Tribun History
Gereja Katolik St Ignatius Manado, Dulunya Bioskop dan Kampus, Kini Termegah di Manado
Sejak saat itu, mulailah dikenal Gereja Katolik di Manado Utara atau juga yang disebut dengan nama Gereja Klabat.
Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNMANADO.CO.ID - Paroki Santo Ignatius Manado kini berusia 67 tahun ini.
Cerita cikal bakal pertumbuhan dan perkembangan umat Katolik serta berdirinya Paroki Santo Ignatius Manado diperoleh lewat catatan, tulisan, cerita pengalaman dan kesaksian pelaku sejarah gereja tersebut.
Berikut ini sejarah singkat Gereja Santo Ignatius Manado yang dirangkum Tribunmanado.co.id dari catatan sejarah yang diberikan Bidang Komsos Paroki.
Sebelum menjadi satu paroki di wilayah ini--yang dahulu lebih dikenal orang dengan nama Manado Utara--sudah berdiri kapel yang dibangun oleh para frater tarekat CMM, sebagai tempat doa mereka.
Kapel ini juga yang kemudian dipakai umat Katolik di sekitarnya untuk merayakan misa bersama.

Sejak saat itu, mulailah dikenal Gereja Katolik di Manado Utara atau juga yang disebut dengan nama Gereja Klabat.
Nama Paroki Manado Utara, sudah begitu lekat di hati umat Katolik saat itu, bahkan sampai saat ini. Sehingga nama Paroki Santo Ignatius menjadi indentik dengan nama Paroki Manado Utara; yang menggambarkan letak geografis paroki ini.
Berdasar cerita beberapa tokoh awam paroki serta catatan-catatan surat lepas yang ada, pada tahun 1924, sejak kedatangan frater-frater CMM pertama di Manado, kapel kecil darurat sudah di dirikan di wilayah Manado Utara ini.
Kapel kecil darurat milik para frater CMM itu dibangun di Jalan Walanda Maramis sekarang. Sebabnya, di situ pun para frater CMM membuka sekolah pertama mereka yang diperuntukkan bagi anak-anak Tionghoa.
Umat Katolik yang ada di sekitarnya belum memakai kapel itu sebagai tempat berkumpul dan berdoa. Namun, apabila ada perayaan misa untuk para frater, oleh pastor yang datang dari Gereja Katedral, umat Katolik di sekitarnya, sudah mulai hadir mengikuti misa juga.

Baru antara tahun 1927-1941, setelah kapela dan rumah biara para frater CMM pindah ke Jalan Jos Soedarso ( Jalan Sudirman sekarang ) dan sekolah didirikan di tempat itu, maka semakin banyak umat yang mengikuti Misa Hari Minggu dan Misa Harian.
Dari waktu ke waktu umat katolik yang tinggal di wilayah Manado Utara semakin berkembang, sehingga kapel kecil dan sederhana, yang pada mulanya hanya untuk para frater, akhirnya mulai juga digunakan oleh umat untuk berdoa dan merayakan misa.
Pasalnya, jarak tempat tinggal yang agak jauh bila harus masuk gereja di Katedral. Demikian misa di kapela para frater CMM, sudah diikuti juga oleh banyak umat Katolik pada waktu itu.
Oleh karena itu, selain di Gereja Katedral, di kapela frater CMM, dirayakan juga misa yang dihadiri umat, sehingga kapel kecil milik para frater telah menjadi bagian dari perkembangan umat katolik di Manado Utara waktu itu.
Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan umat yang cepat, maka kapela kecil dan sederhana itu mulai tidak bisa menampung jumlah umat yang mengikuti misa. Karena itu ehingga saat itu dirasa perlu untuk membangun sebuah kapela yang lebih besar.
Bahkan Uskup Manado, Mgr Verhoeven, pada waktu itu setelah melihat jumlah umat Katolik yang semakin banyak di wilayah Manado Utara, akhirnya merekomendasikan wilayah itu sebagai satu wilayah gerejani tersendiri, dipisahkan dari wilayah pelayanan Gereja Katedral.
Perlu dicatat, nama pelindung Santo Ignatius de Loyola, sebelumnya dipakai untuk nama pelindung Gereja di Jalan Sam Ratulangi atau Gereja Katedral sekarang.

Nama pelindung Santo Ignatius de Loyola yang dipakai selama para pastor dari Serikat Yesuit (SJ) melayani dan memimpin wilayah gerejani Paroki Katedral.
Tetapi ketika paroki itu diserahkan kepada para Pastor Misionaris Hati Kudus Yesus (MSC), nama pelindung paroki/gereja Katedral diganti menjadi Gereja Paroki Hati Tersuci Maria Katedral.
Akhirnya, nama Ignatius dipakai sebagai nama pelindung untuk gereja di Manado Utara yang pada awalnya sebagai stasi dari Paroki Katedral.
Terhitung mulai pada tanggal 1 Februari 1954 ( Lihat Liber Baptizatorum I), wilayah gerejani Manado Utara berdiri menjadi sebuah paroki, sebagai hasil pemekaran dari Paroki Hati Tersuci Maria Katedral Manado, dengan nama Paroki Santo Ignatius Manado Utara.
Konsekuensi dengan adanya pemekaran paroki, tentu semakin banyaknya umat dan semakin luasnya wilayah pelayanan, sehingga dirasa sudah waktunya untuk dilakukan pembagian wilayah demi efektivitas pelayanan bagi umat, dan demi semakin menunjang perkembangan dan pertambahan jumlah umat.
Setelah menjadi sebuah paroki, pada 1 Februari 1954 orang pertama yang menerima pembaptisan dan dicatat dalam buku stambuk paroki ialah saudara Joseph Tjia Tjae Huat yang menerima pembaptisan pada tanggal 4 Februari 1954 oleh Pastor C. Van Bavel MSC. Joseph dibaptis pada usia 70 tahun.
Pada tahun 1958, Paroki St. Ignatius telah memiliki gedung gereja sendiri untuk umat, dan tidak lagi memakai kapel frater, walaupun masih terletak di tempat yang sama. Sedangkan para frater membangun juga kapel untuk mereka.
Perlu diingat, gereja ini juga melewati masa darurat ketika Perang Dunia II berlangsung. Kegiatan pertama yang dilakukan para pastor setelah perang berakhir ialah mengumpulkan kembali umat Katolik Manado Utara yang tercerai berai.
Untuk membangun gedung gereja yang besar sangatlah mahal, sedangkan Misi Katolik tidak memiliki uang. Maka di ambil tindakan darurat sebagai jalan keluar.
Sementara itu, di Jalan Kema atau di Jalan Klabat dibangun sebuah kapel untuk melayani umat di wilayah utara kota.
Di atas sisa sisa fondasi dan dinding rumah tempat tinggal frater CMM, yang sangat tua yang hancur akibat perang, dibangun /dijadikan sebagai Gereja Darurat yang terbuat dari kayu dan bambu.
Gereja ini memakai atap rumbia dan seluruh dindingnya dicat warna putih dan bagian kayunya di cat dengan warna biru, sehingga gereja ini mendapat julukan Gereja Biru. Tanggal 11 November Pastor C. de Bruyn MSC memberkati dan merayakan misa pertama kali di gereja itu.
Sementara itu pastor bersama umat terus memikirkan usaha pembangunan gereja yang baru.
Akhirnya setelah dana terkumpul, seorang arsitek Belanda yang beragama Katolik, diminta membuat rancangan gereja. Ia menggambar dengan cuma-cuma.
Sementara untuk pelaksanaan pembangunan yang menjadi pemborong ialah Que Goan Wi, dengan anggaran 7,625 Gulden. Pada tanggal 24 Juni 1947, “ Pembangunan Gereja Darurat” dimulai dan selesai pada tanggal 9 November 1947.
Umat katolik Manado Utara sudah merasa senang karena sudah punya Gereja Darurat dan mereka tidak perlu jalan kaki untuk misa di Gereja Katedral di Jalan Sam Ratulangi.
Pertambahan jumlah umat Katolik di Manado Utara terus meningkat, dan gereja tidak dapat lagi menampung seluruh umat pada perayaan misa.
Akhirnya sebagian umat harus pergi lagi mengikuti misa di Gereja Katedral. Selang beberapa tahun, pada setiap perayaan misa, para frater harus angkat bangku dari sekolah dan dibawa ke gereja.
Kembali ke tahun 1950-an, Uskup menugaskan kepada Pastor C.van Bavel sebagai Pastor Paroki untuk mencari tanah yang bisa dipakai bagi pembangunan gereja baru karena Manado Utara telah menjadi satu paroki.
Pastor C. Bavel MSC melihat perintah Mgr Verhoeven MSC sebagai satu tugas yang sangat berat namun sekaligus sebagai satu kehormatan.
Bavel melihat tanah kosong yang ada di samping rumah frater, milik dr Karamoy, sebagai tempat yang baik untuk lokasi gereja paroki, namun ternyata ia tidak berhasil mendapatkannya. Para ahli waris tanah itu tidak bersedia menjualnya.
Sampai masa tugasnya berakhir di Paroki St. Ignatius, ia belum sempat mendapatkan tanah di muka Bioskop Manado, di Jalan Walanda Maramis, yang pernah untuk pertama kali para frater membuka sekolah mereka, cocok untuk lokasi gedung gereja.
Ada juga tanah lain sebagai pilihan kedua, yang ada di jalan Dr Sutomo. Tanah ini merupakan lapangan tenis milik pemerintah Kodya Manado dan dirasa sebagai tempat yang cocok untuk menjadi lokasi gereja baru. Tetapi rupanya kedua tanah ini gagal di beli.
Akhirnya gereja darurat jalan terus. Karena kesulitan mendapatkan tanah baru untuk pembangunan gereja.
Juni 1957 Mgr Verhoeven melakukan pembicaraan dengan frater dan mencapai kata sepakat untuk menjadikan tempat gereja darurat sebagai tempat pembangunan gereja paroki seterusnya. Maka gereja darurat yang sebelumnya beratap daun diganti dengan atap seng.
Pembangunan Gedung Gereja Permanen. Setelah mendapat kesepakatan dengan para frater CMM mengenai tempat gereja paroki di kompleks frater, perencanaan dan usaha pembangunan gereja baru sudah bisa dimulai. Lapangan bermain sekolah dasar frater dijadikan tempat untuk membangun gereja pengganti sementara.
Lokasi gereja darurat sebelumnya dipakai untuk membangun gedung gereja paroki yang baru, dengan arsitek Teksi Lagonda.
Tanggal 12 Juni 1957, dimulai penggalian fondasi, dan pada tanggal 24 Juni pembangunan mulai berjalan. Pada saat para tukang melakukan penggalian, di lokasi itu ditemukan sebuah sumur yang sangat dalam.
Banyak biaya yang masih dikeluarkan untuk menimbun dan menutup sumur itu dengan semen. Pastor Th.
Lumanauw Pr. sebagai pastor paroki waktu itu, merencanakan supaya pembangunan gereja diselesaikan pada tahun 1958, dan Paskah tahun itu sudah bisa dirayakan di gereja baru. Rencana itu berhasil, walau terkesan sangat tergesa-gesa. Walaupun belum rampung, tapi gereja sudah bisa dipakai.
Pada Minggu Palem, umat membersihkan gereja dan melengkapi peralatan-peralatan dalam gereja. Pada hari Kamis Putih, 3 April 1959, gereja sudah dipakai dalam keadaan bagus.
Tanggal 10 April 1959, hari kamis sesudah hari raya Paskah, jam 05.10, lonceng di menara gereja untuk pertama kali dibunyikan.
Demikian Paroki Manado Utara dengan nama pelindung St. Ignatius de Loyola, secara resmi memiliki Gedung Gereja baru, megah dan permanen di atas tanah milik Frater CMM.
Umat merasa gembira dengan selesainya pembangunan gereja paroki. Namun disayangkan, gereja ini memiliki halaman yang sangat kecil sehingga rencana untuk membangun sebuah pastoran tersendiri agak sulit dilaksanakan.
Setelah menjadi paroki dan berdiri sebuah gedung gereja yang baru, maka pastor-pastor yang pernah bertugas sebagai pastor paroki maupun pastor pembantu atau asisten di Paroki Ignatius selengkapnya ada dalam daftar terlampir.
Pemberkatan Gedung Gereja Paroki yang Baru) Paroki Santo Ignatius yang keberadaannya selama ini selalu dikategorikan sebagai paroki yang mampu namun tanpa disadari bahwa selama ini umat hanya beribadat dan melakukan aktivitas pelayanan pastoralnya di gedung gereja yang didirikan di atas tanah milik Tarekat Frater CMM, dan bukanlah tanah milik paroki atau keuskupan sendiri.
Bertepatan dengan perayaan 50 tahun Paroki St. Ignatius Manado, 01 Februari 2004, yang dirangkaikan dengan HUT dan Perpisahan dengan Pastor Cornelius van Bavel, MSC, beliau menyampaikan masukan tentang kepentingan Paroki St.Ignatius Manado, kepada Pastor Wens Maweikere, Pr.
Ia berpesan agar Pastor Wens, segera mengusahakan pendirian sebuah gereja baru, untuk umat Paroki Santo Ignatius Manado.
Melihat dan menyadari akan keberadaan umat yang makin penuh sesak di dalam gereja ditambah lagi jikalau hujan lebat air selokan naik menggenangi gereja Ignatius maka niat untuk mendapatkan tempat guna membangun gereja yang baru, semakin kuat ada dalam kehendak umat.
Melalui rapat Pleno Dewan Pastoral Paroki dan tokoh-tokoh umat, melalui pertemuan dengan para teknisi dan para pelaku ekonomi, dalam tuntunan Pastor Paroki Wens Maweikere, Pr, mulailah dibicarakan rencana Pembangunan Gedung Gereja St. Ignatius yang baru.
Pada satu kesempatan Pastor Paroki Santo Ignatius bersedia menerima dan mendengarkan masukan dari beberapa inisiator yang menghendaki permohonan ijin resmi kepada bapak Uskup, untuk dapat menggundakan laha tanah lokasi bekas bioskop Luxor atau Bioskop Manado.
Di situ juga sempat dijadikan area Kampus Unika De La Sale, samping Aula Ignatius.
Setelah melalui pembicaraan yang panjang, dengan rupa-rupa pertimbangan dan saran dari pihak Keuskupan, Uskup Manado, Mgr. Josef Suwatan, akhirnya memberikan tanah dimaksud dan mengijinkan pembangunan Gedung Gereja St.Ignatius yang baru.
Demikian, setelah dua tahun lebih menggembalakan umat Paroki St.Ignatius, Pastor Paroki Wens Maweikere Pr, bersama DPP, memutuskan membentuk Panitia Pembangunan Gedung Gereja Paroki St. Ignatius Manado yang baru yang diketuai oleh bapak Harry Sambuaga, bapak Ridwan Sugianto, dan bapak Fajar Anggun Putra.
DPP bersama Panitia Pembangunan yang baru terbentuk sungguh berniat dan bersemangat untuk segera memulaikan pekerjaan pembangunan ini. Tepat tanggal 11 September 2005, dilakukanlah Ibadat Upacara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Gereja Paroki St.Ignatius yang baru, oleh Pastor Paroki St. Ignatius Manado, Wens Maweikere, Pr.
Pembangunan yang telah dimulai Pastor Wens Maweikere, Pr, kemudian dilanjutkan oleh Pastor Leontius Glen Woi, Pr, bertepatan di hari peringatan pesta Pelindung Paroki Santo Ignatius, tanggal 31 juli 201 dan 60 tahun pemekaran dan berdirinya Paroki Santo Ignatius Manado, dilaksanakanlah pemberkatan dan peresmian.
Perjalanan pambangunan gedung gereja yang baru ini berjalan dengan waktu yang cukup panjang, dengan anggaran biaya yang sangat besar, namun semua itu bisa terobati dengan kemegahan serta keindahan dari gedung gereja tersebut.
Kini, Gereja Santo Ignatius Manado berdiri megah. Gereja ini bisa dikatakan termegah dilihat dari desain dan interiornya.(fernando lumowa).