Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Piala AFF U19 2022

Hal Ini yang Buat Timnas Indonesia Gugur di Piala AFF U19 2022: dari Regulasi Usang hingga Main Mata

Mirisnya, perjuangan Garuda Nusantara berakhir bukan karena kalah, tetapi disebabkan regulasi kompetisi.

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/hp.
Pelatih timnas U19 Indonesia, Shin Tae-Yong, menyapa suporter usai pertandingan melawan Myanmar dalam laga Grup A Piala AFF U19 2022 di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (10/7/2022). Indonesia menang 5-1 atas Myanmar dan gagal melaju ke semifinal piala AFF U19. 

Italia kala itu merasa jadi korban sepak bola biskuit alias biscotto antara Denmark dan Swedia.

Pada hari pertandingan terakhir Grup C Euro 2004 Italia butuh kemenangan atas Bulgaria sebagai pemenuhan salah satu syarat lolos ke fase perempat final.

Italia sukses mewujudkannya. Gli Azzurri menang 2-1 berkat gol Simone Perrotta dan Antonio Cassano.

Akan tetapi asa Italia lolos pupus karena syarat lain tak terpenuhi. Kedua rival Gli Azzurri, Denmark dan Swedia bermain imbang 2-2.

Skor imbang 2-2 itu bermakna Swedia dan Denmark lolos ke perempat final, sementara Italia yang juga punya poin total 5, mesti masuk kotak.

Setelah kejadian itu, terminologi “biscotti” atau “biscotto” dalam penyebutan tunggal, ramai bertebaran di media Italia.

Media Italia sering memakai terminologi “biscotto” untuk menggambarkan perjanjian main mata atau kompromi yang dilakukan dua tim untuk mencari aman dan mengubur harapan pesaing.

Secara harfiah, biscotto berarti biskuit. Awal mulanya, istilah ini dipakai di pacuan kuda.

Biskuit menjadi sarana untuk mengatur hasil pacuan kuda. Pemilik kuda yang diunggulkan menang akan memberi makan kuda pacunya biskuit berkandungan ilegal.

Tujuannya adalah membuat performa si kuda unggulan merosot sehingga kuda lain yang tak diunggulkan bisa menang.

Nah, pada Euro 2004 Denmark dan Swedia dinilai mempraktikkan “biscotto” alias sepak bola biskuit untuk menyingkirkan Italia.

Temuan menarik dilaporkan oleh media asal Swedia, Offside, beberapa tahun setelah Euro 2004.

Pada saat pemanasan, personel Swedia, Erik Edman, kedapatan bertanya kepada sang rival asal Denmark, Daniel Jensen.

“Apakah kita harus bermain 2-2?” kata Edman.

“Ya, kenapa tidak?” tutur sang bek Denmark menjawab, seperti dikutip The Guardian dari majalah Offside.

Edman lantas melanjutkan. “Oke, kalian kebobolan lebih dulu.”

Walau begitu, UEFA, organisator sepak bola Eropa, tak melakukan investigasi khusus untuk laga Denmark vs Swedia di Euro 2004.

“Tidak ada apa-apa sama sekali,” ujar juru bicara UEFA kala itu, Rob Faulkner, kepada BBC.

Praktik “sepak bola biskuit” tak cuma ada di Euro 2004. Jauh bertahun-tahun sebelumnya, Jerman Barat dan Austria dituding berkonspirasi untuk menyingkirkan Aljazair di Piala Dunia 1982.

Aljazair akan tersingkir dari putaran pertama Grup 2 Piala Dunia 1982 andai Jerman Barat menang dengan margin satu atau dua gol atas Austria.

Benar saja, Jerman Barat menang 1-0 atas Austria dan kedua tim itu bisa lolos bersama serta melihat Aljazair tersingkir.

Fenomena “main mata” di Piala Dunia 1982 tersebut lantas beken dengan sebutan “Disgrace of Dijon”, mengacu kepada arena laga Jerman vs Austria di Stadion El Molinon, Dijon, Spanyol.

Penyesalan sang kapten

Kapten timnas U19 Indonesia Muhammad Ferarri mensyukuri kemenangan besar Garuda Nusantara pada laga pamungkas Grup A meski berakhir pahit.

Namun, pemain Persija Jakarta itu juga menyesal karena hasil pertandingan melawan Vietnam dan Thailand berakhir tanpa gol.

Andai timnas U19 Indonesia menang atas Vietnam dan Thailand, Ferarri dkk mungkin takkan gugur karena regulasi yang dianggap aneh.

"Alhamdulillah, puji syukur kami mendapatkan hasil yang bagus dan saya mewakili para pemain kepada masyarakat Indonesia. Hasil bagus, tetapi kami tidak berhasil lolos," kata Ferarri.

"Dari saya sendiri ya menyesal (tak bisa kalahkan Vietnam dan Thailan) karena kami semua bermain baik," ucap pemain berusia 19 tahun itu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved