G30S PKI
Kopkamtib, Lembaga Bikinan Soeharto Menghukum Warga Diduga Anggota PKI Tanpa Proses Pengadilan
Secara resmi karena instruksi nomor 5, Mayjen Soeharto mendapatkan wewenang untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Soeharto membentuk Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) 10 Oktober 1965.
Soeharto sendiri menjadi panglima pertama Kopkamtib yang dia dirikan itu.
Sebelumnya, Presiden Soekarno mengeluarkan pernyataan pada tanggal 3 Oktober 1965 di Istana Bogor pada pukul 01.30 WIB.
Perintah Presiden Soekarno ini diumumkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI).
Presiden Soekarno memerintahkan untuk:
- Menciptakan suasana aman dan tertib
- Mempertinggi kewaspadaan dan kesiap-siagaan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan Dwikora
- Pimpinan tertinggi Angkatan Darat langsung di tangan Presiden Soekarno
- Untuk menyelesaikan tugas sehari-hari ditunjuk Mayjen Pranoto Reksosamudro selaku Assisten Ke-III Men/Pangad,
- Untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban ditunjuk Mayjen Soeharto selaku Panglima Kostrad, Diserukan untuk tetap membina semangat persatuan dan kesatuan bangsa dan menggelorakan semangat anti Nekolim,
Secara resmi karena instruksi nomor 5, Mayjen Soeharto mendapatkan wewenang untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban.
Pada tanggal 17 Oktober 1965, Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) Soeharto menyampaikan pengumuman resmi kepada semua personel Angkatan Darat (AD) bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan dalang peristiwa G30S dan pengkhianat bangsa.
Pada tanggal yang sama, Soeharto juga mengumumkan bahwa tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Selanjutnya, muncul kebijakan pemberantasan terhadap orang-orang dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan para simpatisannya yang menyulut konflik sosial di Jawa dan Bali hingga menyebar ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Seusai kejadian G30S, konflik yang berujung pembunuhan terjadi di daerah-daerah di seluruh Indonesia.
Salah satu alat militer dalam menumpas PKI di daerah-daerah adalah melalui Kopkamtib.
Kopkamtib memiliki kuasa yang besar dalam hukum untuk menangkap, menentukan tersangka, menggeledah.
Tak hanya itu, Kopkamtib dapat menyelidik, menuntut, dan menghukum orang-orang PKI dan atau orang-orang yang dicap PKI tanpa melalui proses pengadilan.
Berikut Tribunnewswiki.com himpun narasi sejarah dari beberapa sumber ke dalam satu artikel tentang Kopkamtib.
Pembentukan Kopkamtib
Masa setelah meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 / G30S 1965, adalah periode bertemunya dan konsolidasi di pihak Angkatan Darat.
Abdul Haris Nasution, yang selamat dalam peristiwa G30S mengalami luka dan dirundung duka setelah kehilangan putrinya, Ade Irma Suryani.
Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto kemudian tampil mengambil alih pucuk pemimpin Angkatan Darat.
Dua perwira penting yang mendukung langkah Soeharto adalah Panglima Komando Daerah Militer Jaya Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah dan Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.
Setelah mendapatkan dan memastikan kontrol atas tentara, Soeharto membentuk dan memimpin sendiri operasi pemulihan keamanan dalam sebuah pasukan.
Pasukan itu kemudian dikenal dengan nama Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).
Peneliti Harold Crouch menuturkan bahwa Kopkamtib dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965.
Namun, Asvi Warman Adam, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menuturkan bahwa Soeharto membentuk badan tersebut pada 2 Oktober 1965 dengan tujuan membumihanguskan PKI.
"Soeharto membentuk lembaga itu pada 2 Oktober untuk menumpas PKI," ujar Asvi Warman Adam,
Regulasi hukum berhasil didapatkan badan Kopkamtib setelah Presiden Soekarno menandatangani Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi/Komando Operasi Tertinggi ABRI pada 1 November 1965.
Isi surat keputusan tersebut adalah tentang pemulihan keamanan dan ketertiban pasca-30 September.
Kopkamtib - Laporan Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melaporkan hasil penelitiannya terkait dengan peristiwa 1965-1966 selepas tragedi G30S 1965.
Berdasarkan hasil penyelidikannya Komnas HAM menunjukkan Kopkamtib sebagai pelaku utama pelanggaran hak asasi manusia berat peristiwa 1965-1966.
Tanggung Jawab dan Wewenang Kopkamtib
Dilaporkan oleh Tempo bahwa "Individu/komandan/ anggota kesatuan dapat dimintai pertanggungjawaban."
Lembaga Kopkamtib memiliki wewenang sangat besar.
Semua komandan Kopkamtib adalah komandan militer di tiap tingkatan.
Kopkamtib juga berwenang pula memakai tenaga dari institusi sipil untuk melaksanakan tugasnya.
Mereka hanya bertanggung jawab kepada satu orang, yaitu Soeharto.
Strategi Soeharto dalam Kopkamtib
Pada tahun 1965 akhir, Soeharto saat itu adalah Panglima Kopkamtib
Sebagai Panglima, Soeharto kemudian terpantau bergerak cepat.
Ia menerbitkan berbagai kebijakan untuk melacak serta menangkap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia.
Salah satu perintahnya adalah pembentukan Tim Pemeriksa Pusat/ Daerah, yang dipimpin panglima daerah militer.
Tim pemeriksa inilah yang menjadi malaikat penentu hidup-mati jutaan orang pada masa itu.
Di kantor-kantor Pelaksana Khusus Daerah Kopkamtib, tim pemeriksa membuat daftar nama orang yang dianggap anggota atau simpatisan komunis dan keluarganya.
Orang yang namanya tercantum dalam daftar menjadi korban kebrutalan aparat atau massa yang dilatih oleh tentara.
Mereka diciduk pada malam hari dan kebanyakan tak pernah kembali.
Bahkan ada yang langsung dihabisi di tempat
Narasi Michael van Langenbert dan Amurwani Dwi Lestariningsih
Michael van Langenbert dalam bukunya The Indonesian Killings, menyebutkan operasi penumpasan kian menjadi setelah Panglima Kopkamtib mengeluarkan instruksi kepada semua personel Angkatan Darat pada 17 Oktober 1965.
Instruksi itu menyebut PKI sebagai pengkhianat dan menetapkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Untuk memuluskan penumpasan orang komunis di Indonesia, Kopkamtib, melalui Kostrad dan RPKAD, menebar propaganda yang mengasosiasikan PKI sebagai musuh seluruh rakyat.
Komunis dalam hal ini PKI dituding nyaris menghancurkan bangsa sehingga harus dimusnahkan tanpa ampun.
Foto pengangkatan mayat para jenderal dari sumur Lubang Buaya berulang kali dimuat di media massa, yang semuanya sudah berada di bawah kontrol tentara.
Tak lupa dibumbui cerita bahwa mereka tewas setelah disiksa secara perlahan oleh perempuan anggota Gerwani.
Selain memastikan semua daerah bebas dari elemen komunis, Kopkamtib membersihkan pemerintahan Sukarno dari pejabat-pejabat yang diduga berkaitan dengan PKI.
Menurut Van Langenbert, pembersihan dilakukan setelah Soeharto mendapat Surat Perintah Sebelas Maret 1966 dan mengumumkan PKI sebagai partai terlarang.
Pada masa pemerintahan era Orde Baru, Kopkamtib menjadi lembaga militer penopang utama.
Aniurwani Dwi Lestariningsih dalam bukunya, Gerwani: Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan, menuturkan (seperti di kutip Tempo) lembaga Kopkamtib melakukan semua proses hukum dengan dalih keadaan darurat.
Tak cuma menentukan tersangka, menggeledah, dan menangkap, Kopkamtib juga menyelidik, menuntut, dan menghukum.
Proses yang dilakukan Kapkomtib adalah "tanpa lewat pengadilan".
Lembaga itu bahkan memantau dan menentukan nasib tahanan yang sudah dibebaskan.
Sumber; G30S 1965 - Kuasa Militer dalam Lembaga Kopkamtib:Menangkap dan Menghukum Tanpa Proses Pengadilan