Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Talaud

DIRGAHAYU Kabupaten Kepulauan Talaud Ke-20, Berikut Profil dan Sejarahnya

Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia, dengan ibu kota Melonguane

Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
Tribunmanado.co.id/Iven Mamentiwalo
Monumen Tuhan Yesus Raja Memberkati di Kabupaten kepulauan Talaud, Provinsi Sulut 

TRIBUNMANADO.CO.ID - HUT Kabupaten Kepulauan Talaud diperingati setiap tanggal 2 Juli

Meski tahun 2022 ini adalah peringatan HUT ke-20, itu bukan berarti usia Kabupaten Kepulauan Talaud 20 tahun.

2 Juli adalah adalah tanggal itu dikeluarkannya Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2002.

Baca juga: Elly Lasut Kembali Buka Program Kuliah di Luar Negeri untuk Generasi Muda Talaud

Lambang Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud
Lambang Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud (NET)

Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia, dengan ibu kota Melonguane, Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 2002.

Kabupaten Kepulauan Talaud terletak di Bagian utara Pulau Sulawesi.

Wilayah ini adalah kawasan paling Utara di Indonesia Timur, berbatasan langsung dengan daerah Davao del Sur, Mindanao, Filipina di bagian Utara.

Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud sebanyak 100.521 jiwa pada akhir tahun 2020.

Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah bahari dengan luas lautnya sekitar 37.800 km⊃2; (95,24 persen) dan luas wilayah daratan 1.251,02 km⊃2;.

Terdapat tiga pulau utama di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pulau Karakelang, Pulau Salibabu, dan Pulau Kabaruan.

Serta Pulau - Pulau kecil lainnya yang Masuk Kedalam Kriteria Daerah 3T (tertinggal, terluar, terdepan ) baik yang di huni maupun yang tidak berpenghuni antara lain, Pulau Miangas, Kakorotan, Marampit Karatung, Mangupun, Malo, Intata, Garat, Saraa, Nusa Topor, dan pulau Karang Napombalu.

Visi Misi Bupati dan Wakil Bupati

Visi : “Menjadikan Kabupaten Kepulauan Talaud Lebih Diberkati”

Misi: 

  • Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Talaud Yang Bersih
  • Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Talaud Yang Elok
  • Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Talaud Yang Ramah
  • Mewujudkan Masyarakat Kabupaten Kepulauan Talaud Yang  Berlandaskan Pada Kasih
  • Mewujudkan Kehidupan Masyarakat Kepulauan Talaud Yang Aman
  • Mewujudkan Kabupaten Kepulauan Talaud Yang Tangguh

Sejarah Singkat Kabupaten Kepulauan Talaud

Konon pada zaman dahulu kala, di wilayah bibir pasific ada satu gugusan kepulauan sejak zaman sebelum masehi telah mengalami masa kejayaan atau keemasan.

dimana ketika itu walaupun sistem perdagangan masih bersifat barter atau apapun sebutannya tetapi wilayah itu sudah makmur kehidupan masyarakatnya

hingga pada zaman kerajaan Majapahit wilayah ini merupakan bagian dari kerajaan Majapahit yang bernama Udamakatraya.

Dua kapal yang kedapatan melakukan penangkapan ikan secara ilegal  di wilayah Perairan Indonesia tepatnya perairan utara Kepulauan Talaud dan Teluk Esang Talaud.
Dua kapal yang kedapatan melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Perairan Indonesia tepatnya perairan utara Kepulauan Talaud dan Teluk Esang Talaud. (TRIBUNMANADO/CHRISTIAN WAYONGKERE)

Kepulauan tersebut dalam sebutan lamanya adalah Maleon (Karakelang), Sinduane (Salibabu), Tamarongge (Kabaruan), Batunampato (Kepulauan Nanusa) dan Tinonda adalah Miangas.

Perjalanan panjang masyarakat yang mendiami gugusan kepulauan ini, tidak banyak kita temukan dalam prasasti ataupun tulisan-tulisan dan artepak-artepak lainnya

akan tetapi banyak hal bisa di lihat dari peninggalan peninggalan barang keramik dari cina yang terdapat di kuburan-kuburan tua, atau di gua-gua seperti yang telah di ungkapkan oleh seorang peneliti dari Ingris berkebangsaan Swiss yang berdomisili di Australia, yaitu Prof Bellwood.

Beliau adalah seorang dosen terbang dari Universitas Chambera, pada tahun 1974 beliau pernah meneliti wilayah ini, di antaranya Gua Bukit Duanne Musi, juga di Salurang Sangihe.

Hasil penelitian beliau telah di catat dalam satu tulisan yang di arsipkan di pusat arkeologi Nasional.

Prof Bellwood dalam penelitiannya menemukan benda-benda yang diperkirakan berusia 6000 tahun sebelum masehi, yaitu barang-barang keramik, kapak batu dan barang-barang peninggalan lainnya.

Perdagangan barter dan sistim monopoli perdagangan rempah-rempah oleh negara-negara Eropa telah membentuk koloni-koloni perdagangan, yang bertujuan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah termasuk di wilayah gugusan kepulauan ini.

Bangsa Eropa yang pertama kali tiba diwilayah ini adalah bangsa Portugis.

Portugis telah menjadikan wilayah kepulauan ini, menjadi wilayahnya agar penguasaan perdagangan rempah-rempah tidak terganggu oleh pedagang dari China, Persia, dan Gujarat dari India, maka tanaman sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh, pala dan lainnya di pindahkan penanamannya dari wilaya ini ke Ternate.

Portugis berniat untuk memusnahkan (dibabat habis) tanaman rempah-rempah dari wilayah ini.

Datanglah masa perjalanan ekspedisi Ferdinand Magelhaens pada tahun 1511-1521 dan tiba di wilayah kepulauan ini dengan seorang kepala armada perahu layar yaitu Santos, Santos telah terbunuh di Mindanao Philipines.

Bangsa Spanyol melanjutkan (ekspedisi Ferdinand Magelhaens) ke kepulauan Ternate dan langsung menjalin hubungan dengan Sultan Ternate Hairun, bangsa Portugis merasa terusik dengan kehadiran bangsa Spanyol.

Sultan Hairun diundang ke markas Portugis dan di bunuh, timbulah perlawanan oleh anaknya yakni Sultan Baabulah dengan dukungan Spanyol, kesultanan ternate telah memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke pulau Papua, Sulawesi dan Mindanao.

Pulau Sara di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara
Pulau Sara di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (KOMPAS.COM/RONNY ADOLOF BUOL)

Menelusuri surga dunia yang hilang (paradise) telah jelas pada catatan-catatan singkat di atas.

Paradise hilang oleh karena keserakahan bangsa-bangsa penjajah/koloni–koloni atau penguasa masa itu.

Keserakahan dalam penguasaan perdagangan rempah-rempah telah ikut menghilangkan nilai kelangsungan hidup manusia yang menjadi gambaran atau symbol dari sekelompok orang yang mendiami kepulauan di bibir pacific yang disebut dengan Paradise atau Surga, firdaus, yang lebih dikenal dengan nama Porodisa atau gugusan Kepulauan Talaud.

Paradise adalah nama yang indah yang telah tertanam dalam nilai-nilai kehidupan pada setiap pribadi atau individu yang luhur sebagai insan manusia yang meyakini akan sang Maha Kuasa sebagai pencipta lagit dan bumi, laut dan segala isinya

maka Ia adalah Khalik Semesta Alam, Tuhan yang menjaga, melindungi, dan memelihara kehidupan manusia yang berkenan kepadaNya, telah diwarisi secara turun temurun dalam struktur masyarakat adat yang religius

mengikat tali persaudaraan dengan cinta kasih terhadap sesamanya juga terpeliharanya alam lingkungan yang baik untuk mereka hidup.

Tatanan ini tergambar dalam struktur adat di wilayah kepulauan ini, toko-toko adat sebagai pola anutan warganya, menjadi teladan dan di junjung tinggi dalam pengendalian kehidupan sehari-hari warganya, baik sebagai nelayan maupun petani.

Pada musim tanam para toko adat berperan untuk menentukan musim tanam (“ iamba matitim” dalam bahasa Talaud ) juga bagi para nelayan dilaut, para toko adat berperan menasehati dan mengadakan upacara adat, dalam pembuatan alat tangkap seperti sampan (assan’a/perahu sanpan) maupun jaring.

Peranan toko adat selalu terdepan dalam menampakkan nilai-nilai religiusnya dan di dalamnya para rohaniawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan warganya, meskipun telah bertahun-tahun lamanya dan di wariskan secara turun temurun

baik jaman masa keemasan kemudian datanglah Portugis, Spanyol, dan Belanda sebagai penjajah tetapi dibalik dari semua itu kehidupan yang religius dalam masyarakat adat telah membuka diri dalam aspek kehidupan rohani dari zaman ke zaman

aspek kehidupan rohani telah menyatu dengan aspek sosial budaya warganya, sehingga sangat sulit untuk di bedakan bahkan hampir tidak mungkin lagi dibeda-bedakan.

Kehidupan sehari-hari warga yang hidup diwilayah ini dalam pergulatan hidup dengan bangsa-bangsa Eropa di atas, iman kepercayaan dan adat Talaud tidak luntur dan goyah, hingga masuk dalam zaman kemerdekaan Indonesia

dalam sistem kenegaraan demokrasi pancasila, daerah kecil menjadi kabupaten/kota, Talaud tetap menjadi bagian dari kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud.

Meskipun dalam konplik international peranan raja Talaud waktu itu Julius Tamawiwi adalah menjadi putusan akhir dalam sengketa international antara Philipines (Amerika Serikat) dan Hindia Belanda.

Pengadilan Abitrase oleh seorang arbitrator mahkamah international Max Huber, telah ditetapkan dan diputuskan bahwa pulau Miangas adalah bagian dari pulau Talaud karena mereka yang mendiami pulau tersebut adalah berbahasa Talaud dalam pergaulan kehidupan sehari-harinya, yang dahulunya disebut Tinonda, seperti yang terungkap dalam syair lagu daerah Talaud, “Tutamandassa” yang di tulis oleh Johanis Vertinatus Gumolung (alm).

Tonggak sejarah peradaban warga Paradise telah dinyatakan kabupaten Kepulauan Talaud resmi berdiri pada tanggal 2 Juli 2002, dengan seorang pejabat negara Drs. F. Tumimbang, sebagai pejabat bupati kabupaten Kepulauan Talaud.

Undang-undang No. 8 tahun 2002 telah menetapkan sebagai daerah otonom, ditindaklanjuti dengan peraturan daerah No. 2 tahun 2002 tentang hari ulang tahun kabupaten Kepulauan Talaud yaitu setiap tanggal 2 Juli.

(Talaudkab.go.id/Gry)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved