Sosok Kolonel CW, Purnawirawan TNI Diduga Terlibat Korupsi TWP AD, Jadi Tersangka
Dia adalah Kolonel CW, yang memegang peran cukup penting dalam menjalankan aksi korupsi tersebut.
TRIBUNMANADO.CO.ID- Penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD) terus berlanjut.
Bahkan Tim Penyidik Koneksitas Kejaksaan Agung sudah metapkan tersangkanya.
Ia adalah seorang kolonel TNI namun sudah purnawirawan.
Baca juga: Ngaku Ajudan Jenderal Andika Perkasa, Kopassus Gadungan Ini Tipu TNI Ratusan Juta, Istri Lagi Hamil
Berikut sosok kolonel TNI yang menjadi tersangka baru kasus korupsi Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP AD).
Dia adalah Kolonel CW, yang memegang peran cukup penting dalam menjalankan aksi korupsi tersebut.
Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Koneksitas Kejaksaan Agung pada Selasa (23/3/2022).
"Tersangka yaitu Kolonel Czi (Purn) CW AHT," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa (22/3/2022), dikutip dari Antara.
Baca juga: Kecelakaan Maut, Anggota TNI Serda Petrus Meninggal, Tabrakan dengan Pikap Lalu Terpental
Kolonel CW menjadi tersangka kedua dari unsur militer.
Sebelumnya, penyidik telah menahan Brigadir Jenderal YAK selaku Direktur Keuangan TWP-AD sejak Juli 2021.
Adapun peran Kolonel CW dalam perkara ini adalah menunjuk tersangka KGS MMS selaku pihak penyedia lahan perumahan prajurit di wilayah Nagreg, Jawa Barat, dan Gandung, Palembang.
CW juga berperan menandatangani perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Gandus dan Nagreg dan telah diduga menerima aliran uang dari tersangka KGS MMS.
Baca juga: Aksi Heroik Anggota TNI Robek Seragam untuk Tolong Korban Kecelakaan Lalu Lintas, Dapat Penghargaan
Adapun KGS MMS merupakan tersangka dari unsur sipil yang sudah ditahan sejak 16 Maret 2022.
Penetapan tersangka terhadap Kolonel CW telah dilakukan pada 15 Maret 2022, namun Kejaksaan Agung baru mengumumkannya hari ini.
Menurut Ketut, dalam perkara ini telah terjadi penyimpangan atas perjanjian kerja sama untuk pengadaan lahan di Nagreg, yaitu pembayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme yaitu sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100 persen haya jika sudah menjadi sertifikat induk.
Selain, pengadaan tanpa kajian teknis, perolehan hanya 17,8 hektare namun belum berbentuk sertifikat induk.