Kasus Pelecehan
Tak Jadi Dihukum Kebiri, Herry Wirawan yang Lecehkan 13 Santiwati Kini Resmi Divonis Hukuman Mati
Kini telah divonis hukuman mati, setelah sebelumnya hukuman kebiri tak ditolak.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Ingat dengan Herry Wirawan yang melecehan puluhan santriwati.
Kini telah divonis hukuman mati, setelah sebelumnya hukuman kebiri tak ditolak.
Vonis hukuman mati telah dibacakan hari ini.
Baca juga: Seorang Gadis Sedang Sakit Malah Dilecehkan Ayah Kandungnya, Kini Terancam 15 Tahun Penjara
Baca juga: Ramalan Zodiak Cinta Selasa 5 April 2022, Taurus Tinggalkan Kebiasaan Buruk, Leo Harus Bersikap Baik
Baca juga: Jawaban Mengejutkan Sophia Latjuba Saat Diledek Ingin Kawin Lagi, Ini Tidak Lucu
Foto : Akhirnya Herry Wirawan. (KOMPAS.com)
Sebelumnya diketahui Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung memutuskan tidak menjatuhkan hukuman kebiri kimia bagi Herry Wirawan, pelaku pemerkosaan 13 santriwati.
Hakim menilai hukuman kebiri kimia tidak bisa dilakukan mengingat Herry dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Sebab berdasarkan undang-undang, kebiri kimia dilakukan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
"Apabila terdakwa dipidana mati atau dipidana penjara seumur hidup, maka tindakan kebiri kimia tidak memungkinkan untuk dilaksanakan," ujar Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo, Selasa, 15 Februari 2022.
Menurut dia, hal tersebut tidak memungkinkan berdasarkan Pasal 67 KUHP. Pasal itu menyebutkan terpidana tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah dipidana mati atau dipidana penjara seumur hidup.
Kini setelah mengajukan banding Herry Wirawan resmi dihukum mati.
Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding dari jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta vonis mati pemerkosa 13 santriwati di Bandung, Herry Wirawan.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Pembacaan vonis dibacakan secara terbuka hari ini. Dalam dokumen, hakim juga memperbaiki putusan sebelumnya yang menghukum Herry pidana seumur hidup menjadi hukuman mati. "Menetapkan terdakwa tetap ditahan," tuturnya.
Dalam perkara ini, Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo pasal 65 ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.
Sebelumnya diberitakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap terdakwa Herry Wirawan.
Menurut hakim, Herry terbukti memerkosa 13 santriwati yang merupakan anak didiknya.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara seumur hidup," ujar Hakim saat membacakan amar putusan.
Hakim berpendapat, terdakwa sebagai pendidik dan pengasuh pondok pesantren (ponpes) seharusnya melindungi dan membimbing anak-anak yang belajar, sehingga anak-anak yang mondok dapat tumbuh dan berkembang.
Namun sebaliknya, terdakwa malah memberi contoh tidak baik dan merusak masa depan anak-anak.
Menurut hakim, perkembangan anak menjadi terganggu.
Foto : Guru Pesantren Herry Wirawan Masih Bisa Tertawa Meski Dibayangi Hukuman Mati. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)
Selain itu, perbuatan Herry merusak fungsi otak anak korban pemerkosaan.
Hakim menilai perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Seperti diketahui, Herry memerkosa 13 santriwati di beberapa tempat, yakni di yayasan pesantren, hotel, dan apartemen.
Fakta persidangan pun menyebutkan, terdakwa memerkosa korban di gedung yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, hotel A, hotel PP, hotel BB, hotel N, dan hotel R.
Peristiwa itu berlangsung selama lima tahun, sejak tahun 2016 sampai 2021.
Pelaku adalah guru bidang keagamaan sekaligus pimpinan yayasan itu.
Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Sebelumnya telah tayang di Kompas.com