Sosok Tokoh
7 Kontroversi Arteria Dahlan: dari Kemenag Bangsat, Profesor Emil Salim Sesat hingga Bahasa Sunda
Di satu sisi, sorotan tajam publik terhadap tingkah atau pernyataan pedas yang keluar dari mulut Arteria bukan yang pertama kali terjadi saat ini.
Penulis: Gryfid Talumedun | Editor: Gryfid Talumedun
TRIBUNMANADO.CO.ID - Nama Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, kembali menjadi sorotan publik pada pekan ini.
Hal ini terkait soal ucapan Arteria Dahlan yang dianggap menyakiti orang Sunda
Alhasil kini masih menjadi polemik dan berbuntut panjang.
Baca juga: Arteria Dahlan Kena Teguran Partai, Sekjen PDIP Minta Jadi Pembelajaran Kader: Hati-hati Berbicara
Di satu sisi, sorotan tajam publik terhadap tingkah atau pernyataan pedas yang keluar dari mulut Arteria bukan yang pertama kali terjadi saat ini.
Sebelumnya, anggota DPR periode 2019-2024 yang terpilih dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu sudah sering mendapatkan sorotan tajam publik karena berbagai macam pernyataan dan tingkah kontroversialnya.
Berikut beberapa pernyataan dan tingkah kontroversialnya:
1. Minta Dipanggil Yang Terhormat
Arteria pernah memprotes Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena tidak memanggil dirinya dengan sebutan 'Yang Terhormat' dalam sebuah rapat kerja antara Komisi III DPR dengan KPK pada 2017.
"Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat'," kata Arteria kala itu.
Menurutnya pimpinan KPK seharusnya memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat', seperti yang dilakukan Kapolri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
2. Sebut Kemenag Bangsat
Arteria sempat menyebut Kementerian Agama (Kemenag) dengan sebutan bangsat. Pernyataan itu dilontarkan Arteria dalam sebuah rapat terkait kasus First Travel pada 2018 silam.
Saat itu, Arteria meminta Kejaksaan Agung tidak hanya menginventarisasi aset First Travel, tetapi juga aktif melacaknya karena itu berkaitan dengan kerugian yang diderita masyarakat.
"Saya satu komisi satu bulan sama [kasus First Travel] ini, Pak. Ini masalah dapil, Pak. Yang dicari jangan kayak tadi Bapak lakukan inventarisasi, pencegahannya, Pak. Ini Kementerian Agama bangsat, Pak, semuanya, Pak," tutur Arteria kepada Jaksa Agung HM Prasetyo ketika itu.
Menurut dia, kasus penipuan tersebut terjadi lantaran pengawasan Kemenag lemah.
Setelah dihujani kritikan, Arteria meminta maaf apabila pernyataannya menyinggung Kemenag. Arteria mengaku kesal lantaran salah satu pejabat Kemenag malah menyalahkan calon jemaah umrah yang gagal berangkat.
Dipanggil PDIP, Arteria Dahlan Pasrah Disanksi soal Sentilan Sunda
3. Sebut Profesor Emil Salim Sesat
Arteria menyebut ekonomi Emil Salim sesat pada 2019. Hal itu terjadi ketika Arteria dan Emil berdebat saat bersama-sama menjadi pembicara di acara Mata Najwa.
Arteria menyatakan pemikiran Emil sesat saat mengungkapkan sebuah argumen bahwa KPK menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap tahun.
"Tidak ada Prof. Prof, sesat nih," kata Arteria sambil menunjuk Emil ketika itu.
Setelah pernyataan itu menuai kritik dari publik, Arteria berdalih hanya menyampaikan kebenaran.
4. Sebut Penegak Hukum Tak Boleh Kena OTT
Arteria mengatakan bahwa aparat penegak hukum (APH) yang bertugas di Indonesia tak seharusnya menjadi objek operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus dugaan korupsi.
Ia menyampaikan pendapatnya itu saat mengikuti sebuah diskusi daring bertajuk 'Hukuman Mati bagi Koruptor, Terimplementasikah?' pada Kamis (18/11).
Dalam hal ini, aparat yang dirujuk Arteria adalah polisi, jaksa dan hakim.
"Bahkan ke depan di Komisi III, kita juga sedang juga menginisiasi. Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT. Bukan karena kita prokoruptor, karena mereka adalah simbol-simbol negara di bidang penegakan hukum," kata Arteria saat menjawab pertanyaan dari salah seorang peserta diskusi.
Merespons pernyataan Arteria tersebut, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai logika berpikir politikus PDIP itu bengkok.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan mengatakan Arteria seakan tidak memahami arti siapapun sama di muka hukum. Pernyataan Arteria terkait adanya kegaduhan saat OTT juga dinilai sulit dipahami.
"ICW melihat ada yang bengkok dalam logika berpikir Arteria Dahlan terkait dengan OTT aparat penegak hukum. Selain bengkok, pernyataan anggota DPR RI fraksi PDIP itu juga tidak disertai argumentasi yang kuat," ujar Kurnia.
5. Ucapan dianggap menyakiti orang Sunda
Seperti diberitakan sebelumnya hal tersebut terjadi dalam rapat kerja bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin, di ruang rapat Komisi III DPR, Kompleks DPR/MPR, Jakarta.
Dalam rapat tersebut dirinya telah menyinggung seorang kepala kejaksaan tinggi yang berbicara memakai Bahasa Sunda saat rapat.
"Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati yang dalam rapat dan dalam raker itu ngomong pakai Bahasa Sunda, ganti Pak itu," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (17/1/2022), dikutip dari Wartakotalive.com.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PDIP tersebut menyayangkan Kajati menggunakan bahasa Sunda.
Seharusnya menurut Arteria Dahlan, menggunakan Bahasa Indonesia.
"Kita ini Indonesia, pak."
"Jadi orang takut kalau omong pakai Bahasa Sunda, nanti orang takut ngomong apa dan sebagainya."
"Kami mohon sekali yang seperti ini dilakukan penindakan tegas," pungkasnya.
Bahkan Arteria meminta Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin memecat Kajati tersebut.
6. Pakai Pelat Nomor Polisi
Lima buah kendaraan roda empat mewah terpantau terparkir di Parkiran Basemen Nusantara II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/1/2022).
Pantauan Tribunnetwork, kelima mobil ini diketahui memiliki plat nomor yang serupa. Yakni 4196-07 dengan lambang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Dari pantauan, mereka terparkir dengan posisi berdekatan satu sama lain.
Adapun kelima mobil dengan plat nomor sama ini memiliki merek berbeda. Antara lain Mitsubishi Grandis (warna hitam), Toyota Fortuner (warna putih), Toyota Vellfire (warna hitam), Nissan X-Trail (warna putih), dan Mitsubishi Pajero (warna hitam).
7. Pajak Mobil Arteri Dahlan yang Menunggak Hingga Rp10 Juta
Lima mobil mewah milik Arteria yang terparkir di Basemen Gedung Nusantara II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, diketahui memiliki plat nomor yang serupa yakni 4196-07 dengan logo Polri.
Lima mobil mewah milik Arteria itu adalah Mitsubishi Grandis, Toyota Fortuner, Toyota Vellfire, Nissan X-Trail, dan Mitsubishi Pajero.
Setelah polemik pelat mobil itu ramai, Arteria akhirnya mengganti pelat nomor yang sama itu ke pelat nomor aslinya.
Mobil dengan merek Nissan Terra kini terpasang menggunakan pelat B 1418 TJS.
Sedangkan mobil Nissan Livina menggunakan pelat B 1871 WZX.
Adapun mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar masih menggunakan nopol kepolisian 4196-07.
Namun demikian, dari penelusuran di situs Samsat DKI Jakarta, satu dari lima mobil milik Arteria Dahlan itu ternyata juga menunggak dalam hal pembayaran pajak kendaraan.
Adapun mobil milik Arteria yang menunggak pajak menurut data di situs Samsat DKI adalah Nissan Terra dengan nomor pelat B 1418 TJS.
Mobil itu diketahui sudah menunggak pajak kendaraan lebih dari setahun.
Jatuh tempo pembayaran pajak mobil berwarna putih itu seharusnya pada 2 September 2020.
Namun, hingga kini pajak mobil buatan tahun 2018 itu belum dibayarkan.
Adapun total pajak mobil tersebut yang belum dibayarkan mencapai Rp 10.815.300, termasuk denda keterlambatannya sebesar Rp 2.046.300.
(Tribunmanado.co.id/Gryfid)