Di Kenya, Wanita Rela Ditiduri Demi Dapat Pembalut, Ini yang Sedang Terjadi
Sebanyak 10% remaja putri mengaku melakukan seks transaksional untuk pembalut di Kenya Barat.
TRIBUNMANADO.CO.ID- Beberapa barang kebutuhan di Kenya, Afrika menjadi barang yang langka dan mahal.
Satu di antaranya adalah pembalut wanita, sangat susah didapatkan di sana.
bahkan ada wanita yang rela ditiduri demi mendapatkan barang tersebut.
Baca juga: Karena Kelaparan Janda di Kenya Masak Batu untuk 8 Anaknya, Berharap Tertidur saat Menunggu Makanan
Peninah Bahati Kitsao janda 8 anak di Kenya yang memasak batu untuk menenangkan anak-anaknya yang kelaparan.(Caroline Mwawasi/Tuko via BBC)
Padahal sangat dibutuhkan ketika mengalami masa menstruasi atau haid.
Lantaran kebutuhan mendesak, ada wanita yang rela tidur dengan laki-laki demi mendapatkan pembalut.
Kondisi ini sangat miris dan mengiris rasa keadilan pada perempuan.
Baca juga: Akibat Pandemi Corona, Janda Kenya Ini Memasak Batu untuk 8 Anaknya yang Kelaparan

UNICEF merilis 65% perempuan di perkampungan kumuh Kibera, Nairobi rela menjajakan diri demi pembalut.
Sebanyak 10% remaja putri mengaku melakukan seks transaksional untuk pembalut di Kenya Barat.
Kepala Air, Sanitasi, dan Kebersihan UNICEF Kenya Andrew Trevett mengatakan ada anak-anak perempuan dilecehkan secara seksual.
Itu sebagai ganti barang-barang saniter tersebut.
Baca juga: Gubernur Kenya Sisipkan Miras dalam Paket Bantuan Virus Corona untuk Warganya
"Kami memiliki ojek sepeda motor yang disebut boda-boda.
Gadis-gadis itu terlibat hubungan seks dengan pengemudinya sebagai ganti pembalut." kata Andrew.
Hal ini terjadi karena dua alasan, yang pertama jelas karena kemiskinan dan yang kedua adalah masalah pasokan.
Karena kemiskinan, para perempuan di sana sampai tidak mampu membeli produk saniter termasuk pembalut.
Selain kemiskinan, pasokan barang juga masih menjadi masalah.
Barter seks dengan pembalut ini terjadi karena barang-barang saniter tidak tersedia di desa-desa.
Di pedesaan, transportasi masih sulit dan kalau pun ada, para perempuan akan kesulitan membayar ongkosnya.
Di beberapa desa yang lebih terpencil, tidak ada layanan transportasi umum karena jalan pun tak ada.
Pendidikan seks ternyata juga masih dianggap tabu di lingkungan masyarakat daerah tersebut.
Hal ini menyebabkan baik anak perempuan maupun laki-laki tak menerima informasi apapun mengenai menstruasi.
Ibunya bungkam, bahkan sekolah juga tidak mengedukasi sama sekali.
Judy, seorang siswi menengah di Kuria Barat mengalami trauma karena pengalamannya melakukan transaksi seks dengan pembalut.
Saat pertama kali mengalami menstruasi, Judy masih duduk di kelas 7.
Dia sedang mengikuti pelajaran olahraga di sekolah dan temannya melihat ada darah di pahanya.
Judy yang baru pertama kali melihatnya bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Kemudian temannya, Mary meminta izin ke guru olahraganya untuk membawa Judy pulang karena tak enak badan.
Ternyata Mary telah mengatur pertemuannya dengan dua pengemudi boda-boda dan memintanya untuk membelikan pembalut serta celana baru.
Judy segera mengenakan pembalut tersebut dan membawa beberapa sisanya untuk digunakan di rumah.
Mary meminta Judy untuk tidak memberitahu hal ini kepada orang tuanya.
Serta mengingatkan Judy untuk berterima kasih kepada pengemudi boda-boda tersebut.
Mary mendesak Judy untuk menerima niat baik pengemudi boda-boda yang bersedia menyediakan pembalut setiap bulan.
Bahkan pengemudi boda-boda itu juga membelikan Judy telepon supaya bisa segera memberitahu jika ada masalah.
Jatuh ke dalam perangkap pengemudi boda-boda untuk berhubungan seks, Judy akhirnya hamil pada 2016 dan melahirkan bayi laki-laki pada 2017 lalu.
Judy menyesal hanya karena pembalut, dia rela melakukan hubungan seks.
Namun kini Judy kembali ke bangku sekolah berkat bimbingan dan konseling dari seorang guru.
Kemiskinan adalah masalah yang tersebar luas di Kenya.
UNICEF menemukan 7% perempuan dan anak perempuan yang mereka survei menggunakan kain lama, potongan selimut, bulu ayam, lumpur dan koran.
Ada 46% menggunakan pembalut sekali pakai dan 6% menggunakan pembalut yang dapat digunakan kembali.
Bahkan ada yang sampai menggali tanah dan duduk di sana berhari-hari selama periode menstruasi.
Selain itu, 76% perempuan dan anak perempuan kesulitan mendapatkan fasilitas air dan sanitasi yang memadai untuk menstruasi.
Hanya 17,5% lembaga pendidikan memiliki air yang mengalir di dekat toilet serta fasilitas mencuci tangan dan sabun.
Kira-kira 30% dari sekolah sampel di Kenya menyediakan pembalut untuk siswa mereka tetapi dalam banyak kasus, pembalut hanya ditawarkan untuk keadaan darurat.
Seorang siswi lain bernama Agnes nasibnya lebih beruntung dari Judy.
Dia berhasil lari dari pengemudi boda-boda dan menolak berhubungan seks.
Sayangnya, teman-temannya kurang beruntung.
"Sebagian besar teman-teman saya menderita karena kurangnya pembalut," katanya.
"Artinya kebanyakan menyerah pada pengemudi boda-boda yang membuat mereka hamil.
Ini mengarah pada kehamilan anak dan keluarga yang dipimpin oleh anak-anak."
Satu dari sepuluh anak perempuan di Afrika akan hilang dari sekolah selama masa menstruasi karena tidak memiliki akses ke produk sanitasi, atau tidak ada toilet yang aman di sekolah.
Meski demikian, Kenya telah membuat kemajuan dalam masalah ini.
Melalui pemerintah, inisiatif UNICEF dan mitra, sekitar 90.000 anak perempuan di 335 sekolah kini memiliki akses ke toilet yang aman dan higienis terkhusus untuk perempuan menstruasi.
Artikel ini telah tayang di TribunPekanbaru.com dengan judul Pengakuan Siswi SMP yang Mau-mau Saja Diajak Berhubungan Badan Sama Pria Tua, Hanya Demi Pembalut