Gunung Krakatau
Gununga Anak Krakatau 4 Kali Meletus, Basarnas Siapkan Kapal SAR dan Imbau Masyarakat
Basarnas siaga, Gunung Anak Krakatau meletus 4 kali sejak Minggu (17/7/2022) hingga Senin (18/7/2022).
TRIBUNMANADO.CO.ID - Gunung Anak Krakatau (GAK) di Selat Sunda dilaporkan telah empat kali meletus sejak Minggu (17/7/2022) hingga Senin (18/7/2022).
Badan SAR Nasional (Basarnas) Lampung langsung menyiagakan kapal SAR untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau.
Pemantauan ini dilakukan setelah GAK meletus empat kali sejak Minggu (17/7/2022) kemarin hingga hari ini Senin (18/7/2022).
Basarnas Lampung pun mengimbau kepada masyarakat agar segera melaporkan bila terjadi kondisi darurat.
Dikutip dari Kompas.com, Kepala Kantor Basarnas Lampung Deden Ridwansyah mengatakan, berdasarkan data dari Kementerian ESDM, GAK tercatat sudah empat kali mengalami erupsi sejak kemarin kemarin.
Pada Senin (17/8/2022) sekitar pukul 08.26 WIB, GAK kembali meletus dengan tinggi kolom abu sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).
"Kategori masih siaga atau level III, wisatawan atau warga dilarang mendekat dari radius 5 kilometer," kata Deden di Bandar Lampung, Senin (18/7/2022).
Menurut Deden, dari data tersebut aktivitas GAK masih fluktuatif dengan kondisi erupsi dan tenang tanpa lelehan lava.
Dengan melihat intensitas erupsi ini, Deden menambahkan, pihaknya menyiagakan Kapal SAR 224 Basudewa.
Kapal yang ditempatkan di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung ini akan digunakan untuk memantau secara langsung kondisi GAK.
"Kita siagakan untuk memantau aktivitas dan dampak GAK di Selat Sunda," kata Deden.
Deden menambahkan, masyarakat diminta waspada dan awas atas faktor cuaca dengan adanya aktivitas GAK tersebut.
"Bila ada aktivitas atau kondisi yang darurat bisa langsung menghubungi Basarnas Lampung," kata Deden.
Sejarah erupsi Gunung Anak Krakatau
Dalam laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), kawasan Selat Sunda menjadi kawasan yang sering mengalami bencana akibat Gunung Krakatau.
Tercatat, letusan Gunung Krakatau paling fenomenal pernah terjadi tahun 1883.
Saat itu, Gunung Krakatau meletus dengan melontarkan remah vulkanik dengan volume 18 km kubik, tinggi asap 80 km, dan menimbulkan gelombang tsunami setinggi 30 meter di sepanjang pantai barat Banten dan pantai selatan Lampung.
Menurut pemberitaan resmi pemerintah Hindia-Belanda, dituliskan bahwa peristiwa Gunung Krakatau meletus ini menewaskan 36.417 orang.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menuliskan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Krakatau sempat berhenti tahun 1681. Setelah beristirahat kurang lebih 200 tahun, Krakatau kembali memperlihatkan aktivitasnya.
Gunung Krakatau kembali tenang mulai Februari 1884 sampai Juni 1927. Setelah itu, pada 11 Juni 1927 erupsi yang berkomposisi magma basa muncul di pusat komplek Krakatau, yang dinyatakan sebagai kelahiran Gunung Anak Krakatau.
Tercatat bahwa Gunung Anak Krakatau mulai tumbuh pada 20 Januari 1930.
Akibat letusan-letusannya, gunung ini tumbuh semakin besar dan tinggi, membentuk kerucut yang sekarang mencapai tinggi sekitar 300 meter dari muka laut.
Selain bertambah tinggi kerucut tubuhnya, gunung ini juga memperluas wilayah daratannya.
Catatan sejarah kegiatan vulkanik Gunung Anak Krakatau sejak lahirnya 11 Juni 1930 hingga tahun 2000, telah mengalami erupsi lebih dari 100 kali baik bersifat eksplosif maupun efusif.
Dari sejumlah letusan tersebut, umumnya titik letusan selalu berpindah-pindah di sekitar tubuh kerucutnya. Waktu istirahat gunung ini berkisar 1-8 tahun, dan umumnya terjadi 4 tahun sekali berupa letusan abu dan leleran lava.
Kegiatan terakhir Gunung Anak Krakatau yaitu letusan abu dan leleran lava yang berlangsung mulai 8 november 1992 menerus sampai Juni 2000. Jumlah material vulkanik yang dikeluarkan selama letusan tersebut kurang lebih 13 juta meter kubik, terdiri dari lava dan material lepas berkomposisi andesitbasaitis.
Pada 5 Juli 2001 terjadi erupsi abu tipe strombolian. Empat tahun kemudian, pada 24-26 September 2005, terjadi peningkatan jumlah kegempaan.
Adapun pada 20-22 Oktober 2007, aktivitas kegempaannya kembali meningkat dan pada 23 Oktober 2007 terjadi letusan abu setinggi 200 meter.
Hasil pengamatan visual pada 25 Oktober 2007, menemukan adanya lubang letusan baru di dinding selatan Gunung Anak Krakatau.
Lebih lanjut, kembali terjadi peningkatan aktivitas pada 1-20 April 2008. Hasil pengamatan langsung pada 15-18 April menunjukkan terjadinya letusan abu disertai lontaran material pijar, yang berlangsung setiap selang 5-15 menit dengan ketinggian berkisar 100-500 meter.
Pasca erupsi yang terjadi pada tanggal 22 Desember 2018 yang kemudian kolapsnya tubuh bagian barat daya dari Gunung Anak Krakatau, tinggi gunung saat ini sekitar 150 mdpl.
Sejak 10 Oktober 2010, terjadi letusan abu dari erupsi Gunung Anak Krakatau disertai lontaran material pijar dengan ketinggian asap berkisar 100-1700 meter dan berlangsung setiap hari sampai saat ini.
Artikel ini tayang di Kompas.com