Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Internasional

Profil Salman Rushdie, Penulis Ayat-ayat Setan yang Dikecam Seluruh Dunia, Jadi Sasaran Penikaman

Salman Rushdie menjadi sasaran pembunuhan oleh orang tak dikenal saat menjadi pembicara di New York, Amerika Serikat. Berikut profil lengkapnya.

Editor: Isvara Savitri
AP PHOTO/EVAN AGOSTINI
Salman Rushdie saat menghadiri National Arts Awards 2009 yang diselenggarakan Americans for the Arts pada 5 Oktober 2009. Salman Rushdie menjadi korban penikaman saat menjadi pembicara di New York, Amerika Serikat, Jumat (12/8/2022). 

Dikutip dari britannica.com, Salman lahir di Mumbai, India pada 19 Juni 1947.

Ia belajar di Rugby School dan University of Cambridge hingga menerima gelar MA di sana, tepatnya pada 1968.

Setelahnya, ia bekerja di London pada era 1970-an, sebagai copywriter iklan di Ogilvy & Mather.

Ia kemudian mulai menulis novel dengan novel pertama yang terbit berjudul Grimus pada 1975.

Novel selanjutnya yang ia terbitkan yakni Midnight's Children (1981), tentang seorang anak laki-laki yang lahir di India tepat ketika negara itu memperoleh kemerdekaannya.

Lalu Novel Shame pada 1983 yang dilatarbelakangi oleh gejolak politik di Pakistan saat itu.

Dalam file foto yang diambil pada 16 November 2012, penulis Inggris Salman Rushdie mengambil bagian dalam acara TV
Dalam file foto yang diambil pada 16 November 2012, penulis Inggris Salman Rushdie mengambil bagian dalam acara TV "Le grand journal" di set Saluran TV Prancis+ di Paris. Rushdie, yang tulisan-tulisannya yang kontroversial membuatnya menjadi sasaran fatwa yang memaksanya bersembunyi, ditikam di leher oleh seorang penyerang di atas panggung hari Jumat di negara bagian New York barat, menurut Kepolisian Negara Bagian New York. Yang diserang berada dalam tahanan. (Kenzo TRIBOUILLARD/AFP)

Novel selanjutnya yakni The Satanic Versus, yang menimbulkan protes di banyak negara, termasuk Indonesia kala itu.

Grup Band GodBless bahkan menciptakan lagu berjudul Maret 1989, terinspirasi dari situasi dunia yang protes terhadap novel itu.

Inggris dan Iran sampai memutuskan hubungan diplomatik mereka atas kontroversi Salman Rushdie pada tahun 1989.

Meski terancam mati, Rushdie terus menulis, ia memproduksi Imaginary Homelands (1991), kumpulan esai dan kritik; novel anak-anak Haroun and the Sea of ​​Stories (1990); kumpulan cerpen Timur, Barat (1994); dan novel The Moor's Last Sigh (1995).

Pada tahun 1998 Mohammad Khatami membuat komitmen publik untuk tidak mendukung atau menghalangi pembunuhan Rushdie, dalam upaya untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan Inggris.

Setelah kembali ke kehidupan publik, Rushdie menerbitkan novel The Ground Beneath Her Feet (1999) dan Fury (2001).

Namun pada tahun 2005 pemimpin Iran Ayatollah Ali Khamenei menegaskan kembali hukuman mati.

Baca juga: Akhirnya Terungkap Kondisi Ferry Irawan, Dilarikan ke RS, Penyakit Langka Suami Venna Melinda Kambuh

Baca juga: Nasib Istri Ferdy Sambo Terkait Tewasnya Brigadir J, Bisa Dijerat Pidana karena Buat Laporan Bohong

Dikutip dari greelane.com, Al Qaeda juga memasukkannya ke dalam daftar sasaran bersama beberapa tokoh sastra dan media yang diklaim menghina Islam.

Salman Rushdie sempat menggunakan nama Joseph Anton saat bersembunyi.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved