Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Sosok Alina, Influecer Yoga Asal Rusia yang Nekat Berpose Tanpa Busana di Depan Pohon Keramat Bali

Alina, merupakan seorang influencer Yoga yang aksinya mendapat perhatian karena nekat berpose telanjang atau tanpa busana di sebuah pohon keramat

Editor: Alpen Martinus
alinayogi.ru
Media Asing Sorot Kelakuan Alina, Bule Cantik Asal Rusia yang Berpose Polos Tanpa Busana di Bali 

Tjok Bagus juga menjelaskan, dia telah bersurat kepada dinas pariwisata di daerah-daerah Bali, terkait dengan persiapan dan kesiapan menerima wisatawan.

Ia berpesan agar hal-hal seperti ini dapat ditindak tegas, agar tidak terulang kembali ke depannya.

"Saya mengingatkan kembali kepada teman-teman yang mengelola daya tarik wisata agar menjaga, supaya wisatawan domestik dan mancanegara harus mengikuti aturan desa itu sendiri.

Jadi ikuti adat budaya Bali, karena dasarnya budaya Bali seperti ini yang berlandaskan agama Hindu," ujar Tjok Bagus.

Pengamat pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali, I Gde Pitana, mengatakan bahwa kejadian ini merupakan pelanggaran terencana yang sulit dimaafkan.

Selain karena mencemari kawasan yang suci, kejadian ini ia harapkan dapat ditelusuri karena menyangkut berbagai pihak.

"Menurut saya, pelanggaran yang terjadi ini adalah pelanggaran yang terencana. Coba dilihat, dari Denpasar ke lokasi itu siapa yang mengantar? Lalu siapa yang memfoto? pelanggaran terencana seperti ini, sesuatu yang tidak bisa saya maafkan," tutur Pitana kepada Kompas.com, Kamis.

Wajib minta maaf dan ruwatan

Menurut Pitana, harus ada permintaan maaf dari wisatawan maupun pihak yang bersangkutan, serta upacara pembersihan kawasan tersebut.

"Dibuat acara Ruwatan, di Bali, namanya Caru, meruwat (membersihkan atau memulihkan) lokasi. Ini sudah menjadi kejadian yang berulang-ulang dengan bentuk dan gaya yang berbeda. Oleh karena itu, sudah saatnya Bali ini ketat dengan berbagai aturan," kata Pitana.

Secara singkat, ia menjelaskan, prosesi pembersihan tersebut harus dilakukan oleh pelaku dengan cara mendatangi masyarakat setempat, kemudian mengikuti arahan dari tokoh agama di sana.

Adapun biaya yang harus dikeluarkan, menurut Pitana, sekitar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.

"Tapi itu harus dilakukan karena menunjukkan iktikad dan rasa bersalah, apalagi ke tempat suci. Jadi permintaan maafnya tidak hanya nyata, tapi juga secara sekala (duniawi) dan niskala (spiritual), tidak bisa salah satu," papar dia.

Lebih lanjut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali mengatakan, tindak lanjut dan detail dari prosesi pembersihan masih dalam tahap koordinasi dengan tokoh setempat.

"Saat ini saya masih berkoordinasi dengan majelis desa adat, karena itu pedomannya dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali," terang Tjok Bagus.

Kemudian, untuk selanjutnya, ia mengatakan, akan terus berkoordinasi dengan dinas pariwisata Tabanan dan imigrasi mengenai tindakan terhadap wisatawan tersebut.

Artikel ini telah tayang di TribunPekanbaru.com

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved