Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hari Pahlawan

Profil Arnold Mononutu, Tokoh Pergerakan Nasional Asal Sulut, Peran Besar dalam Kemerdekaan

Selama hidupnya, kata Denni, Arnold dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta.

Penulis: Ventrico Nonutu | Editor: Rhendi Umar
ISTIMEWA
Sosok Arnold Mononutu, Pahlawan Nasional Akan Dilantik Presiden Jokow 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Prof. Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu atau lebih dikenal dengan Arnold Mononutu adalah pahlawan nasional yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan, anggota Majelis Konstituante, dan rektor Universitas Hasanuddin.

Selain itu ia adalah Duta Besar Indonesia pertama untuk Tiongkok.

Arnold Nonutu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2020 lalu.

Penganugerahan gelar tersebut diberikan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 117/TK Tahun 2020, tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, yang ditandatangani Presiden Jokowi.

Dalam Keppres RI tersebut, disebutkan bahwa penganugerahan gelar Pahlawan Nasional sebagai penghargaan dan penghormatan yang tinggi atas jasa-jasa yang luar biasa, yang semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata.

Perjuangan politik atau dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, dan mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Arnold merupakan tokoh pergerakan nasional yang berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara.

Direktur Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur, Denni Pinontoan, mengatakan Arnold punya peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

"Dia salah satu orang yang berperan menghubungkan perjuangan gagasan, wacana dan gerakan kemerdekaan Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia lainnya yang sedang dijajah waktu itu," kata Denni saat dikonfirmasi, Senin (9/11/2020).

Selama hidupnya, kata Denni, Arnold dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan Wakil Presiden Pertama Indonesia Mohammad Hatta.

Keduanya saling kenal saat sama-sama menempuh pendidikan di Belanda.

Semasa belajar di luar negeri, Arnold juga ikut mengorganisir mahasiswa Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan.

Denni juga menyebut, peran Arnold dalam perjuangan kemerdekaan juga menepis anggapan warga Minahasa yang condong memihak dengan pemerintah kolonial Belanda.

"Dari jejak Arnold Mononutu ini sebenarnya tidak," sebut Denni.

Profil Arnold Mononutu

Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu lahir di Manado pada tanggal 4 Desember 1896.

Ayahnya bernama Karel Charles Wilson Mononutu dan ibunya bernama Agustina van der Slot.

Baik ayah dan kakeknya adalah tokoh terkemuka dalam masa-masa mereka.

Ayahnya adalah seorang pegawai negeri (ambtenaar) Hindia Belanda.

Kakeknya yang juga bernama Arnold Mononutu adalah orang Minahasa pertama yang menyelesaikan studi di sekolah untuk pelatihan dokter pribumi (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, STOVIA) di Batavia.

Ketika Arnold Mononutu berusia dua tahun, ayahnya ditugaskan ke Gorontalo.

Empat adiknya lahir di Gorontalo, tetapi sayangnya keempatnya meninggal antara lima dan enam bulan.

Pada tahun 1903, Arnold Mononutu mengikuti sekolah dasar bahasa Belanda (Europeesche Lagere School, ELS) di Gorontalo.

Ia melanjutkan studinya di tingkat sekolah yang sama di Manado setelah ayahnya dipindahtugaskan ke Manado.

Pada tahun 1913, Arnold Mononutu belajar di sekolah menengah Belanda (Hogere burgerschool, HBS) di Batavia di mana ia bertemu dan berteman dengan AA Maramis yang juga dari Minahasa dan Achmad Subardjo.

Keterlibatan dalam Negara Indonesia Timur

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Arnold Mononutu memokuskan usahanya untuk membantu rakyat Maluku Utara untuk menentukan respon mereka yang terbaik.

Dia adalah salah seorang yang mendirikan organisasi politik bernama Persatuan Indonesia.

Sebuah koran bernama Menara Merdeka diterbitkan untuk mempromosikan cita-cita Persatuan Indonesia.

Koran ini memberikan pesan-pesan pro-republik dan mengkritik upaya-upaya Belanda untuk membentuk sebuah negara yang terpisah dari Republik Indonesia yang baru saja diproklamasikan.

Upaya Belanda untuk menemukan solusi federalis untuk Indonesia termasuk diantaranya pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) pada tahun 1946.

Arnold Mononutu menjadi anggota parlemen NIT dan memimpin kelompok anggota parlemen yang pro-republik.

Dia memfokuskan usahanya untuk membujuk anggota parlemen lain untuk mendukung gagasan menyatukan NIT dengan Republik Indonesia.

Setelah Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, Arnold Mononutu mendirikan Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Organisasi ini berusaha menyoroti tindakan Belanda yang berupaya untuk kembali menjajah Indonesia.

Pada bulan Februari 1948, ia memimpin sebuah delegasi NIT untuk mengunjungi dan bertemu dengan para pemimpin Republik Indonesia di Yogyakarta.

Pada tahun 1949, NIT menjadi konstituen dari Republik Indonesia Serikat (RIS), yang kemudian dibubarkan pada 17 Agustus 1950 dan digantikan oleh Republik Indonesia yang bersatu.

Menteri Penerangan

Arnold Mononutu ditunjuk sebagai Menteri Penerangan dalam pemerintahan Indonesia pada tiga kesempatan terpisah:

Di Kabinet Republik Indonesia Serikat mulai 20 Desember 1949 hingga 6 September 1950.

Di Kabinet Sukiman-Suwirjo dari 27 April 1951 hingga April 1952.

Di Kabinet Wilopo dari 3 April 1952 hingga 30 Juli 1953.

Selama menjabat sebagai menteri penerangan, beberapa daerah di Indonesia diguncang oleh pemberontakan-pemberontakan termasuk di Jawa Barat (Angkatan Perang Ratu Adil), Sulawesi Selatan (oleh Andi Azis), dan Maluku (oleh Chris Soumokil).

Arnold Mononutu bersama dengan Soekarno mengunjungi daerah-daerah ini dan dalam rapat-rapat terbuka mempromosikan cita-cita sebuah bangsa yang bersatu.

Pada tahun 1949 sesudah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, dalam suatu tim kerja dengan kolega terdekatnya sesama Diplomat, Mr. Soedibjo Wirjowerdojo (yang kemudian mendampinginya selaku charge d'affaires/Wakil Duta Besar di RRC tahun 1953–1955), ia yang pertama kali mengumumkan nama Batavia menjadi Jakarta.

Sedangkan Mr. Soedibjo Wirjowerdojo mengumumkannya di Belanda.

Rektor Universitas Hasanuddin

Pada tahun 1960, Arnold Mononutu diminta oleh Soekarno untuk menjadi Rektor Universitas Hasanuddin.

Dalam lima tahun jabatannya sebagai rektor, jumlah mahasiswa bertumbuh dari 4.000 mahasiswa menjadi 8.000 mahasiswa.

Pada awal jabatannya, universitas ini hanya memiliki tiga fakultas yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, dan Fakultas Kedokteran.

Selama masa jabatannya, enam fakultas baru didirikan yakni Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, Fakultas Pertanian, Fakultas Peternakan, Fakultas Sastra, Fakultas Sosial Politik, dan Fakultas Teknik.

Penghargaan

Pada 15 Februari 1961, Mononutu dianugerahi Bintang Mahaputra Utama yaitu penghargaan tertinggi yang diberikan kepada seorang warga sipil oleh pemerintah Indonesia. ( Tribunmanado/Ventrico Nonutu)

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO OFFICIAL:

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved