Revisi UMP
Resmi, Anies Baswedan Digugat para Pengusaha, Wagub: Kita Ini kan Negara Demokrasi, Jadi Biasa Ya
Sebelumnya diketahui Gubernur Anies Baswedan merevisi terkait UMP. Hal tersebut menjadi sortan publik hingga para pengusaha.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebelumnya diketahui Gubernur Anies Baswedan merevisi terkait UMP.
Hal tersebut menjadi sortan publik hingga para pengusaha.
Terkait hal tersebut kini para pengusaha resmi menggugat Anies Baswedan.
Baca juga: Kecelakaan Maut Pukul 11.30 WIB, Pemotor Tewas di Tempat, Korban Terlindas Truk Molen
Baca juga: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Selasa 18 Januari 2022, Ada yang Luangkan Waktu untuk Bersama Pasangan
Baca juga: Info Potensi Cuaca Ekstrem Selasa 18 Januari 2022, BMKG: 33 Wilayah Patut Waspada
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi dituntut Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Hal ini buntut kebijakan kenaikan UMP 2022 sebesar 5,1 persen.
Gugatan itu dilayangkan Apindo pada 13 Januari 2022 dengan nomor perkara 11/G/2022/PTUN.JKT.
Anies Resmi Digugat Pengusaha
Tak hanya Apindo, Anies juga digugat oleh PT Edico Utama dan PT Century Textile Industry, Tbk.
Dalam gugatannya yang dilihat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Apindo menuntut Anies mencabut Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1517 tahun 2021.
Adapun Kepgub itu berisi revisi kenaikan UMP 2022 dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen atau Rp225.667.
Apindo juga mendesak agar orang nomor satu di DKI itu menaikan UMP 2022 sebesar 0,8 persen sesuai dengan kebijakan yang diterbitkan pada November lalu.
Besaran kenaikan UMP 0,8 persen ini sesuai dengan ketetapan yang ditetapkan pemerintah pusat.
"Menyatakan Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1395 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022 tanggal 19 November 2021 berlaku dan mengikat," demikian bunyi gugatan yang dikutip TribunJakarta.com dari web SIPP PTUN Jakarta, Senin (17/1/2022).
Sebagai informasi, keputusan Anies merevisi besaran kenaikan UMP 2022 menjadi 5,1 persen menuai kontroversi.
Pasalnya, kebijakan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan justru melanggar aturan.