Sosok Tokoh
Didesak Tanggalkan Jabatan, Ini Jawaban Ketua MK Anwar Usman Terkait Rencana Menikahi Adik Presiden
Anwar akan menikahi adik kandung Presiden Joko Widodo pada Mei mendatang. Kondisi ini dikhawatirkan banyak pihak menimbulkan konflik kepentingan.
"Potensi benturan kepentingan bakal jadi masalah krusial kelak karena terbentuknya relasi semenda antara Ketua MK dengan Presiden," kata koalisi dalam keterangan pers dikutip dari situs Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (25/3/2022).
"Sederhananya publik akan bertanya, bagaimana sikap dan objektivitas Ketua MK saat menyidangkan perkara-perkara pengujian undang-undang, di saat yang sama ia memiliki relasi kekeluargaan dengan Presiden?" imbuh koalisi.
Koalisi mengingatkan bahwa MK belakangan ini tengah dideru perkara-perkara pengujian undang-undang yang sarat muatan politis, termasuk di antaranya UU IKN dan UU MK.
Koalisi menilai MK juga sedang dalam fase juristocracy, yakni ekspansi lembaga kekuasaan kehakiman untuk mengadili perkara yang memiliki unsur politis.
"Kondisi ini akan membawa implikasi yang fatal tatkala hakim terperangkap benturan kepentingan," ujar koalisi.
Menurut koalisi, paling tidak ada dua aturan yang berpotensi dilanggar bila Anwar Usman tidak segera mengambil sikap yang bijaksana sebagai seorang negarawan.
Pertama, terkait Pasal 17 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 17 ayat (4) berbunyi “Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.”
Sementara, Pasal 17 ayat (5) berbunyi “Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.”
"Perlu ditegaskan juga bahwa terdapat konsekuensi logis bila ketentuan ayat (5) dilanggar sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (6) yaitu bahwa putusan dinyatakan tidak sah dan hakim akan dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan," kata koalisi.
Kedua, terkait Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
Koalisi menjelaskan, dalam perspektif peraturan a quo, terdapat dua prinsip pokok yang rawan benturan kepentingan dan berpotensi dilanggar, yakni prinsip independensi dan prinsip ketakberpihakan.
Koalisi menyebut independensi hakim konstitusi merupakan prasyarat pokok bagi terwujudnya cita negara hukum, dan merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan.
"Ketakberpihakan mencakup sikap netral, disertai penghayatan yang mendalam akan pentingnya keseimbangan antar kepentingan yang terkait dengan perkara," kata mereka.