Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Partai Demokrat

Tenggelam Usai KLB, Jhoni Allen Temukan Kejanggalan Dirinya Dipecat AHY, Curiga Ada Permainan Hakim

Kuasa hukum Jhoni Allen mengungkapkan, pihaknya menduga ada sejumlah kejanggalan dalam putusan yang dibuat oleh majelis hakim.

Editor: Frandi Piring
Tribunnews.com
Jhoni Allen Marbun, dipecat AHY dari Demokrat. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kabar terbaru, mantan Kader Partai Demokrat, Jhoni Allen Marbun menyoroti putusan majelis hakim terkait pemecetan yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.

Diketahui, perkara pemecatan terhadap Jhoni Allen oleh Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang telah diputus di Pengadilan Tinggi DKI bergulir ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI.

Slamet, selaku kuasa hukum Jhoni Allen mengungkapkan, pihaknya menduga ada sejumlah kejanggalan dalam putusan yang dibuat oleh majelis hakim.

"Bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara di tingkat banding yang diajukan Jhonny Allen, hari ini kita laporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA karena diduga telah melanggar kewenangan,

tidak profesional dan tidak fair dalam memeriksa dan memutus perkara pada tingkat banding," ujar Slamet melalui keterangan tertulisnya, Rabu (17/11/2021).

Slamet membeberkan, perilaku tidak profesional dan tidak fair tersebut terlihat dari beberapa fakta antara lain mengenai jadwal agenda persidangan yang berbeda dengan putusan perkara.

Menurut Slamet, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara yang kami dapatkan dari SIPP Pengadilan Tinggi Jakarta, diketahui bahwa perkara banding yang diajukan Jhoni Allen akan disidangkan pada tanggal 11 November 2021 dengan agenda sidang pertama,

akan tetapi kami mendapatkan informasi lain, yaitu dari putusan3.mahkamahagung.go.id bahwa perkara banding yang diajukan Jhoni Allen telah diputus pada tanggal 18 Oktober 2021.

"Artinya putusan perkara banding yang diajukan oleh Jhoni Allen dan telah diregister dengan Perkara Nomor 547/PDT/2021/PT.DKI telah diputus oleh majelis hakim 24 hari lebih cepat dari jadwal sidang perdana," ungkap Slamet.

Kejanggalan kedua, menurutnya, dalam situs resmi Mahkamah Agung http//putusan3.mahkamahagung.go.id perkara banding yang diajukan Jhonny Allen diregister dengan Nomor Register 547/PDT/2021/PT.DKI pada tanggal 27 September 2021 dan telah diputus pada tanggal 18 Oktober 2021.

"Artinya perkara banding yang diajukan Jhoni Allen diperiksa dan diputus oleh majelis hakim pada tingkat banding hanya memakan waktu 25 hari kalender, yang apabila dikurangi hari libur maka hanya 15 hari saja," imbuhnya

Slamet pun mempertanyakan apakah yang membuat majelis yang memeriksa perkara tersebut se-terburu-buru itu?

Kemudian, masih menurut Slamet, dalam proses pengajuan banding, Jhonny Allen juga mengajukan permohonan dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti tertulis dan saksi-saksi, karena pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tidak dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti dan saksi-saksi secara utuh.

"Oleh karena itu dengan mendapatkan informasi bahwa pada tanggal 11 November 2021 akan dilalukan sidang perdana, maka Jhonny Allen sebenarnya telah mengagendakan untuk mengikuti dan memantau perjalanan persidangan,

namun ternyata majelis hakim telah memutus perkara tersebut secara tergesa-gesa pada tanggal 18 Oktober 2021 (24 hari lebih cepat dari hari sidang pertama)," ungkapnya

Dari hal-hal tersebut di atas, maka Jhoni Allen menduga ada perbuatan tidak fair dan pelanggaran jadwal sidang yang dibuatnya sendiri.

"Kejanggalan ini menimbulkan kecurigaan ada dugaan 'permainan' dalam proses bandingnya.

Oleh karenanya, Kami melaporkan hal ini kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung agar diproses secara adil dan profesional sesuai harkat dan martabat hakim yang seharusnya dijunjung tinggi," kata Slamet

"Jika ditemukan pelanggaran, kami minta ini ditindak tegas tanpa pandang bulu," imbuhnya

"Kasus ini memang kasus politik, sehingga rentan terhadap intervensi kekuasaan. Klien Kami, Jhoni Allen dipecat tanpa melalui prosedur yang benar, tidak pernah dipanggil dan dimintai keterang tiba-tiba langsung dipecat.

Hal ini juga diakui sendiri oleh DPP Partai Demokrat Pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono," tandas Slamet

Jalannya persidangan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang gugatan Jhoni Allen Marbun atas pemecatan sepihak yang dilakukan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (tergugat I), Sekjen PD Teuku Riefky Harsya (tergugat II), dan Ketua Dewan Kehormatan PD Hinca Panjaitan (tergugat III).

Sidang digelar pada Rabu (24/3/2021) dengan agenda pembacaan gugatan dari pihak pemohon, Jhoni Allen Marbun.

Dalam surat gugatan yang dibacakan kuasa hukum Jhoni Allen, Slamet Hassan mengkritik pasal 18 Ayat (4) Kode Etik Partai Demokrat yang mengesampingkan hukum positif dengan tak perlu meminta klarifikasi untuk memutuskan pemecatan.

Pasal tersebut menurut penggugat, merupakan pasal otoriter yang cuma memakai pendekatan kekuasaan.

Partai Demokrat disebut mempraktekan gaya machtstaat atau negara kekuasaan, dan justru mengesampingkan prinsip negara hukum.

"Pasal 18 ayat (4) Kode Etik Partai Demokrat menurut pandangan penggugat merupakan pasal otoriter yang hanya menggunakan pendekatan kekuasaan semata tanpa mempertimbangkan hukum positif yang berlaku.

Atau jika diilustrasikan dalam konteks praktek ketatanegaraan, dia seperti mempraktekkan gaya machtstaat (negara kekuasaan)," kata Slamet di persidangan.

Gaya penyelesaian masalah di tubuh Partai Demokrat dianggap sudah melanggar asas negara hukum dan hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 28 D ayat (1), dan Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945.

Oleh karena produk hukum Partai Demokrat itu sudah mengurangi hak kemerdekaan, pikiran dan hati nurani penggugat, maka Pasal 18 Ayat (4) dinilai mengandung cacat hukum. Sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.

Atas batalnya produk hukum tersebut, maka dasar hukum pengambilan keputusan pemecatan Jhoni Allen oleh ketiga tergugat, sudah semestinya dinyatakan tidak sah atau batal.

Dalam petitumnya, Jhoni Allen selaku penggugat meminta majelis hakim menyatakan ketiga tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Jhoni Allen juga meminta majelis hakim menyatakan tidak sah atau batal demi hukum terkait pemberhentian penggugat sebagai anggota dan kader Partai Demokrat.

Majelis hakim juga diminta menghukum ketiga tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp5,8 miliar, dan ganti rugi immaterial sebesar Rp50 miliar.

"Menyatakan tidak sah dan/atau batal demi hukum Surat Keputusan Dewan Kehormatan Partai Demokrat Nomor: 01/SK/DKPD/II/2021 Tertanggal 2 Februari 2021

tentang Rekomendasi Penjatuhan Sanksi Pemberhentian Tetap Sebagai Anggota Partai Demokrat kepada Saudara Jhoni Allen Marbun," ucap Slamet.

"Memerintahkan Tergugat I, Terggugat II dan Tergugat III untuk merehabilitasi harkat, martabat dan kedudukan Penggugat seperti semula," sambungnya.

(*)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Jhoni Allen Temukan Kejanggalan soal Pemecatannya dari Demokrat Kubu AHY, Laporkan Hakim ke KY, https://wartakota.tribunnews.com/2021/11/17/jhonny-allen-temukan-kejanggalan-soal-pemecatannya-dari-demokrat-kubu-ahy-laporkan-hakim-ke-ky?page=all.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved