Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Digital Activity

Tambang Ilegal dan Kendaraan Listrik Menjadi Perhatian Walhi Sulut

Theo dalam bincang-bincang menyampaikan, Walhi di sulut sudah kurang lebih 32 tahun dan secara nasional kurang lebih 42 tahun.

Penulis: Fistel Mukuan | Editor: Rizali Posumah

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Utara (Sulut) akan melakukan kritik jika kebijakan pemerintah dapat merusak lingkungan.

Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif Walhi Sulut Theo Runtuwene saat hadir dalam acara Tribun Baklak, dengan topik Melihat Kiprah Walhi di Sulawesi Utara.

Acara ini dipandu jurnalis senior Charles Komaling dan David Kusuma.

Theo dalam bincang-bincang menyampaikan, Walhi di sulut sudah kurang lebih 32 tahun dan secara nasional kurang lebih 42 tahun.

Selama 32 tahun di Sulut, Walhi sudah berganti-ganti direktur dan Theo sampaikan dia sudah menjabat sejak 2016.

"Kami terus menyoroti jika ada hal-hal yang merusak lingkungan hidup dan hak asasi manusia," katanya.

Menurutnya, sudah ada beberapa yang diadvokasi dan sukses dari Walhi Sulut terkait kasus Agraria dan di tambang Sangihe.

"Bukan hanya itu, kasus di Minahasa Utara dan Bitung sampaj saat ini menjadi konsen kita, apalagi di daerah Pinasungkulan kampungnya yang akan dipindahkan. Itu menjadi perhatian kami," tegasnya.

Ia juga menyebut, sekarang menyoroti terkait kasus pertambangan Peti di Bolmong, bupatinya memang tidak mampu untuk menyelesaikannya, kemudian apa tindakan kejaksaan dan kepolisian.

"Kami terus konsen bagaimana untuk menyelesaikannya, pertanyaan berapa besaran anggaran dari Polri untuk menjaga tambang supaya tidak lagi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ucapnya.

Ditegaskannya, sejauh ini Walhi Sulut belum pernah diundang oleh kepolisian dan pemerintah terkaut kasus di Peti.

Baginya, polisi belum bisa mengungkap banyak kasus.

Menurutnya, penolakan tambang di Sangihe sampai sekarang Walhi masih konsen untuk menolaknya.

Kemudian selain tambang, Walhi juga menyoroti terkait kendaraan menggunakan bahan listrik.

"Memang kendaraan listrik kau di kota ramah lingkungan tidak ada lagi asap, tetapi di Sulsel, Sultra dan Sulteng ada rampasan lahan hak asasi manusia terkait penambangan nikel," ucapnya.

Menurutnya ada cara lain untuk menghidupkan suatu mesin.

"Eceng gondok bisa dipakai sebagai bahan untuk menggerakan mesin," ucapnya.

Baginya, sangat berdampak jika kendaraan listrik menggunakan nikel, karena bisa merusak hutan di Sulawesi.

"Kami bukan hanya pengkritisi, tapi ada juga apresiasi untuk pemerintah," pungkasnya. (fis)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved