dari pemerintah sebagaimana diatur dalam bab khusus tentang hak-hak korban. Dalam kegiatan ini semua narasumber sepakat untuk terus melakukan sosialisasi kepada lingkungan dan masyarakat sesuai dengan kapasitas masing-masing,