Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kasus Tabrak Lari Nagreg

Kabar Terbaru Kasus Tabrak Lari Sejoli di Nagreg, Kolonel Priyanto: 'Saya Stres dan Tenang'

Kabar Terbaru Kasus Tabrak Lari Sejoli di Nagreg. Kolonel Priyanto akui stres dan tenang setelah membuang jasad Handi Saputra di sungai Serayu.

Editor: Frandi Piring
KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA ACHMAD
Kabar Terbaru Kasus Tabrak Lari Sejoli di Nagreg. Kolonel Priyanto akui stres dan tenang. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kabar terbaru kasus tabrak lari di Nagreg yang menewaskan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) pada akhir tahun 2021 lalu.

Terdakwa Kolonel Inf Priyanto mengaku menyesal sekaligus tenang setelah membuang tubuh Handi dan Salsa ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.

Kolonel Priyanto memberikan pengakuan tersebut saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022).

(Kolonel Inf Priyanto yang dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara tabrak lari yang menewaskan sejoli Salsabila dan Handi Saputra di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022). ((TribunJakarta.com/Bima Putra))

Mulanya, Kolonel Priyanto mendapatkan pertanyaan dari tim penasihat hukum.

"Apa yang saudara rasakan setelah membuang mayat (tubuh Handi dan Salsa) tersebut?" tanya salah satu penasihat hukum.

Kolonel Priyanto pun mengatakan bahwa ia stres.

"Ada juga (saya) merasa stres, menyesal, (tapi) rasa tenang juga," ujar Priyanto.

Ia mengaku sempat ingin membawa Handi dan Salsabila ke rumah sakit atau puskesmas terdekat usai menabrak keduanya.

Ketika kecelakaan, mobil dikemudikan oleh salah satu anak buah Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko.

Namun, saat itu, Dwi Atmoko merasa ketakutan dan tidak bisa lanjut menyetir.

"Dia (Dwi) gemetar. Dia izin ke saya, 'Bapak bagaimana anak dan istri saya nasibnya,' sambil gemetar nyopir,

kemudian karena gemetar dan dia nyopir tidak fokus, akhirnya saya gantikan," ujar Priyanto kepada majelis hakim.

Setelah Priyanto mengambil alih kemudi, ide untuk membuang Handi dan Salsa pun muncul.

Pasangan tersebut dalam keadaan tak sadarkan diri setelah kecelakaan.

Salsa diyakini meninggal sesaat setelah kecelakaan, sedangkan Handi masih hidup.

"Apa alasan terdakwa tidak membawa ke rumah sakit?" tanya hakim.

"Pertama, saya punya hubungan emosional dengan dia (Dwi Atmoko), dia jaga anak, jaga keluarga saya," kata Priyanto.

"Terus kalau ada hubungan emosional dengan Dwi Atmoko?" tanya hakim.

"Ada niat untuk menolong dia, itu pertama. Kemudian (saya) panik, Dwi Atmoko juga panik, dia bingung juga.

Akhirnya saya ambil keputusan, sudah kami hilangkan, kami buang saja. Dari situ mulai tercetus," tutur Priyanto.

(Orangtua menunjukan foto Salsabila dan Handi Harisaputra saat ditemui di rumahnya di Desa Ciaro Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, Selasa (14/12/2021). (Tribun Jabar/ Lutfi)

Hakim kemudian kembali bertanya kepada Priyanto. Sebab, sejak kecelakaan hingga Handi dan Salsabila dibuang, ada jeda sekitar enam jam.

"Tidak ada perubahan atas niat terdakwa dalam enam jam itu?" tanya hakim.

"Sempat ada pengin meninggalkan di jalan, tapi ujung-ujungnya kami ke Sungai Serayu itu untuk membuang," ujar Priyanto.

Diberitakan sebelumnya, Priyanto dan dua anak buahnya membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu usai menabrak sejoli tersebut pada 8 Desember 2021.

Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, kemudian menjalani persidangan dan menjadi terdakwa.

Priyanto didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Ia juga didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Priyanto juga dikenai dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.

Terakhir, Priyanto dikenai dakwaan subsider ketiga yaitu Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian.

Jika berpatokan dengan dakwaan primer, yaitu Pasal 340 KUHP, maka Priyanto terancam hukuman mati, seumur hidup, atau penjara selama 20 tahun.

Artikel tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved