Berita Talaud
DIRGAHAYU Kabupaten Kepulauan Talaud Ke-20, Berikut Profil dan Sejarahnya
Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia, dengan ibu kota Melonguane
Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
Menelusuri surga dunia yang hilang (paradise) telah jelas pada catatan-catatan singkat di atas.
Paradise hilang oleh karena keserakahan bangsa-bangsa penjajah/koloni–koloni atau penguasa masa itu.
Keserakahan dalam penguasaan perdagangan rempah-rempah telah ikut menghilangkan nilai kelangsungan hidup manusia yang menjadi gambaran atau symbol dari sekelompok orang yang mendiami kepulauan di bibir pacific yang disebut dengan Paradise atau Surga, firdaus, yang lebih dikenal dengan nama Porodisa atau gugusan Kepulauan Talaud.
Paradise adalah nama yang indah yang telah tertanam dalam nilai-nilai kehidupan pada setiap pribadi atau individu yang luhur sebagai insan manusia yang meyakini akan sang Maha Kuasa sebagai pencipta lagit dan bumi, laut dan segala isinya
maka Ia adalah Khalik Semesta Alam, Tuhan yang menjaga, melindungi, dan memelihara kehidupan manusia yang berkenan kepadaNya, telah diwarisi secara turun temurun dalam struktur masyarakat adat yang religius
mengikat tali persaudaraan dengan cinta kasih terhadap sesamanya juga terpeliharanya alam lingkungan yang baik untuk mereka hidup.
Tatanan ini tergambar dalam struktur adat di wilayah kepulauan ini, toko-toko adat sebagai pola anutan warganya, menjadi teladan dan di junjung tinggi dalam pengendalian kehidupan sehari-hari warganya, baik sebagai nelayan maupun petani.
Pada musim tanam para toko adat berperan untuk menentukan musim tanam (“ iamba matitim” dalam bahasa Talaud ) juga bagi para nelayan dilaut, para toko adat berperan menasehati dan mengadakan upacara adat, dalam pembuatan alat tangkap seperti sampan (assan’a/perahu sanpan) maupun jaring.
Peranan toko adat selalu terdepan dalam menampakkan nilai-nilai religiusnya dan di dalamnya para rohaniawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan warganya, meskipun telah bertahun-tahun lamanya dan di wariskan secara turun temurun
baik jaman masa keemasan kemudian datanglah Portugis, Spanyol, dan Belanda sebagai penjajah tetapi dibalik dari semua itu kehidupan yang religius dalam masyarakat adat telah membuka diri dalam aspek kehidupan rohani dari zaman ke zaman
aspek kehidupan rohani telah menyatu dengan aspek sosial budaya warganya, sehingga sangat sulit untuk di bedakan bahkan hampir tidak mungkin lagi dibeda-bedakan.
Kehidupan sehari-hari warga yang hidup diwilayah ini dalam pergulatan hidup dengan bangsa-bangsa Eropa di atas, iman kepercayaan dan adat Talaud tidak luntur dan goyah, hingga masuk dalam zaman kemerdekaan Indonesia
dalam sistem kenegaraan demokrasi pancasila, daerah kecil menjadi kabupaten/kota, Talaud tetap menjadi bagian dari kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud.
Meskipun dalam konplik international peranan raja Talaud waktu itu Julius Tamawiwi adalah menjadi putusan akhir dalam sengketa international antara Philipines (Amerika Serikat) dan Hindia Belanda.
Pengadilan Abitrase oleh seorang arbitrator mahkamah international Max Huber, telah ditetapkan dan diputuskan bahwa pulau Miangas adalah bagian dari pulau Talaud karena mereka yang mendiami pulau tersebut adalah berbahasa Talaud dalam pergaulan kehidupan sehari-harinya, yang dahulunya disebut Tinonda, seperti yang terungkap dalam syair lagu daerah Talaud, “Tutamandassa” yang di tulis oleh Johanis Vertinatus Gumolung (alm).