Nasional Pemerintahan
Menkeu Sri Mulyani Pastikan 3 Provinsi Baru Papua akan Diistimewakan soal Anggaran Pemilu 2024
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan tiga provinsi baru di Papua, bakal memiliki anggaran khusus untuk Pemilu 2024.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah akan mengkhususkan tiga wilayah provinsi baru di Papua saat Pemilu 2024 mendatang.
Sri Mulyani memastikan tiga provinsi baru di Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah bakal memiliki anggaran khusus untuk Pemilu 2024.
Pemerintah melalui Kemenkeu saat ini tengah mengkaji kebutuhan anggarannya.
Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sedang meneliti semua persiapan terkait Pemilu 2024. Bendahara negara ini menyatakan akan ada anggaran baru untuk ketiga provinsi itu.
"Untuk 3 daerah ini kan ada pasal khususnya yang disediakan terkait anggaran, karena kami lihat dari sisi APBD-nya (APBD Provinsi Papua) untuk dipecah menjadi 3 juga itu tidak memadai untuk penyelenggaraan Pemilu," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Selasa (5/7/2022).
Adapun pada awal Juni 2022, pemerintah dan DPR beserta penyelenggara pemilu telah menyepakati anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp 76,6 triliun. Namun, Sri Mulyani bilang anggaran itu masih akan dikaji kembali mengingat adanya penambahan jumlah provinsi dari 34 menjadi 37.
Dirinya belum dapat mengkalkulasikan jumlah anggaran Pemilu 2024 yang akan diberikan pada ketiga provinsi baru untuk Pemilu 2024, lantaran sumber anggarannya akan berasal dari APBN 2023 atau 2024 mendatang.
"Tapi semua ini masih 2023 dan 2024, (penyusunan)APBN-nya kan belum selesai. Juga kan Rp 76 triliun-nya masih diliat lagi, jadi nanti kami lihat dulu semuanya," pungkas dia.
Sebelumnya, anggaran penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 diprediksi bakal berubah seiring adannya pemekaran wilayah di Papua.
Hal ini bakal berpengaruh pada perhitungan alokasi kursi di DPR dan DPD RI, daerah pemilihan, serta kebutuhan untuk memilih gubernur-wakil gubernur dan membentuk DPRD di tingkat provinsi.
"Sangat mungkin (anggaran Pemilu 2024 berubah), karena perencanaannya kan berasal dari situasi yang belum ada perubahan," ujar Ketua KPU Hasyim Asy'ari di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (28/6/2022) lalu.
Gubernur Lukas Enembe tolak lalu terima DOB Papua
Gubernur Papua Lukas Enembe kini telah dianggap mengkhianati aspirasi rakyat Papua.
Hal tersebut dilontarkan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia ( AMPTPI ).
AMPTPI menilai Lukas Enembe telah mengabaikan aspirasi rakyat Papua yang tegas menolak DOB di tanah Cenderawasih.
Hal ini menyusul pernyataan Lukas Enembe mendukung pemekaran Papua menjadi tujuh provinsi.
Penegasan Lukas ini disampaikan saat bertemu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Kantor Kemendagri, Jakarta pada Jumat (17/6/2022).
"Semenjak Lukas Enembe jadi Gubernur selalu kontroversial dengan kebijakan pemerintah pusat," ujar Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan tengah Papua Se-Indonesia (AMPTPI), Ambrosius Mulait, Selasa (21/6/2022).
Diketahui, ada tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) yang hendak dibentuk di tanah Papua; yaitu provinsi Papua Tengah, Pegunungan Tengah dan Papua Selatan.
Kata Mulait, seorang kepala daerah punya peranan penting mengamanankan rakyatnya, bukan meminta sesuatu yang lebih dari Pemerintah Pusat.
"Bapak Lukas tidak memiliki moral atas rakyat papua.
Kenapa saya katakan demikian, telah terbukti di akhir masa jabatannya, ia mendukung pemekaran tujuh provinsi baru di Papua," katanya.
Menurutnya Mulait, orang nomor satu di Papua itu sangat sadar akan jumlah penduduk Papua sebanyak 2,1 juta jiwa.
"Jumlah populasi orang Papua tersebut Lukas umumkan pada 2021, pasca PON XX Papua dengan dalil orang Papua menuju genosida."
"Jumlah penduduk yang disampaikan benar adanya, tetapi Lukas Enembe malah ambil bagian dalam mengusulkan tujuh daerah pemekaran provinsi baru di Papua," katanya.
Karena itu, Mulait dan barisannya mengutuk tindakan Lukas Enembe atas pemekaran wilayah Papua.
"Dia (Lukas Enembe) tidak sadar bahwa di Papua itu kepemilikan tanah bukan perseorangan.
Tetapi ia selaku Gubernur abaikan aspirasi ribuan orang rakyat West Papua yang turun jalan tolak kebijakan DOB dan Otsus," tandasnya.
Mulait menambahkan, setidaknya Lukas Enembe harus berpikir, Papua bukan tanah kosong.
Pengakuan Lukas Enembe Tolak DOB Papua
Rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua beberapa waktu lalu mendapatkan penolakan.
Diketahui, rencana DOB Papua kini menjadi polemik publik dan terus memantik reaksi berbagai kalangan, baik yang setuju maupun yang menolak DOB di Papua.
Pada satu kesempatan penolakan datang dari Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Orang nomor satu di Bumi Cenderawasih ini secara tegas menolak rencana pemekaran DOB di Provinsi Papua.
Keterangan penolakan tersebut disampaikan melalui video singkat yang diperoleh Tribun-Papua.com, di Jayapura, Sabtu (28/05/2022) malam.
"Soal penolakan ini, saya bersama Ketua DPR dan Ketua MRP sudah tanda tangan.
Jadi saya tidak mau bicara. Saya suruh tolak," katanya dengan nada tegas dalam video tersebut.
Sikap tersebut disampaikan Lukas Enembe saat diwawancarai awak media di Kantor penghubung Pemerintah Provinsi Papua di Jakarta, Jumat (28/05/2022) lalu.
Pada kesempatan itu, dia juga mengaku heran, terkait rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Tanah Papua yang tiba-tiba muncul dan terus memancing perdebatan banyak kalangan, baik yang mendukung maupun yang menolak.
“Sebenarnya (rencana DOB) di Papua ini datang dari mana, kok tiba-tiba muncul menjadi seperti ini,” ujarnya dengan nada bertanya.
Sebagai orang nomor satu di Bumi Cenderawasih, Lukas Enembe mengaku tahu persis seperti apa kondisi masyarakat Papua.
"Sebagai kepala daerah, saya tahu betul masyarakat dan pegawai saya. Uang terbatas, bagaimana mau bawa orang. Ini belum bisa," terangnya.
Masih menurut Lukas Enembe, pemekaran kabupaten yang ada di Papua selama ini saja belum menghasilkan sesuatu.
Tidak ada pendapatan asli daerah (PAD) dan selama ini masih menggantungkan dari Dana Alokasi Umum (DAU).
"Apalagi akan dimekarkan lagi 3 provinsi. Uang dari mana yang akan kita ambil untuk memenuhi biaya daerah.
Di Dalam negara demokrasi seperti begini tidak boleh," ujarnya.
Sebelumnya, penolakan juga pernah disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib.
Ia menegaskan pihaknya menolak pemekaran (DOB) di Papua.
Menurutnya ada tiga alasan mendasar mengapa MRP menolak DOB Papua. Pertama saat ini masih ada kebijakan moratorium atau pemberhentian sementara pembentukan DOB.
Kemudian, rencana melakukan pemekaran itu tanpa kajian ilmiah dan faktor lain adalah soal Pendapatan Asli Daerah (PAD) 28 kabupaten/kota masih sangat rendah.
Selain itu, lanjut Murib, rencana pemekaran tiga wilayah di Papua tidak dapat menjamin kesejahteraan masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Karena tidak ada ketentuan yang dapat menjelaskan jaminan kesejahteraan di dalam legislasi.
Baca juga: Penolak DOB Papua Dituduh Berafiliasi dengan Organisasi Penentang Ideologi Pancasila
Artikel ini tayang di Kompas.com TribunPapua.com
Tautan: