Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Digital Activity

Ikmawan Prakarsa Ulas Potensi Tanaman Porang Menghasilkan Cuan bagi Petani

Luas areal perkebunan terdata sudah mencapai 800 haktare, bahkan dalam waktu dekat akan dibangun Pabrik Tepung Porang di Minahasa.

Penulis: Ryo_Noor | Editor: Rizali Posumah
Tribun Manado
Ikhmawan Prakarsa Ketua Koperasi Produsen Petani Poramg Sulut pun membeber banyak hal soal porang di Tribun Bakudapa 

TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado Porang lagi booming di Indonesia. Tanaman umbi-umbian ini punya potensi besar menghasilkan cuan bagi petani.

Provinsi Sulut masih berupaya mengembangkan tanaman Porang.

Luas areal perkebunan terdata sudah mencapai 800 haktare, bahkan dalam waktu dekat akan dibangun Pabrik Tepung Porang di Minahasa.

Para petani porang pun sudah membentuk wadah dinamakan Koperasi Produsen Petani Porang Sulut.

Ikhmawan Prakarsa Ketua Koperasi Produsen Petani Poramg Sulut pun membeber banyak hal soal porang di Tribun Bakudapa, podcast langsung dari Studio Tribun Manado bersama host Aswin Lumintang.

Berikut petikan ulasannya di Podcast Tribun Bakudapa:

Apa itu tanaman Porang, seperti apa gambarannya?

Porang sebenarnya sudah dikenal sejak Perang Dunia ke II, tahun 40-an tanamam endemik di Asia Tenggara berupa umbi. Iles, suwek, dan porang.

Pengguna pertama itu Jepang, untuk keperluan pangan dan kebutuhan industri perang.

Lem pesawat menggunakan porang. Ada kandungan semacam lem.

Sudah lama di Indonesia, artinya ada dua perusahaan di Jawa Timur yang mengekspor porang ini semenjak tahun 40-an.

Kenapa sekarang booming?

Sebenarnya karena masalah demografi, artinya kebutuhan orang meningkat, variasi makanan orang meningkat, ternyata porang menjadi salah satu bahan pangan.

Ternyata berkhasiat menjadi makanan diet, jika ingin menurunkan berat badan makan porang. 

Kedua. Populasi orang makin banyak, kebutuhan orang yang makan berorientasi pada kesehatan naik, pasarnya juga membesar.

Mereka (produsen) yang sudah ada itu, tidak kuat lagi mensuplai, akhirnya banyak yang menanam karena banyak permintaan. 

Permintaan paling banyak dari negara mana?

Paling banyak dari Cina, 70 persen pangsa porang ke Cina.

Orang mulai ramai tanam Porang, bagaimana  potensinya?

Kalau kita menjual bahan baku kita kalah, makanya kita di koperasi berusaha menciptakan lingkungan bisnisnya. 

Pertama, itu suplai dari petani. Kedua, proses pengolahan. Ketiga, produk akhir.

Di lokal sebenarnya sudah dikenal produknya. salah satunya, itu ada Beras Siratake, Mie Siratake, ada Tahu Konyaku, itu semua makanan yang tinggi serat, low kalori.

Gluten free. Nanti pangsa pasar terganggu, Indonesia juga bisa, lokal juga.

Harganya tidak murah, Beras Siratake itu sekilo Rp 200.000, dan dibeli orang karena faktor kesehatan. 

Sekarang lagi di develop daging sintetis, ayam, sapi bahannya dari Porang.  

Seerapa jauh pengembangan porang di Sulut, terutama di tingkat petani?

Untuk data kami punya, sekitar 800 hektare yang yang sudah menanam, total se Sulut.

Sangihe, Bolmut, Minsel, Minahasa, Minut, dan Manado. Ada 400 petani dalam komunitas.

Di Koperasi sekitar 60 petani. Industri sudah siap, bukan sesuatu yang baru

Hanya ada satu benih porang yang bersertifikasi namanya Madiun 1 dari Jawa Timur.

Kita punya endemik lokal dari Bolaang Mongondow, kita sedang usulkan jadi Sulut , varietas Sulut. 

Kalau koperasi menjual benih berstandar, bersertifikat.

Ini lucu, karena ini pangan, negara-negara yang mengimpor Porang dari Indonesia, mensyaratkan bisa dilacak, ini keamanan pangan.

November lalu Kementan dengan Menteri Bea Cukai Cina menandatangani sertifikat keamanan pangan. Karena banyak sekali bahan pangan yang kita kirimkan ke Cina.

Dari protokolnya, kalau saya menanam di kebun saya 2 haktare, ini harus teregistrasi.

Sekarang pemerintah mulai meregistrasi. Terutama tidak  bisa menggunakan pestisida.

Tidak boleh menggunakan pestisida seperti di padi, jagung memang harus organik.

Kemudian, pabrik mengolah harus punya sertifikat keamanan pangan, akibatnya  positifnya petani akan menanam dengan istilah GAP (Good Agriculture Practice), ini pendidikan yang baik.

Di Sulut ini bagus baru mau mulai, kalau di Jawa agak sulit mereka sudah mulai duluan 10-15 tahun.

Mulai edukasi ke teman, goalnya kualitas terbaik itu di Sulut.

Bagaimana hitung-hitungan ekonomis menanam porang?

Memang porang ini belum ada industri yang menyediakan benih. Masih diambil dari petani, akibatnya kalau kebutuhan meningkat harganya jadi mahal, tapi bisa dihitungm

Modal awal menanam porang 1 hektare itu kira-kira Rp 150 juta, panen di 10 bulan.

Katakanlah di 1 hektare itu ada 40.000 tanaman, menghasilkan umbi 3 kilogram, berarti hasilnya 80 ton. Jual dengan harga Rp 5.000 per kg saja, sudah menghasilkan Rp 400 juta. Berarti ada profit.

Kedua, selama petani menanam, mendapatkan benih, tahun kedua dia ngak keluar benih lagi.

Jadi grafik investasi turun, revenue naik. Memang butuh effort.

Banyak keluhan mau tanam modal besar sekali,  nggak usah segitu, katakanlah lahan kita sedikit modal 10 juta, beli benihnya jangan dijual umbinya. Beli benih bikin benih lagi. Ini strategi.

Target industri Porang di Sulut?

Tantangan besar, koperasi ini punya kontrak dengan Pabrik di Makassar, 1 bulan 1.500 ton itu 300 haktare.

Jadi kalau 800 haktare itu tidak cukup. Kita akan peletakan batu pertama Pabrik Porang, itu kebutuhan per harinya itu 60 ton.

Tapi kita optimis, kita kenalkan ke teman-teman yang tidak punya lahan terpakai, tanam dulu lah.  Jangan dulu pikir untung besar dulu.

Pabrik ini salah satu penyandang dananya koperasi, dan beberapa teman. Pabrik ini nanti membeli hasil dari petani.

Idealnya 15.000 hektare di Sulut. Tidak bisa kerja sendiri. Trigernya bantuan benih, pak gubernur dan jajarannya, bupati.

Trigernya benih diberikan ke petani, kita jamin pasarnya. Ada peningkatan pendapatan.

Porang itu bagusnya di bawah naungan, hany menerima matahari 70 persen, di bawah kelapa bisa.

Ditanam itu kita budayakan menanam dulu, kemudian kalau step naik, masuk industri sudah siap. Sulut bakal menyaingi Jawa Timur.

Bisa dijelaskan, seperti apa Cina memanfaatkan  porang ini?

Industri Pangan di Cina sudah lebih maju, yang kita kirim itu tepung porang, istilahnya glukomanan, itu dicari para konsumen.

Bahan serat tinggi, digunakan untuk banyak keperluan. Untuk industri farmasi itu untuk pelapis kapsul.

Kalau industri produksi itu salah satu bahan baku lem.

Susu yang kita minum itu mengandung porang sebagai pengental.

Ada dua yang digunakan, rumput laut disebut karagenan. Kedua glukomanan.

Itu sama berfungsi sebagai pengental. Permen, eskrim ada porangnya. Minuman gel, dan boba ada porangnya.

Bagaimana ketahanan harga Porang, apa ikut harga dunia misalnya seperti Kopra?

Kopra kita buat pas dari zaman Belanda sama tidak ada perubahan.

Sulut hanya mengeluarkan kopra, padahal produk turunan kelapa hanyak sekali.

Makanya harga dimainkan karena ada kartel menguasai itu. Kita tidak mau porang.

Justru kita yang jadi kartelnya, masyarakat jadi kartelnya, bukan perusahaan tertentu. 

Saya pernah ke Kerala, India. Kelapanya tidak lebih bagus dari Indonesia, tapi penguasaan pasarnya, tepung kelapa mereka penguasanya. Mereka fokus hulu ke hilir.

Kita kalau cuma ekspor bahan baku, kita akan kalah. Indonesia itu punya pasar 270 juta penduduk, 10 persennya penderita diabetes, berapa 27 juta orang, setiap hari makan porang 100 gram, itu berapa? Besar sekali.

Apa harapan anda untuk mewujudkan industri porang ini?

Rekan rekan petani kami atas nama Koperasi Produsen Petani Porang meminta agar mari  mulai menanam porang, kebutuhan porang makin hari makin meningkat.

Kedua kami meminta kepada pemerintah untuk memberi solusi - solusi dari kesulitan petani dan calon petani. (ryo)

Masih Ingat Hecules? Dulu Preman Paling Ditakuti, Kini Jadi Tenaga Ahli Direksi Perumda Pasar Jaya.

Rekam Jejak Andi Widjajanto, Dikenal sebagai Pengamat Intelijen Kini Gubernur Lemhanas

Lobi Hillary Lasut, Mulai Tahun ini Penerimaan Calon Prajurit TNI Jalur Khusus Putra dari Nusa Utara

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved