Sosok Irina Starikova, Penembak Jitu Elit Wanita Rusia Sudah Bunuh Lebih Dari 40 Orang, Tertangkap
Foto-foto menunjukkan seorang penembak jitu wanita elit yang membunuh lebih dari 40 orang telah ditangkap oleh Ukraina.
TRIBUNMANADO.CO.ID- Dalam perang Rusia dan Ukraina ternyata banyak melibatkan tentara wanita dari kedua negara.
Termasuk seorang penembak jitu yang diturunkan Rusia untuk membunuh musuh.
Ia adalah Irina Starikova yang sudah berpengalaman menjadi sniper.
Baca juga: NATO Perkirakan 7.000-15.000 Tentara Rusia Tewas dalam Invasi, Setara 10 Tahun Perang Afghanistan
Irina Starikova memiliki dua anak perempuan berusia 11 dan 9 tahun. (east2west news)
Banyak sudah korban yang berhasil ia jatuhkan, bahkan tak segan berfoto bersama para korban.
Foto-foto menunjukkan seorang penembak jitu wanita elit yang membunuh lebih dari 40 orang telah ditangkap oleh Ukraina.
Irina Starikova, 41, diberi kode nama Bagheera, tetapi ada laporan yang menyesatkan tentang identitas aslinya.
Dalam foto-foto terbaru yang beredar, ia terlihat santai di antara korban sasaran tembaknya.
Baca juga: Rusia dan Ukraina Akan Damai? Ini Hasil Perundingan di Istanbul Turki
Penembak jitu yang ditangkap berasal dari Donetsk dan memiliki dua putri berusia 11 dan 9 tahun.
Nasibnya sekarang ada di tangan Ukraina tetapi apa yang terjadi padanya tidak diketahui di tengah klaim bahwa dia memiliki 'darah setidaknya 40 orang di tangannya, termasuk warga sipil'.
Siapapun 'yang membunuh orang-orang damai di tanah kami akan mendapat pembalasan, kata militer Kyiv.
Ada klaim bahwa dia ditinggalkan oleh pelindung Rusia-nya.
"Mengetahui bahwa saya terluka dan memiliki kesempatan untuk menjemput saya, mereka memutuskan untuk meninggalkan saya di sana, berharap saya akan mati," katanya seperti dikutip.
Baca juga: Akhirnya Terungkap Awal Kedekatan Vicky Prasetyo dengan Alyona, Bule Cantik Asal Rusia
Dia menikahi pejuang Alexandr - nama kode Gorynych, dari Belarus - setelah bertemu di dekat desa Schastye.
Soviet Rusia terkenal mengerahkan penembak jitu wanita selama Perang Dunia Kedua sementara negara-negara lain lebih suka menempatkan wanita ke pabrik atau pertanian.